Peran Agroindustri Dalam Memperkuat Ketahanan Pangan
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Agroindustri juga disebutkan sebagai suatu perusahaan yang memproses bahan nabati maupun hewani yang dalam prosesnya juga termasuk pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi.
Dari pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri merupakan bagian dari lima subsistem agribisnis yang meliputi subsistem : 1.Penyediaan sarana produksi & peralatan. 2.Usaha tani 3.Pengolahan hasil 4.Pemasaran. 5.Sarana dan pembinaan.
Agroindustri juga dimaksudkan sebagai bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen. Dengan demikian, agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) antara produksi, pengolahan,pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran & distribusi produk pertanian.
Agroindustri dengan demikian mencakup industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan & Mesin Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP). Produk agroindustri dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku Industri lainnya.
Dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Tercapainya ketahanan pangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran agroindustri, terutama dalam menyediakan bahan pangan yang bermutu, aman dan beragam.
Ada tiga pilar dalam ketahanan pangan yang meliputi aspek ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi, dan stabilitas (stability) yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat. Apabila ketiga pilar ketahanan pangan terpenuhi, maka masyarakat atau rumah tangga tersebut mampu memenuhi ketahanan pangannya masing-masing.
Dalam UU No.7/1996 tentang Pangan diamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Hal ini dapat diartikan bahwa ketahanan pangan tidaklah sepenuhnya dapat diserahkan pada mekanisme pasar seperti yang dilakukan oleh sebagian negara maju dan liberal. Apabila hal ini ditempuh maka dapat berakibat buruk pada kelompok miskin yang jumlahnya masih dominan.
Dari sisi keragaman pangan juga masih ada masalah yang perlu diperhatikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa beras menduduki peringkat pertama sebagai komoditas yang banyak dibeli dan dikonsumsi. Program diversifikasi yang dicanangkan pemerintah masih belum optimal dilaksanakan secara menyeluruh sehingga konsumsi beras masih tetap meningkat.
Banyak alasan konsumen lebih memilih beras daripada pangan lain. Pilihan ini rasional karena beras memiliki keunggulan dibanding pangan lain dilihat dari berbagai aspek. (1) Beras mudah diperoleh. Hampir di setiap pasar dapat ditemukan beras yang dijual pedagang. (2) Beras mudah dibawa dan diangkut dengan kemasan yang sederhana. (3) Beras mudah disimpan tanpa harus memerlukan perlakuan khusus. (4) Beras mudah diolah dan dimasak tanpa proses yang rumit atau harus menambahkan berbagai bahan lain, cukup air. (5) Beras enak dimakan karena rasanya gurih atau apabila hanya dimakan dengan lauk sederhana. (6) Beras juga memiliki kandungan gizi yang lebih lengkap dan tinggi dibanding pangan lain untuk berat yang sama.
Tabel kadar gizi per 100 gram bahan Jenis bahan pangan Energi (kalori) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Bagian yg dpt dimakan (%) Tepung sukun 302 3.6 0.8 78.9 100 Sukun 108 1.3 0.3 28.2 70 Beras 360 6.8 0.7 Jagung kuning 129 4.1 30.3 28 Ubi kayu 146 1.2 34.7 75 Ubi Jalar 123 1.6 27.9 86 Kentang 83 2.0 0.1 19.1 85