ISU-ISU LAIN.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
POKOK – POKOK PTUN & BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Advertisements

MK DAN KEWENANGAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NRI TAHUN 1945 UUD 1945 KY DPR DPD MPR BPK
Oleh Juri Ardiantoro Komisi Pemilihan Umum RI
Menyemai Kesadaran Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM
PRAKTEK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
LEMBAGA NEGARA DARI SISI FUNGSINYA
Impeachment atau Pemakzulan
UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARPOL
TIMELINE PENYELENGGARAAN PEMILU 2019
Pilkada serentak: Peluang dan tantangan
FUNGSI LEGISLASI DI INDONESIA
bhn 8 hukum administrasi negara Semester IV Hukum Administrasi Negara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DPR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB VII Fungsi, Wewenang, dan Hak
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Sisitim ketatanegaraan Republik Indonesia
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD
PENGATURAN POLITIK UANG DALAM UU PILKADA
KODIFIKASI PKPU TENTANG PENCALONAN PEMILIHAN GUBERNBUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA.
OLEH ALI NURDIN, SH, ST ADVOKAT, PENDIRI DAN MANAGER ADVOKASI
HUKUM ACARA PHPU (berdasarkan UU MK dan Peraturan MK)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
PERATURAN DAERAH Muchamad Ali Safa’at.
RAPAT KERJA PENYULUHAN/PEMBEKALAN DAN EVALUASI PERATURAN KPU DAN PRODUK HUKUM TERKAIT PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN.
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PERESMIAN PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA DPRD KABUPATEN/KOTA.
KELOMPOK BAB 3 Menganalisis Kewenangan Lembaga-Lembaga
Materi: Sistem Pembagian Kekuasaan
LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
Materi Ke-11: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / III
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA
Fungsi, Wewenang, dan Hak
Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraa Republik Indonesia
Apa dan Mengapa Demokrasi?
PEMILU KEPALA DAERAH DAN UPAYA PENGUATAN DEMOKRASI
HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
Kelompok 1 Cahaya Mentari Herdina Budiono Ghanef Rayyan Hanisfy
PERSOALAN HUKUM DALAM PEMILIHAN GUBERNUR dan WAKIL GUBERNUR TAHUN 2018
Ketatanegaraan Indonesia Sebelum & Sesudah Amandemen UUD 1945
Oleh: Yesi Marince, S.IP., M.Si Sesi 4
SISTEM PEMBAGIAN NEGARA KEKUASAAN PEMERINTAH
Pemilu di Indonesia Tahun 2004
FAKULTAS HUKUM UNNES Muhammad Rezza Silvia Kumalasari
"LEMBAGA NEGARA" Ericson Chandra.
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
Pergeseran Kedudukan Eksekutif Di Indonesia.
NEGARA DAN KOSTITUSI “ AMANDEMEN” Sayoto Makarim
PERADILAN Tata Usaha Negara
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP APARATUR PEMERINTAH DAERAH DARI JERATAN PIDANA MELALUI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO 48 TAHUN 2016 Drs. TRI YUWONO, M.Si.
PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI. ASAS DAN SUMBER HUKUM ACARA MK Pembahasan: Asas-Asas Hukum Acara MK Sumber Hukum Acara MK.
DISUSUN OLEH : KELOMPOK : 1 1. SARA STEFANY TAMUBOLON ARIFAH ZUHRO ANDIK GUNAWAN 4. ADLI 5. ALFRINDO SINAGA.
MAHKAMAH AGUNG (MA) MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) KOMISI YUDISIAL (KY)
LEMBAGA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT & DEWAN PERTIMBANGAN DAERAH
LEMBAGA MPR, PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
SOSIALISASI PELANGGARAN PEMILU Zulham Efendi Irfan. BADAN PENGAWAS PEMILU PROVINSI ACEH
Transcript presentasi:

ISU-ISU LAIN

Permasalahan Tidak Terselesaikan Independensi Penyelenggara Pemilu Tahap Pencalonan Peran Pemeirntah Daerah

Permasalahan Tidak Terselesaikan (di UU 8/2015) Definisi Pemilih Pasal 1 angka 6 Ketentuan “sudah/pernah kawin” sudah tidak relevan untuk digunakan dalam mengklasifikasi pemilih. Sebagian besar negara-negara demokrasi hanya mengklasifikasikan pemilih melalui umur saja. Selain itu, ketentuan kawin dapat berpotensi untuk mendorong pernikahan dini Pemilih Disabilitas Mental Pasal 57 angka 3 huruf a Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya  Ketentuan itu membatasi penyandang disabilitas mental untuk menggunakan hak pilihnya. Dalam Pasal itu yang diatur adalah tahap pendaftaran, bukan pada saat pelaksanaan pencoblosannya. Disabilitas mental tidak semuanya permanen, sehingga seharusnya tetap terdaftar sebagai pemilih, walau dalam pencoblosan tetap perlu penilaian dari dokter atau perawat mengenai kelayakan penyandang disabilitas mental mampu menggunakan hak pilihnya atau tidak. Batasan itu tidak dikenal dalam ketentuan mengenai pemilu lainnya, khususnya dalam UU 42 /2008 tentang pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden. Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu Pasal 158 waktu untuk mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK sangat singkat, hanya 3x24 jam. Hal ini menyulitkan bagi daerah-daerah yang ada di Indonesia Timur karena terpengaruh oleh kondisi geografis, transportasi, dan komunikasi batasan persentase selisih hasil untuk mengajukan gugatan ke MK yang menyebabkan MK tidak melihat proses pilkada secara utuh hanya melihat dari sisi hasil penghitungan saja. Akibatnya seluruh gugatan yang masuk dimana selisih persentasenya melewati batasan ditolak oleh MK dan MK tidak memberikan kesempatan kepada para pemohon untuk memberikan argumentasinya. adanya perbedaan cara menghitung selisih persentase hasil antara MK dan pasangan calon. akibat perbedaan penghitungan tersebut, beberapa daerah yang harusnya bisa diperiksa permohonannya justru tidak diterima seperti: Kab Ketapang, Kab Kapuas Hulu, Mahakam Hulu, Kutai Timur, Waropen, dan Batang Hari. Problemnya adalah tidak ada hukum acara untuk pemeriksaan ambang batas, apakah akan diputuskan setelah mendengarkan pokok permohonan atau sejak awal sudah menggugurkan permohonan.

Independensi Kelembagaan Pembentukan Peraturan KPU Pasal 9 huruf a KPU berwenang menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat Pembentukan Peraturan adalah kewenangan KPU sebagai pelaksanaan fungsinya yang sudah diatur dalam UUD 1945  Kedudukan KPU independen dan dasar kewenangannya diatur dalam UUD 1945, sehingga tidak dapat diintervensi oleh pemegang kekuasaan lain, terutama legislatif dan eksekutif.

Pencalonan Syarat adminIstratif Persentase Dukungan Calon perseorangan Pasal 7 huruf i Ketentuan bahwa calon tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dapat memungkinkan terjegalnya calon yang mantan terpidana. Padahal Putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa mantan narapidana dapat menjadi calon kepala daerah. Pasal 7 huruf o Dalam Pasal ini untuk menjadi calon wakil gubernur/bupati/walikota, seseorang harus belum pernah menjabat sebagai gubernur/bupati/walikota. Pasal ini menghilangkan hak seorang gubernur untuk menjadi wakil gubernur pada periode berikutya, padahal tidak ada asas atau pasal yang bertentangan dengan hal tersebut. Secara konsep, di berbagai peraturan (misalnya bagi jabatan presiden dan wakil presiden-Pasal 7 UUD 1945-) yang dilarang adalah untuk menduduki jabatan yang sama selama dua periode berturut-turut. Tanpa membedakan posisi sebagai presiden atau wakil. Persentase Dukungan Calon perseorangan Pasal 41 ayat (1) dan (2) Range persentase dukungan untuk calon perseorangan terlalu tinggi (6,5%-10%), seharusnya sudah cukup dalam range 2%-5% Verifikasi Faktual Calon Perseorangan Pasal 48 ayat (3b) Waktu tiga hari untuk melakukan verifikasi faktual, yaitu menemui langsung pendukung calon perseorangan, terlalu singkat. Ketentuan ini sebelumnya diberikan waktu selama 14 hari

Peran Pemerintah Daerah Penggunaan APBD Pasal 166 Pembebanan anggaran penyelenggaran Pilkada kepada APBD dapat berdampak pada tersendatnya proses pencairan, yang dapat memicu ketidakpastian penyelenggaran pilkada. Untuk Pilkada 2017 secara siklus anggaran pembiayaan pilkada tidak dapat dibebankan ke APBN karena pembahasan APBN sudah dilakukan di 2016. Namun dapat mendorong untuk Pilkada 2018 dapat dibebankan ke APBN. Selain itu perlu ada kepastian tersedianya anggaran untuk daerah yang menyelenggarakan pilkada di 2017. Pengisian Kekosongan Wakil Kepala Daerah Pasal 176 Ada dua kekeliruan konsepsi ketatanegaraan dalam Pasal ini. Pertama, mengenai pengusulan calon wakil kepala daerah oleh partai politik ketika terjadi kekosongan ditengah masa jabatan; dan Kedua, diberikannya kewenangan pemutus terakhir kepada DPRD untuk menentukan wakil kepala daerah pengganti. Partai Politik seharusnya tidak terlibat dalam proses karena wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat sebagai satu pasangan calon dengan kepala daerah. Hal itu dapat dipersamakan dengan pengisian jabatan Wakil Presiden ditengah masa jabatan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UUD 1945. Dalam Pasal itu, yang menentukan calon Wakil Presiden pengganti adalah Presiden langsung, yang mendapat mandat langsung dari rakyat melalui mekanisme Pemilu. Pemutusnya adlalah MPR. “2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.” Untuk pemutus akhir seharusnya bukan DPRD, mengingat pada dasarnya kedudukan Wakil Kepala Darah dan DPRD adalah setara, bahkan berada dalam satu tubuh “Pemerintahan Daerah”. Apabila menggunakan konsep Pasal 8 ayat (2) UUD 1945, maka seharusnya yang memutus terakhir pengisian wakil kepala daerah adalah Presiden yang melantik jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah diawal masa jabatan.

Peran Pemerintah Daerah Keterkaitan dengan Pemda Pasal 71 ayat (2) Pasal ini memotong kewenangan “prerogative” kepala daerah untuk memilih aparaturnya di tingkat daerah. Selain itu, hal ini berpotensi untuk memberi ruang terlalu besar (abuse) campur tangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan adanya mekanisme persetujuan menteri. Pasal 71 ayat (3) Seharusnya Pasal ini tidak hanya diberikan jangka waktu selama enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, melainkan seluruh program dan kegiatan pemerintah daerah dilarang untuk digunakan sebagai kegiatan pemilu. Selain itu, pasal ini berpotensi tumpang tindih dan kontraproduktif dengan pasal 133A tentang kewajiban mengembangkan kehidupan demokrasi berupa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.