ِ HUKUM-HUKUM JUAL BELI
Definisi Jual Beli
APA YANG DIMAKSUD JUAL BELI? Secara bahasa : أَخْذُ شيءٍ وَإِعْطَاءُ شيءٍ مِنَ اْلبَاعِ التي تُمَدُّ mengambil sesuatu dan memberi sesuatu, diambil dari : al-baa’u (tangan) yang diulurkan. Bisa juga bermakna “muthlaq al-mubadalah” (pertukaran) Secara istilah : مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلى سَبِيْلِ التَّرَاضِي “Pertukaran harta dengan harta atas dasar kerelaan” أَوْ نَقْلُ مِلْكٍ بِعِوَضٍ عَلى اْلوَجْهِ اْلمَأْذُوْنِ فِيْهِ Atau “Perpindahan kepemilikan sesuai dengan cara yang diizinkan (oleh syari’ah)” (lihat Fiqh al-Sunnah dan Shahih Fiqh al-Sunnah)
حكم البيع وأدلته HUKUM JUAL BELI dan DALIL-DALILNYA Hukum Jual beli “jaiz/boleh” berdasarkan al- Qur’an, al-Sunnah, Ijmak dan Qiyas (وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْ) [البقرة : 275] (لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَن تَبۡتَغُواْ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّكُمۡۚ فَإِذَآ أَفَضۡتُم مِّنۡ عَرَفَٰتٖ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ عِندَ ٱلۡمَشۡعَرِ ٱلۡحَرَامِۖ وَٱذۡكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمۡ وَإِن كُنتُم مِّن قَبۡلِهِۦ لَمِنَ ٱلضَّآلِّينَ ١٩٨ ) [البقرة : 198] (يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا ٢٩ ) [النساء : 29]
حكم البيع وأدلته HUKUM JUAL BELI dan DALIL-DALILNYA عَنْ نَافِعٍ عَنْ اِبْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : (اَلْبَيِّعَانِ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِاْلخِيَارِ عَلَى صَاحِبِهِ، مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، إلا بيعَ الخيار) [رواه البخاري ومسلم واللفظ لمسلم] عن حكيم بن حِزامٍ عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (اَلْبَيِّعَانِ بِاْلخِيَارِ، مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فإن صدقا وبيَّنَا بورك لهما في بيعهما، وإن كَذَبَا وكتما مُحِقَ بركة بيعهما) [رواه البخاري ومسلم واللفظ لمسلم]
حكم البيع وأدلته HUKUM JUAL BELI dan DALIL-DALILNYA Ijmak : Ulama telah sefakat akan kebolehan jual beli secara umum. Qiyas : karena kebutuhan manusia menuntut hal tersebut. (Lihat al-Mulakhkhash al-Fiqhy dan Shahih Fiqh al-Sunnah)
KAPAN JUAL BELI DIANGGAP SAH? JUAL BELI SAH JIKA TERPENUHI RUKUN DAN SYARATNYA
RUKUN-RUKUN JUAL BELI Pendapat pertama : ijab dan qabul adalah asal semua akad (jual beli, sewa menyewa, nikah, dll) karena dia lebih menunjukkan pad ”التراضي“ Ini adalah pendapat al-Syafi’I, salah satu pendapat dalam madzhab Ahmad, dan jumhur Ijab (الإيجاب) : lafazh yang berasal dari penjual, misalnya : saya menjual Qabul (القبول) : lafazh yang berasal dari pembeli, misalnya : saya membeli
Pendapat kedua : Jual beli dengan “perbuatan/sikap” yang menunjukkan jual beli (bai’ al-mu’athah) pada barang-barang yang murah. (Pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Juraij, salah satu pendapat dalam madzhab Ahmad dan al-Syafi’i) Contoh : Pembeli datang ke minimarket dan mengambil barang-barang yang dibutuhkan, lalu membayar di kasir sesuai dengan harga yang tertera pada barang, tanpa pembicaraan sedikitpun antara pembeli dan kasir
Pendapat ketiga : Jual beli sah dengan tiap perkataan atau perbuatan yang menunjukkan pada maksud jual beli. (Pendapat dalam madzhab Imam Malik, Ahmad, dan salah satu riwayat dari Abu Hanifah dan sebagian ulama al-Syafi’iyah) القاعدة الفقهية : العبرة في العقود للمقاصد والمعاني لا للألفاظ والمباني Yang menjadi dasar dalam akad-akad adalah maksud dan makna (yang diinginkan), bukan pada lafazh
SYARAT-SYARAT JUAL BELI Syarat pada pelaku akad jual beli (penjual dan pembeli) Syarat pada barang yang dijual dan alat tukar (harga )
1. SYARAT PADA PELAKU AKAD JUAL BELI (PENJUAL DAN PEMBELI) جائز التصرف : merdeka, berakal, rusyd, bukan budak, anak-anak, tidak gila, idiot (سفه) (QS 4:6) التراضي kerelaan antara keduanya (QS 4:29) Keduanya adalah pemilik atau bertindak sebagai pemilik (wakil) قال صلى الله عليه وسلم لحكيم بن حِزَام : (لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ) [أخرجه الترمذي وأبو داود والنسائي وابن ماجه] “Jangan kamu menjual apa yang bukan milikmu”
2. SYARAT PADA BARANG YANG DIJUAL DAN ALAT TUKAR مُبَاحُ اْلاِنْتِفَاعِ Boleh dimanfaatkan Bisa diserahkan. Contoh : tidak menjual barang yang dirampas orang lain Ma’lum (diketahui ) pada saat akad : barang dan harga jelas Maqbudh (sudah dipegang) (lihat al-Mulakhkhash al-Fiqhy dan Fiqh al-Sunnah)
MAKNA AL-QABDH Al-takhliyah : Untuk benda yang tidak bisa dipindahkan (العقار) Untuk benda yang bisa dipindahkan (makanan, pakaian,dll) : dengan menyempurnakan timbangan dan takaran jika bisa ditakar dengan memindahkan dari tempatnya jika berupa jizaf /juzaf/jazaf (tidak diketahui takaran, timbangan secara rinci) عَنْ نَافِعٍ عَنْ اِبْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : (مَنْ اشْتَرَى طَعَاماً فَلاَ يَبِعْهُ حَتى يَسْتَوْفِيَهُ) وفي رواية : (وَيَقْبِضَهُ). عن سالم عَنْ اِبْنِ عُمَرَ أنهم كانوا يُضْرَبُوْنَ على عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اشْتَرَوْا طَعَاماً جِزاَفاً أَنْ يَبِيْعُوْهُ فِيْ مَكَانِهِ حَتى يُحَوِّلوْه) [أخرجه البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي واللفظ لمسلم] Kembali ke ‘urf untuk selain hal itu (lihat fiqh al-sunnah dan al-Minhaj Syarh Shahih Muslim)
KENAPA HARUS ADA AL-QABDH Karena barang yang belum dipegang (oleh pembeli) masih menjadi tanggungan penjual (jika rusak), jika pembeli menjualnya kembali maka dia mendapat untung padahal tidak menanggung kerugian Jika barang rusak di tangan penjual (pertama) tanpa diketahui pembeli (penjual kedua) maka bisa terjatuh pada gharar
SEBAB JUAL BELI DILARANG 1) Adanya unsur riba : (fadhl, nasi-ah), termasuk riba al-qardh 2) Adanya unsur gharar (tidak diketahui akibatnya) dan jahalah, contoh munabadzah, mulamasah, menjual buah yang belum matang di atas pohon, menjual barang yang tidak dimiliki, dll 3) Adanya dharar atau khida’ : menjual di atas penjualan saudaranya, najisy (menambah harga bukan untuk membeli), adanya gisy (kecurangan), menimbun, membeli sebelum masuk pasar
SEBAB JUAL BELI DILARANG 4) Haram karena zatnya : jual khamar, bangkai, babi, berhala, dll 5) Dilarang karena sebab lain : jual beli pada saat adzan jum’at, jual senjata pada masa fitnah, jual sari buah untuk dibuat khamr, jual beli di mesjid