Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
HUKUM PERJANJIAN Oleh : YAS.
Advertisements

HUKUM PERIKATAN Pertemuan Keempat Tujuan Umum
HUKUM PERIKATAN Perikatan
HUKUM PERJANJANJIAN Oleh : YAS.
HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 14
GADAI.
HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 5
HUKUM PERJANJIAN PERIHAL PERIKATAN DAN SUMBER-SUMBERNYA
ASPEK HUKUM PERIKATAN Dr. Marzuki, SH M.Hum.
Pertemuan ke-2 Perbedaan Perjanjian dan Perikatan, macam-macam perikatan, sumber-sumber perikatan, subyek perikatan dan objek.
Hukum Perikatan Pertemuan Ke-3
Hapusnya Perikatan.
HAPUSNYA PERIKATAN Pertemuan ke-6.
Wanprestasi Pertemuan ke-4
Tidak Terlaksananya Perikatan
WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur)
Tidak Terlaksanya Perjanjian/ WANPRESTASI Tidak Terlaksanya Perjanjian/ WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur) Adalah suatu keadaan.
Somasi pertemuan ke 5.
DEWI NURUL MUSJTARI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
HUKUM PERJANJIAN Fahrul Ismaeni.
Hukum Dagang.
PENGERTIAN JUAL BELI HUKUM JUAL BELI PERUSAHAAN - 1.
Jual-Beli Pertemuan ke-11
HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 8 TUTIEK RETNOWATI, SH.,MH FH. UNNAR SBY.
HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 13
PERTEMUAN III HUKUM PERIKATAN.
HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 6
Sistem dan Hukum Jual Beli - Sewa Menyewa
OLEH NUR HUDDA ELHASANI
KONSINYASI.
Hubungan Perikatan dengan Perjanjian
Perjanjian jual beli PERTEMUAN - 13.
MEMAHAMI PERJANJIAN KREDIT
HUKUM PERJANJIAN.
WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur)
PENGERTIAN JUAL BELI HUKUM JUAL BELI PERUSAHAAN - 1.
HUKUM PERJANJIAN Oleh : YAS.
Hukum Perikatan/ Verbintenis
PERTEMUAN IV HUKUM PERIKATAN.
Wanprestasi : Pengertian, bentuk dan akibat hukumya
HUKUM PERIKATAN OVERMACHT
PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
JUAL BELI.
Pertemuan 01 PENGERTIAN JUAL BELI ~eha~.
HUKUM PERIKATAN Pertemuan - 03.
Pembelaan debitur yang dituduh lalai
KEDUDUKAN KEPAILITAN TERHADAP PEKERJA DAN PAJAK
PERDAMAIAN DAN UPAYA HUKUM DALAM KEPAILITAN
KONTRAK NOMINAAT & KONTRAK INOMINAAT
Universitas Esa Unggul
Pertemuan ke-2 Perbedaan Perjanjian dan Perikatan, macam-macam perikatan, sumber-sumber perikatan, subyek perikatan dan objek.
PELATIHAN GSM JUNI 2010 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN DAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PERJANJIAN Oleh : LUSIA NIA KURNIANTI, SH., MH.
DOSEN: YUSNEDI, SH, M.Hum SABRINA UTAMI, S.IP, M.Si
Hukum Perikatan Pertemuan 3.
WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERKARA EKONOMI SYARI’AH
Alasan mengajukan gugatan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS EKONOMI
HUKUM PERJANJIAN.
HAPUSNYA PERIKATAN Pertemuan ke-6.
Perjanjian sewa-menyewa
PERIKATAN/PERJANJIAN
HUKUM PERJANJIAN.
“Analisis Janji – Janji dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan”
HUKUM PERIKATAN.
WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur)
Rachmi Sulistyarini, SH MH
Hapusnya Perikatan Miko Kamal 'Aspek Hukum, Kontrak dan Klaim'
HUKUM PERIKATAN.
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Transcript presentasi:

Wanprestasi dan akibat-akibatnya PERTEMUAN - 09

DEFINISI WANPRESTASI adalah tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji.

MACAM WANPRESTASI tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Bahwa seseorang dapat dituntut seketika atas dasar perbuatan lalai atau alpa, jika hal tersebut benar-benar telah disebutkan dalam suatu “klausula” perjanjian yang telah mereka buat dan mereka sepakati.

Contoh klausula “Pihak Kedua (debitur) dapat dinyatakan telah melakukan kelalaian atau kealpaan jika………” atau “Apabila Pihak Kedua (debitur) tidak menepati janjinya maka Pihak Kedua “Debitur” dapat dituntut ….”

Hal ini didasarkan pada Pasal 1238 KUHPerdata : “Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri jika hal ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Contoh klausulanya: “Pihak Kedua (Debitur) dapat dinyatakn telah melakukan “kelalaian” apabila telah lewat jangka waktunya hingga …………………. “

Tata cara menyatakan debitur wanprestasi: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri. (Somasi) Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri. Isi Peringatan: Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi; Dasar teguran; Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2016).

Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

AKIBAT WANPRESTASI membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti-rugi);  pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian;  peralihan resiko;  membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.

Ganti Rugi Dalam hal ganti rugi, terdapat 3 hal, yakni biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Contoh nya jika seorang sutradara mengadakan suatu perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan pemain tersebut tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain. 

Ganti Rugi Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh pemborong ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot rumah.  Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya, dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga pembeliannya.

Dalam soal penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan- ketentuan yang merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi.  Pasal 1247 KUHPerdata menentukan :  “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.  Pasal 1248 KUHPerdata menentukan :  “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian”. 

Jadi, ganti rugi itu hanya dibatasi atau hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi. Persyaratan dapat diduga dan akibat langsung dari wanprestasi sangat erat hubungannya satu sama lain, sehingga apa yang tidak dapat diduga juga bukanlah merupakan akibat langsung dari kelalaian si debitur. Hal ini sesuai dengan teori ADEQUASI : (teori sebab dan akibat) Suatu peristiwa dianggap sebagai akibat dari suatu peristiwa lain apabila peristiwa yang pertama tadi secara langsung diakibatkan oleh peristiwa yang kedua dan menurut pengalaman dalam masyarakat dapat diduga akan terjadi.

Pembatasan ini juga diatur dalam peraturan mengenai bunga moratoir (bunga kealpaan atau kelalaian). Bunga moratoir adalah bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena debitur alpa atau lalai membayar utangnya (LN tahun 1848 No. 22 ditetapkan 6 prosen pertahun, dan menurut pasal 1250 KUHPerdata, bunga yang dapat dituntut terdiri atas bunga yang ditentukan oleh UU tanpa mengurangi berlakunya UU khusus).

Pembatalan Perjanjian Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya, perjanjian itu ditiadakan.

Pembatalan perjanjian karena kelalaian debitur diatur dalam pasal 1266 KUHPerdata yang mengatur mengenai perikatan bersyarat, yang berbunyi:  Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian, persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim. Permintaan juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim atas suatu keadaan atau atas permintaan tergugat dapat memberikan jangka waktu, namun tidak boleh lebih dari satu bulan.

DISCRETIONAIR adalah kekuasaan dari Hakim untuk menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat pembatalan perjanjian yang mungkin menimpa si debitur. Dalam hal perjanjian dibatalkan, maka kedua belah pihak dibawa kedalam keadaan sebelum perjanjian diadakan. Pembatalan tersebut berlaku surut sampai pada detik dilahirkannya perjanjian. Apa yang sudah terlanjur diterima oleh satu pihak harus dikembalikan kepada pihak yang lainnya.

Dalam hal perjanjian jual beli atau sewa menyewa, barang (hak milik) dapat dengan mudah dikembalikan kepada pemilik asli, namun bagaimana dengan sewa menyewa ataupun dalam perjanjian perburuhan ? Dalam hal sewa menyewa ada unsur hak menikmati, maka atas barang yang telah dinikmati oleh penyewa hak menikmati tidak dapat dikembalikan. Sedangkan dalam perjanjian perburuhan bagaimana tenaga yang telah diberikan oleh pihak buruh kepada majikan dapat dikembalikan? Jadi berlaku surut pembatalan itu merupakan suatu pedoman yang harus dilaksanakan jika hal itu mungkin dilaksanakan.

Peralihan Resiko Kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Hal ini didasarkan pada : Pasal 1237 KUHPerdata: Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu kebendaan tertentu, kebendaan tertentu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan siberpiutang. Jika siberpiutang lalai menyerahkannya, maka semenjak saat kelainan, kebendaan adalah atas tanggungannya. Pasal 1460 KUHPerdata : Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan sipembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan sipenjual berhak menuntut harganya.

Membayar Biaya Perkara Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara. Menurut pasal 1267 KUHPerdata, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang lalai untuk melakukan :  pemenuhan perjanjian;  pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;  ganti rugi saja;  pembatalan perjanjian; p embatalan disertai ganti rugi.