MATA KULIAH : KIMIA DASAR BOBOT SKS : 4 SEMESTER : GENAP 2010/2011 DOSEN PENGASUH : IRNANDA PRATIWI KODE MK : FT – 213
LARUTAN; ELEKTROLIT DAN BUKAN ELEKTROLIT Suatu larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan bahkan dengan mikroskop optis sekalipun Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang terpisah.
Pelarut (Solvent) Larutan Zat terlarut (Solute) Solvasi adalah antar aksi molekul-molekul pelarut dengan partikel-partikel zat terlarut untuk membentuk agregat (gugusan) Bila suatu zat terlarut yang larut dalam satu pelarut di ekstraksi ke dalam suatu pelarut lain, maka proses itu dinamakan ekstraksi pelarut
Satu cara untuk menyatakan banyaknya partikel adalah dalam banyaknya mol zat terlarut dan pelarut. Bagian pecahan dari jumlah total mol yang bersangkutan dengan zat terlarut adalah fraksi mol zat terlarut Bagian pecahan dari jumlah total yang bersangkutan dengan pelarut ialah fraksi mol pelarut. Fraksi mol yang dikalikan 100 adalah persen mol
Contoh : hitunglah fraksi mol etil alkohol (C2H5OH) dan air dalam suatu larutan yang terbuat dengan melarutkan 13,8 g alkohol ke dalam 27 g air. Banyaknya mol C2H5OH Banyaknya mol H2O Jumlah total mol = 0.3 mol + 1.5 mol = 1.8 mol
Fraksi mol C2H5OH Fraksi mol H2O Seperenam (0 Fraksi mol C2H5OH Fraksi mol H2O Seperenam (0.167) dari semua molekul dalam larutan itu adalah molekul etil alkohol. Perhatikan bahwa jumlah fraksi mol zat terlarut dan pelarut haruslah sama dengan satu Fraksi mol H2O = 1 - Fraksi mol C2H5OH = 1 – 0.167 = 0.833
Molalitas dari suatu larutan adalah jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut. Contoh : hitunglah molalitas suatu larutan yang dibuat dengan melarutkan 262 gr etilena glikol, (C2H6O2) , dalam 8000 gr air? molalitas, m
Contoh : 1,2 g MgSO4 dilarutkan ke dalam 100 g air Contoh : 1,2 g MgSO4 dilarutkan ke dalam 100 g air. Berapa molalitas konsentrasi larutannya ?
Molaritas (M) suatu larutan adalah banyaknya mol zat terlarut per liter larutan. Contoh : Hitunglah molaritas suatu larutan yang dibuat dengan melarutkan 4 gr Kalsium Bromida (CaBr2) dalam air secukupnya untuk memperoleh 200 mL larutan.
Contoh : 1,2 g MgSO4 dilarutkan ke dalam air sampai volumenya menjadi 100 mL. Berapa molar konsentrasi larutannya ?
Contoh : suatu larutan dipersiapkan dengan melarutkan 22,4 gr MgCl2 dalam 0,2 L air. Jika rapatan (density) air murni 1 gr/cm3 dan rapatan larutan yang dihasilkannya 1,089 gr/cm3, hitunglah fraksi mol, molaritas dan molalitas MgCl2 dalam larutan ini.
Untuk menghitung molalitas, pertama – tama kita harus menentukan volume larutan. Massanya 200 gr air + 22,4 gr MgCl2 = 222,4 gr ; dan rapatannya 1,089 gr/cm3 ,sehingga volumenya adalah :
Perhatikan reaksi redoks berikut : 2 Al + 3 Cl2 2 AlCl3 0 +3 Normalitas (N) dari suatu larutan adalah banyaknya ekivalen zat terlarut per liter larutan. Bobot ekivalen adalah bobot zat yang ekivalen satu sama lain dalam reaksi-reaksi kimia . Perhatikan reaksi redoks berikut : 0 0 +3 -1 2 Al + 3 Cl2 2 AlCl3 0 +3 Oksidasi : Al Al + 3e- 0 -1 Reduksi : Cl2 + 2e- 2 Cl
Untuk tiap mol zat pereduksi, aluminium ,yang mengalami oksidasi menjadi Al (+3), 3 mol elektron dilepaskan. Banyaknya aluminium yang diperlukan untuk melepaskan 1 mol elektron adalah 26,98 g/3 = 8,99 g 0 +3 1/3 Al 1/3 Al + e- 1/3 mol , 8.99 g 1/3 mol , 8.99 g 1 mol Untuk tiap mol zat pengoksid ,klor, yang mengalami redusksi menjadi Cl(-1), diperoleh 2 mol elektron. Banyaknya klor yang diperlukan untuk memperoleh 1 mol elektron adalah 70,906 g/2 = 35,543 g 0 -1 1/2 Cl2 + e- 1/2 Cl2 1/2 mol , 35.453 g 1 mol 1/2 mol , 35.453 g
Bobot ekivalen dari zat pengoksid atau pereduksi adalah bobot zat itu yang diperlukan untuk memperoleh ataupun melepaskan 1 mol elektron. Dalam contoh di atas, bobot ekivalen Al adalah 8.99 g ; bobot ekivalen Cl2 adalah 35.453 g Contoh : hitunglah bobot ekivalen dari tiap pereaksi dalam reaksi redoks berikut : MnO2 + 4HCl MnCl2 + Cl2 + 2H20 Reaksi-setengah oksidasi reduksi untuk menunjukkan lepasnya atau diperolehnya 1 mol elektron : -1 0 Oksidasi : Cl ½ Cl2 + e- 1 mol ½ mol 1 mol
+4 +2 Reduksi : ½ Mn + e- ½ Mn Bobot ekivalen Cl (-1) adalah bobot 1 mol, atau 35,5 g. dapat juga dirujuk pada bobot HCl yang mengandung bobot klor ini, sebagai bobot ekivalen HCl atau 36,5 g Bobot ekivalen Mn (+4) adalah bobot ½ mol atau 27,47 g. dapat juga dirujuk bobot MnO2 yang mengandung bobot mangan ini, sebagai bobot ekivalen MnO2, atau ½(86,94 g)= 43,47 g
Terhadap zat pengoksid ataupun zat pereduksi, suatu larutan sati-normal(1N) mengandung satu bobot ekivalen, atau cukup satu ekivalen, per liter larutan. Suatu larutan 0,5 N mengandung setengah ekivalen per liter dan seterusnya, secara matematis , Dengan g/ekiv adalah bobot ekivalen (dalam gram) dari zat itu.
Elektrolit dan bukan elektrolit Jika senyawaan lelehan atau larutannya itu menghantar arus listrik, maka senyawaan itu disebut elektrolit jika tidak, senyawaan itu adalah bukan elektrolit Semua senyawaan ion yang melarut ke dalam air akan membentuk larutan elektrolit, sedangkan senyawaan yang larut dalam air ada yang elektrolit ada pula yang bukan elektrolit. Suatu cara yang lebih tepat untuk memberikan suatu reaksi yang dipisahkan oleh molekul-molekul air adalah dengan persamaan ion.
Untuk elektrolisis larutan air (dari) tembaga klorida, reaksi katode dan anode dapat dijumlahkan untuk memberikan persamaan ion berikut : Cu2+ + 2Cl- Cu + Cl2 Larutan ion timbul dari dua sumber : senyawaan ion dan senyawaan kovalen polar Senyawaan ion tersusun dari ion-ion, bahkan bila bentuknya padat dan kering sekalipun. Namun hanya bila zat-zat semacam itu dilelehkan atau dilarutkan dalam suatu pelarut, maka ion-ion itu bebas untuk berpindah ke anode atau katode. Semua senyawaan ion adalah elektrolit.
Larutan bukan elektrolit 4 sifat fisika yang penting yang berubah secara perbandingan lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut terdapat Tekanan uap Titik beku Titik didih Tekanan osmosis sifat yang bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dan tidak pada macamnya, dirujuk sebagai sifat koligatif
Hukum sifat koligatif : selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku dan titik didih pelarut murni berbanding langsung dengan konsentrasi molal/zat terlarut Tekanan uap suatu larutan ideal diperikan oleh hukum Raoult, yaitu tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama dengan fraksi mol kali tekanan uap dari komponen murni; atau Dengan PA adalah tekanan uap yang dilakukan oleh komponen A dalam larutan, XA adalah fraksi mol komponen A dan PA ˚ adalah tekanan uap zat murni
Contoh : hitunglah tekanan uap suatu larutan air (dari) sukrosa 2,0 mol pada 30˚C (karena tingginya kapekatan, larutan ini tidak bersikap ideal, jadi perhitungan di bawah ini hanya bersifat kira-kira). Solusi : tekanan uap air murni pada 30˚C adalah 31,82 mmHg (Tabel A.7). Dalam 1 L larutan 2,0 mol Mol zat terlarut = 2,0 mol Mol pelarut = 1000 g/ 18 = 55,6 mol Tekanan uap pelarut = tekanan uap larutan = PA = (0,965)(31,82 mmHg) = 30,7 mmHg
Hubungan antara tekanan uap dan titik didih dan titik beku Pada tiap temperatur, tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni. Pada titik didih normal, tekanan uap larutan terletak di bawah 1 atm. Agar larutan ini mendidih, larutan itu harus dipanasi ke temperatur di atas titik didih normal. Perubahan temperatur titik didih ini disebut Δtbp Pada titik beku normal, tekanan uap larutan juga lebih rendah daripada tekanan uap pelarut padat murni. Agar larutan mau membeku, haruslah diidnginkan ke temperatur yang terletak di bawah titik beku normal. Pada temperatur ini, tekanan uap pelarut padat murni. Perubahan temperatur titik beku ini disebut Δtfp
Titik didih suatu larutan dapat lebih tinggi maupun lebih rendah daripada titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan zat terlarut itu menguap, dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat terlarut itu tak atsiri (tidak mudah menguap), misalnya gula, larutan air itu mendidih pada suatu temperatur yang lebih tinggi daripada titik didih air; jika zat terlarut itu mudah menguap, misalnya etil alkohol, larutan air mendidih pada temperatur di bawah titik didih air. Perubahan titik didih dari pelarut murni ke larutan, yakni Δtbp ,berbanding lurus dengan konsentrasi molal,m, dari larutan itu :
Δtbp = kbm Dengan kb adalah tetapan kesebandingan yang disebut tetapan kenaikan titik didih molal dari pelarut itu. Contoh : hitunglah titik didih suatu larutan yang mengandung 1,5 g gliserin, C3H5(OH)3, dalam 30 g air Solusi : karena besarnya perubahan titik didih bergantung pada molalitas, pertama-tama dihitung molalitas larutan. Bobot molar gliserin adalah 92 g.
Penurunan titik beku Δtfp,berbanding lurus dengan molalitas (m) dari larutan : Dimana kf adalah tetapan penurunan titik beku molal (dari) pelarut Contoh : hitunglah titik beku suatu larutan yang mengandung 2,0 g kloroform CHCl3, yang dilarutkan dalam 50 g benzena Solusi : Karena besarnya perubahan titik beku berbanding langsung dengan molalitas, pertama-tama akan dihitung molalitas larutan. Bobot molar kloroform adalah 119 g
Penentuan bobot molekul secara eksperimen Contoh : suatu larutan yang dibuat dengan melarutkan 0,234 g senyawaan baru dalam 25 g air mempunyai titik beku – 0,201˚C. Hitunglah bobot molekul senyawaan baru itu. Solusi : dimulai dengan menghitung molalitas larutan. Perubahan titik beku Δtfp adalah 0˚C – (– 0,201˚C) = 0,201˚C. Dengan harga ini dan Kf air, molalitas larutan dapat dihitung : atau
Dari definisi : Jadi bobot molekulnya adalah 90 sma
Δtfp = ikfm Dengan i adalah faktor yang menunjukkan, bagaimana suatu larutan elektrolit dibandingkan dengan suatu larutan bukan elektrolit dengan molalitas yang sama atau disebut juga faktor Van’t Hoff Contoh : Berapa rendah titik beku yang ditentukan secara eksperimen untuk larutan K2SO4 0,100 m yang dicantumkan dalam tabel 12.4? Solusi :
Penyulingan Contoh : jika terdapat dua cairan hipotetis, A dan B yang bercampur sempurna. Asumsi tekanan uap masing-masing cairan pada 20˚C telah diukur dan hasilnya adalah 100 mmHg untuk A dan 200 mmHg untuk B. Untuk konsentrasi A dan B dalam suatu larutan, dapat dihitung tekanan uap ideal dengan menggunakan hukum Raoult : dan Untuk tekanan uap larutan, dengan mengandaikan perilaku ideal,
Misalnya, jika 0,25 mol A dicampur dengan 0,75 mol B, maka PA, PB dan P soln dapat dihitung sbb :
Penyulingan fraksional Penyulingan fraksional . Bila suatu campuran dua cairan yang dapat campur didihkan, uap yang lepas dari dalam cairan biasanya mempunyai susunan yang lain daripada susunan cairan yang mendidih. Dengan mendidihkan sebagian dari cairan itu dengan mengembunkan uapnya, campuran itu dapat dipisahkan menjadi dua bagian. Uap yang terembun disebut distilat(sulingan) dan lebih kaya akan komponen yang lebih atau dibandingkan dengan cairan aslinya Cairan yang tertinggal disebut residu danlebih kaya akan komponen yang sukar menguap
Suatu membran (selaput) yang memungkinkan lewatnya hanya jenis-jenis tertentu molekul disebut membran semipermeabel Aliran zat cair yang cenderung menyamakan konsentrasi air pada kedua belah pihak dari selaput disebut osmosis Tekanan osmosis didefinisikan sebagai tekanan yang harus digunakan kepada suatu larutan untuk menghindari transfer netto dari pelarut murni (pada tekanan 1 atm) ke dalam larutan itu lewat suatu membran semipermeabel.
Rumus Tekanan Osmotik Larutan : μ = M. R. T Dimana : μ = Tekanan Osmotik Larutan (atmosfir atau atm) M = Molaritas larutan (mol/L atau M) R = Konstanta gas = 0,08205 L atm/mol. K T = suhu mutlak (K) atau (°C +273 K)
Jika tekanan mekanis pada suatu larutan melebihi tekanan osmosis, pelarut murni akan terperas ke luar dari suatu larutan lewat suatu membran semipermeabel, maka proses ini disebut osmosis terbalik (reverse osmosis) dan merupakan suatu cara untuk memulihkan pelarut murni dari dalam suatu larutan. Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom ataupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua
Dengan yang agak sama, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid atau sistem koloid. Partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi (tersebarkan) dan materi kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi
Zat terdispersi Zat pendispersi Nama tipe Contoh Gas Cairan Busa Krim kocok, busa bir, busa sabun Padat Busa padat Batu apung, karet busa Aerosol cair Kabut, awan Emulsi Mayones, susu Emulsi padat Keju (lemak mentega didispersikan dalam kasein), mentega Aerosol padat Asap, debu Cair Sol Cat, pati, selai Sol padat Aliase, intan hitam, kaca rubi
Sifat sistem koloid Cahaya dihamburkan oleh partikel-partikel debu bila seberkas cahaya matahari memasuki suatu kamar gelap, lewat pintu yang terbuka sedikit atau lewat suatu celah. Partikel debu, banyak diantaranya terlalu kecil untuk dilihat, akan nampak sebagai titik-titik terang dalam suatu berkas cahaya. Bila partikel itu memang berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak tampak; yang terlihat adalah cahaya yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan cahaya ini disebut efek Tyndall
Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul kecil, ataupun ion yang berada dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas Jika suatu mikroskop optis difokuskan pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku
Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan Brown. Menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang dipelajari pada tahun 1827. Pada permukaan partikel terdapat gaya Van Der Waals yang belum terimbangi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (atau molekul-molekul atau ion-ion) dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut adsorpsi.