PENYEDERHANAAN PARTAI POLITIK Oleh Hasyim Asy’ari Diskusi Terbatas “Menuju Pemilu Yang Berkeadilan” Diselenggarakan oleh Kemitraan kerja sama dengan IPC Jakarta dan Pattiro Semarang Hotel Semesta, Semarang, Rabu, 15 Juni 2011
SISTEM PEMILU Sistem pemilu -> proporsionalitas hasil pemilu, sistem kepartaian (terutama jumlah partai), jenis kabinet pemerintahan yang akan dibentuk (partai tunggal atau koalisi partai), akuntabilitas pemerintahan dan kohesi partai. Sistem pemilu -> elemen yang paling mudah “direkayasa” untuk mengubah corak demokrasi yang akan dianut.
SISTEM PEMILU & KEPARTAIAN Sistem pemilu sangat mempengaruh jenis sistem kepartaian yang berkembang, khususnya jumlah dan ukuran relatif partai politik di parlemen. Sistem pemilu dapat mendorong atau menghambat pembentukan aliansi di antara partai-partai. Sistem pemilu dapat memberi rangsangan kepada beberapa kelompok agar lebih bersikap akomodatif atau memberi dorongan pada partai-partai untuk menghindari perselisihan berdasarkan ikatan kesukuan atau kekerabatan.
TUGAS SISTEM PEMILU Menerjemahkan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu menjadi kursi di parlemen. Sistem pemilu bertindak sebagai wahana penghubung yang memungkinkan rakyat dapat menagih tanggung jawab atau janji wakil-wakil rakyat yang telah terpilih. Sistem pemilu mendorong pihak-pihak yang bersaing pengaruh supaya melakukannya dengan cara yang tidak sama.
MISI SISTEM PEMILU Keterwakilan : (1) keterwakilan bagi seluruh kelompok masyarakat, termasuk kelompok minoritas dan kelompok perempuan dalam lembaga perwakilan; (2) keadilan yang berarti bahwa keterwakilan itu merupakan pendekatan cerminan kekuatan kepentingan dan politik masyarakat dalam lembaga perwakilan. Tolok ukur keterwakilan adalah perbandingan perolehan suara dengan kursi yang memadai; (3) seberapa jauh rakyat dapat mempengaruhi proses penentuan calon dan tingkatan jalinan hubungan antara pemilih dengan anggota lembaga perwakilan. Konsentrasi : agregasi beragam kepentingan masyarakat dan pandangan politik untuk memperoleh keputusan dan menghasilkan kemampuan bertindak satu pemerintahan. Konsentrasi juga diartikan sebagai pemudahan pembentukan mayoritas dan mendukung pembentukan sistem kepartaian yang mapan. Tolok ukur prestasi konsentrasi suatu sistem pemilu adalah di satu pihak penyusutan jumlah partai yang memperoleh kursi di parlemen, dan di lain pihak pembentukan mayoritas parlemen yang stabil, baik lewat satu partai atau koalisi antar partai. Pemerintahan yang tidak stabil akibat sistem multipartai sering dinilai sebagai masalah. Efektifitas sistem pemilu diukur dari apakah sistem pemilu mampu menghasilkan sistem politik yang stabil atau tidak. Partisipasi : pemberian peluang kepada pemilih untuk menggarisbawahi kehendak politiknya dengan cara dapat memilih partai atau individu. Konkretnya, hal ini berkaitan dengan alternatif sistem distrik pluralitas-mayoritas versus sistem proporsional atau sistem proporsional berwakil banyak. Tolok ukur partisipasi adalah kemampuan suatu sistem pemilu dalam memberikan peluang kepada pemilih untuk memilih individu, oleh karenanya stelsel daftar tertutup (atau stelsel daftar baku) kerap dinilai sebagai masalah besar. Mudah atau tidak rumit artinya pemilu dapat dilakukan oleh para pemilih rata-rata tanpa kesulitan yang berarti. Tidak rumit juga diartikan bahwa para pemilih mudah memahami dan mengkaji ulang terhadap suara yang telah diberikan. Terhadap hal ini yang sering jadi masalah adalah waktu penyelenggaraan pemilu antara serentak atau tidak serentak. Legitimasi : sejauh mana sistem pemilu dan hasil pemilu dapat diterima. Tolok ukur legitimasi adalah apakah suatu sistem pemilu itu dapat menyatukan atau malah memecah-belah masyarakat.
PARTAI POLITIK Partai politik -> kelompok atau organisasi yang digunakan untuk menempatkan kandidat dalam jabatan politik tertentu. Partai politik -> organisasi terpenting dari yang ada dalam politik modern. Partai politik diidentikkan dengan demokrasi itu sendiri, karena demokrasi dianggap sebagai sistem kompetisi di antara partai politik. Partai politik -> pemimpin mampu mendapatkan dukungan masyarakat dan mendapatkan sumber-sumber kekuatan baru, sementara rakyat pada gilirannya mampu memusatkan kritikan dan membuat tuntutan atasnya.
FUNGSI REKRUTMEN POLITIK Rekrutmen dan seleksi kandidat, adalah komponen esensial dalam proses demokrasi. Rekrutmen politik melalui partai politik memiliki dua tahapan, yaitu seleksi dan nominasi. Seleksi kandidat adalah proses extralegal di mana partai politik menentukan siapa tokoh yang layak dan akan direkomendasikan masuk dalam daftar calon di surat suara (ballot). Nominasi kandidat adalah proses pencalonan legal, di mana otoritas penyelenggara pemilu (KPU) akan mengesahkan sejumlah orang tertentu yang diusulkan partai politik memenuhi kualifikasi sebagai calon dan kemudian akan mencetak nama-nama mereka dalam surat suara resmi (ballot).
MODEL SELEKSI Berdasarkan kategori tingkat efektifitas kontrol pengurus partai politik tingkat nasional, regional atau lokal dalam proses seleksi, proses seleksi di internal partai politik ada dua kecenderungan, yaitu model sentralisasi dan desentralisasi. Model seleksi tersentralisasi -> seleksi kandidat secara ekstrem ditentukan atau dipilih oleh kepengurusan partai politik tingkat nasional (sering dikenal dengan istilah Dewan Pengurus Pusat―DPP), tanpa partisipasi atau pengaruh dari pengurus partai politik tingkat regional atau lokal. Model seleksi desentralisasi -> seleksi kandidat ditentukan atau dipilih oleh kepengurusan partai politik tingkat regional atau tingkat lokal, tanpa partisipasi atau pengaruh dari pengurus partai politik tingkat nasional.
SISTEM PEMILU & MODEL SELEKSI Sistem perwakilan proporsional dengan wakil banyak (multimember district systems of proportional representation) -> kepengurusan partai politik tingkat nasional (national party agencies) akan memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pengurus tingkat regional atau lokal (local and regional party agencies). Sistem distrik berwakil tunggal (single-member district plurality systems) -> kepengurusan partai politik tingkat regional atau lokal akan memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pengurus tingkat nasional.
PARTISIPASI DALAM SELEKSI Berdasarkan kategori tingkat partisipasi dalam seleksi kandidat, ada dua kecenderungan yaitu model oligarkis dan partisipatif. Model seleksi oligarkis -> seleksi kandidat dilakukan dengan cara semua kandidat yang akan dinominasikan dalam pemilu ditentukan sendiri oleh pimpinan tunggal partai politik (a single party leader) atau ditentukan oleh sebuah tim kecil bentukan pimpinan partai politik (a small group of party leaders). Model seleksi partisipatif -> seleksi kandidat ditentukan oleh pilihan berdasarkan partisipasi pemilih anggota partai politik untuk menentukan nama-nama tokoh yang akan dinominasikan dalam pemilu, atau sering dikenal dengan model pemilu pendahuluan internal partai politik.
MASALAH Amanat undang-undang -> rekrutmen oleh partai politik harus menggunakan mekanisme yang “demokratis dan transparan”. Kecenderungan -> rekrutmen oligarkis dan tertutup. Pimpinan Pusat Partai Politik (DPP) cenderung mendominasi proses seleksi -> oligarkis dan sentralistis -> konsekuensi sistem proporsional? Metode pemberian suara -> sah pilih: (1) partai politik; (2) partai politik & calon; (3) calon. Metode penentuan calon terpilih -> peringkat perolehan suara terbanyak calon. Anggota Parlemen -> wakil partai politik (fraksi) atau wakil rakyat? -> mandate atau delegate atau trustee?
AGENDA PERBAIKAN Pemilu demokratis -> mendemokratiskan partai politik -> struktur & proses internal. Proses seleksi yang lebih terbuka akan semakin menjamin “sifat langsung” pemilihan, sedangkan “sifat langsung” pemilihan akan menjamin proses demokratisasi yang lebih maju. Model pertanggungjawaban -> kombinasi antara akuntabilitas partai politik & akuntabilitas anggota parlemen -> recall by party or by people?
PENYEDERHANAAN PARPOL PESERTA PEMILU Mengapa jumlah partai politik peserta pemilu perlu disederhanakan alias dikurangi? Bagaimana menyederhanakan jumlah partai politik peserta Pemilu?
TUJUAN PENYEDERHANAAN Menyederhanakan jumlah alternatif pilihan, sehingga tidak saja menjamin kemudahan bagi pemilih dalam memilah, menilai dan mengambil keputusan, tetapi juga memungkinkan para pemilih mengontrol partai politik peserta Pemilu yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat. Melakukan efisiensi biaya penyelenggaraan Pemilu.
PESERTA PEMILU 2014 Tiga Kategori Partai Politik Lingkup Nasional, yaitu: Sembilan Partai Politik yang memenuhi ambang-batas masuk DPR; Partai Politik Peserta Pemilu 2009 yang tidak memenuhi ambang-batas masuk DPR tetapi memiliki kursi di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Provinsi; atau Partai Politik Peserta Pemilu 2009 yang tidak memenuhi ambang-batas masuk DPR tetapi memiliki kursi di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Kabupaten/Kota di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Provinsi.
PESERTA PEMILU 2014 Partai Politik Lingkup Provinsi adalah Partai Politik Peserta Pemilu 2009 yang tidak memenuhi ambang batas masuk DPR, tidak memiliki kursi di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Provinsi, dan memiliki kursi di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Kabupaten/Kota di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Provinsi. Partai Politik Lingkup Kabupaten/Kota adalah Partai Politik baru yang oleh KPU dinyatakan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang (seperti lolos dalam verifikasi jumlah kepengurusan, jumlah anggota, dan pemilikan kantor tetap) menjadi Peserta Pemilu, tetapi hanya dapat menjadi Peserta Pemilu Anggota DPRD Kabupaten/ Kota di Kabupaten/Kota di mana partai politik tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang.
PESERTA PEMILU 2019 Partai Politik Lingkup Nasional (Peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) adalah: Partai Politik Lingkup Nasional Peserta Pemilu 2014 yang mencapai ambang batas masuk DPR; dan Partai Politik Lingkup Provinsi Peserta Pemilu 2014 yang memiliki kursi di sekurang- kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Provinsi. Partai Politik Lingkup Provinsi (yang dapat menjadi Peserta Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan Peserta Pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota) adalah Partai Politik yang memiliki kursi di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Kabupaten/Kota di 2/3 Provinsi. Partai Politik Lingkup Kabupaten/Kota (yang dapat menjadi Peserta Pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota) adalah: Partai Politik Lingkup Kabupaten/Kota Peserta Pemilu 2014 yang tidak memiliki kursi di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) DPRD Kabupaten/Kota di sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Provinsi; dan Partai Politik baru yang dinyatakan oleh KPU sebagai memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang menjadi Peserta Pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota hanya di kabupaten/kota partai politik itu memenuhi persyaratan.
Perolehan Kursi DPRD Provinsi Pemilu 2009 No. Parpol Jumlah Kursi DPRD Provinsi Jumlah Provinsi % 1. P Demokrat 363 33 100 2. P Golkar 348 3. PDIP 274 4. PKS 185 32 97 5. PAN 159 6. PPP 124 31 94 7. P Hanura 102 8. P Gerindra 101 9. PKB 65 24 73 10. PBB 37 19 58 11. PBR 27 16 48 12. PDS 15 45 13. PKPB 21 13 39 14. PPRN 10
Kompetisi Provinsi 2009 Perhitungan; 2/3 dari 33 DPRD Provinsi = 22 DPRD Provinsi = 66.67%. Dari data simulasi perolehan kursi partai di DPRD Provinsi tidak ada partai politik (tidak lolos 2,5% PT tingkat nasional) yang memenuhi syarat memiliki kursi di minimal 2/3 dari jumlah DPRD Provinsi. Partai terendah yang lolos 2,5% PT nasional adalah PKB dengan menguasai total 65 kursi DPRD Provinsi yang tersebar di 24 DPRD Provinsi atau 73% dari jumlah DPRD Provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil simulasi perolehan kursi partai politik di DPRD Provinsi, terdapat kaitan erat antara partai politik yang lolos 2,5% PT nasional (ambang batas masuk DPR) dengan penguasaan kursi DPRD Provinsi yang tersebar di 2/3 jumlah DPRD Provinsi di Indonesia. Bagi Partai politik yang lolos 2,5% PT nasional secara otomatis mampu menguasai kursi DPRD Provinsi yang tersebar pada 2/3 atau lebih dari jumlah DPRD Provinsi. Sedangkan bagi Partai Politik yang tidak lolos 2,5% PT nasional, secara otomatis tidak memiliki penguasaan kursi DPRD Provinsi yang tersebar pada 2/3 jumlah DPRD Provinsi. Jika ketentuan penguasaan 2/3 diturunkan hingga separuh atau 50%, berdasarkan hasil simulasi hanya satu partai politik saja yang memenuhi syarat tersebut yaitu PBB. Artinya, meskipun dilakukan penurunan syarat dari 2/3 menjadi setengah, tidak terjadi penambahan jumlah partai politik sebagai peserta pemilu secara signifikan.
Parpol di Parlemen Jumlah partai politik di DPR mengalami penurunan dari 16 menjadi 9 partai politik karena penerapan ambang-batas masuk DPR (PT 2,5%) pada tahun 2009. Jumlah ini masih dianggap terlalu banyak dan juga komposisi perolehan kursi dianggap terlalu berimbang sehingga memerlukan 4 atau lebih partai politik berkoalisi untuk mencapai lebih dari 50% kursi DPR. Komposisi perolehan kursi di DPR hasil Pemilu 2009 adalah Partai Demokrat 148 kursi, Partai Golkar 108 kursi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 93 kursi, PKS 59 kursi, PAN 42 kursi, PPP 39 kursi, PKB 26 kursi, Partai Gerindra 30 kursi, dan Partai Hanura 15 kursi. Dampak negatif bagi sistem politik demokrasi: Pertama, interaksi antar partai/fraksi di DPR dan DPRD cenderung lebih bersifat kolutif (kartel, transaksi, atau bancaan) pasal, anggaran, atau posisi demi kepentingan elit partai daripada bersifat kompetitif demi kepentingan konstituen dan bangsa. Kedua, pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah yang tidak efektif. Pemerintahan tidak efektif antara lain karena pemerintah/pemda tidak memiliki dukungan yang solid dari DPR/DPRD-> pemerintahan terbelah.
Tujuan Penyederhanaan Parpol di Parlemen Pertama, membangun sistem kepartaian pluralisme moderat yang antara lain ditandai oleh karakteristik berikut: partai politik dikelola sebagai badan publik yang demokratik, jumlahnya tidak terlalu sedikit tetapi tidak terlalu banyak, jarak ideologi antar partai tidak terlalu jauh sehingga masih memungkinkan mencapai kesepakatan, dan melaksanakan fungsi representasi politik yang formalistik (electoral representation) dan substantif tetapi akuntabel kepada konstituen. Kedua, membangun suatu sistem perwakilan rakyat yang terdiri atas sekitar 5 (lima) partai politik yang berinteraksi secara kompetitif antara koalisi dua atau tiga partai yang memerintah berdasarkan Visi, Misi dan Program Pembangunan Bangsa yang tidak saja sudah disepakati bersama tetapi juga sudah mendapat pengakuan dari mayoritas pemilih dengan koalisi dua atau tiga partai politik yang bertindak sebagai oposisi berdasarkan Visi, Misi dan Program Pembangunan Bangsa yang disepakati bersama (pola interaksi moderat). Ketiga, menciptakan pemerintahan presidential dan pemerintahan daerah yang efektif untuk mewujudkan kehendak rakyak sesuai dengan Visi, Misi dan Program Pembangunan yang dijanjikan kepada rakyat pada masa kampanye Pemilu. Pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah yang efektif tersebut, antara lain, dicapai dengan dukungan yang solid dari DPR kepada presiden dan dari DPRD kepada Kepala Daerah sehingga tidak saja tidak terjadi pemerintahan terbelah antara legislatif dan eksekutif pada tingkat nasional dan antara DPRD dan Kepala Daerah di daerah tetapi juga apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan sesuai dengan kehendak rakyat.
PENYEDERHANAAN PARPOL DI PARLEMEN Memperkecil Daerah Pemilihan dari 3-10 dan 3-12 menjadi 3-6 kursi per Dapil DPR dan DPRD. Penerapan kategori sisa suara dalam arti sempitPembagian kursi di setiap Dapil kepada partai politik peserta Pemilu dilakukan berdasarkan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), sedangkan sisa kursi dialokasikan kepada partai politik peserta Pemilu berdasarkan urutan sisa suara terbanyak. Yang dimaksud dengan sisa suara adalah jumlah suara yang tertinggal setelah dibagi dengan BPP. Pemberlakuan parliamentary threshold 2,5% diperluasDPR, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota. Pemisahan jadwal pemilu nasional dengan pemilu lokal.
Penyederhanaan Jadwal Pemilu Pemilu serentak nasional. Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif. Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Pilihan Model -> Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah.
Pemilu Serentak Nasional KEKUATAN Kodifikasi peraturan perundang-undangan gampang. Sangat efesien. KELEMAHAN - Tidak mengurangi kerumitan pemilu legislatif. - Kerumitan semakin bertambah oleh pemilu eksekutif. - Pemilih semakin bingung dengan posisi politiknya. - Konfigurasi politik tidak jelas, politik membingungkan. - Bloking politik tidak terbentuk, politik transaksional. - Pemerintahan tidak efektif bekerja.
Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif KEKUATAN Kodifikasi peraturan perundang-undangan gampang. Penyelenggaraan lebih mudah dilakukan karena tinggal - Blocking politik tak terbentuk, transaksional. - Pemerintahan tidak efektif bekerja. - Konfigurasi politik tidak jelas. - Menambah kerumitan baru pemilu eksekutif. - Tidak mengurangi kerumitan pemilu legislatif. KELEMAHAN
Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah KEKUATAN Penyelenggaraan lebih sederhana. Pemilih lebih mudah bersikap rasional. Penyelenggara pemilu bisa disederhankan. Partai politik lebih bisa dikontrol. Konfigurasi politik lebih sederhana. Bloking politik mudah terjadi. Memperkecil politik transaksional. Pemerintahan bisa lebih efektif. - Partai dan pemilih belum terbiasa. - Kodifikasi peraturan butuh waktu. KELEMAHAN
Agenda Politik Nasional TAHUN I TAHUN II TAHUN III TAHUN IV TAHUN V Partai Pemilu Nasional: pencalonan, kampanye, Evaluasi Persiapan pemilu daerah Pemilu Daerah: pen-calonan, kampanye. Evaluasi, Konsolidasi Internal: munas kongres dll. Persipan pemilu nasional Penjajakan Koalisi KPU/ KPUD Pelaksanaan tahapan Sengketa pilkada Pelantikan Evaluasi Prencanaan Persiapan Rekrutmen Prencanaan Pemilu Nasional Pemilih Pengumumn DPT Pendaftaran Evaluasi penduduk dan pemilih
Simulasi Pemilu Nasional & Daerah ISU 2014 (Juni) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 Pemilu Nasional, Juni Pemilu Daerah, Juni Pemilu Daerah, Juni Jenis Pemilih Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilihan Anggota DPRD dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pemilihan Anggota DPRD dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Perubahan Jadwal Pemilu Legislatif Pemilihan Anggota DPR Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota se-Indonesia diundur ke Pemilu Daerah Juni 2016 Perubahan Jadwal Pemilu Kada Pemilu Kada 8 Provinsi dan 215 Kabupaten/ Kota diundur ke Pemilu Daerah Juni 2016 Pemilu Kada dengan Pembatasan Masa Jabtan Pemilu Kada 3 Provinsi dan 10 Kabupaten/ Kota setelah Juni 2016 tetap berlangsung, tapi masa jabatan kepala daerah terpilih dibatasi hingga Agustus 2021 Pemilu Kada 6 Provinsi dan 29 Kabupaten/ Kota tetap berlangsung, tapi masa jabatan kepala daerah terpilih dibatasi hingga Agustus 2021 Pemilu Kada 12 Provinsi dan 141 Kabupaten/ Kota tetap berlangsung, tapi masa jabatan kepala daerah terpilih dibatasi hingga Agustus 2021
TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN SEMOGA MANFAAT SEKIAN TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN SEMOGA MANFAAT