SANITASI KELUARGA BERHUBUNGAN DENGAN STUNTING PADA ANAK BATITA (BAWAH TIGA TAHUN) Titus Priyo Harjatmo, Moch. Rachmat, Nils Aria Zulfianto, Trina Astuti, Sugeng Wiyono, Pritasari Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Jakarta II Penulis Korespondensi: Titus Priyo Harjatmo (email:titoespriyo@yahoo.co.id) Latar Belakang Dalam terminologi antropometri, stunting merupakaan keadaan dimana tinggi badan menurut umur lebih rendah dari standar pertumbuhan. Dengan kata lain bahwa stunting merupakan keadaan dimana anak mengalami pertumbuhan tinggi badan yang terhambat sehingga anak tersebut nampak pendek dan sangat pendek. Stunting merupakan kekurangan gizi pada periode lama yang menyebabkan retardasi pertumbuhan linier. Waterlow menyatakan bahwa stunting dimana tinggi badan menurut umur dibawah standar deviasi dari standar. Indikator sunting adalah Tinggi badan menurut umur dimana nilai z skor TB/U dibawah -2,0 SD berdasarkan Standar Pertumbuhan Anak dari WHO yang dikumpulkan melalui Multicentre Growth Reference Study (MGRS) (World Bank 2014). Lebih dari sekedar soal penampilan, stunting adalah penanda untuk berbagai masalah perkembangan. Seorang pakar gizi internasional bernama Reynaldo Martorell menyatakan bahwa "Semakin banyak anak-anak pada keadaan stunting, semakin besar kemungkinan akan berpengaruh pada organ otak, ginjal, dan sistem organ lainnya." Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya stunting. Unicef telah mengembangkan kerangka konsep bahwa faktor determinan status gizi anak balita dipengaruhi oleh faktor langsung, faktor tidak langsung dan penyebab akar masalah. Kontribusi besarnya faktor langsung, tidak langsung dan akar masalah untuk terjadinya stunting berbeda. Penanggulangan stunting batita lebih efektif memerlukan program intervensi sensitif yang lebih luas yang ditujukan untuk mengurangi penyebab tidak langsung dan intervensi spesifik. Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang mempunyai tujuan utama untuk mengatasi dan menargetkan penyebab langsung masalah gizi. Menurut Lancet series, intervensi gizi spesifik terbukti jika dilaksanakan bersama-sama dalam skala besar hanya bisa mengurangi prevalensi stunting sebesar 30%. Sedangkan Intervensi gizi sensitif merupakan intervensi yang mempunyai tujuan utama bukan gizi tetapi mempunyai kontribusi terjadinya stunting sebesar 70%. Salah satu intervensi gizi sensitif adalah keadaan sanitasi keluarga (Ruel et al. 2013) Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis stunting batita berdasarkan karakteristik orang tua dan sanitasi keluarga. Sedangkan tujuan khusus adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik orang tua, 2) Mengidentifikasi keadaan stunting batita, 3) Mengidentifikasi keadaan sanitas keluarga, 4) Menganalisis stunting batita berdasarkan karakteristik orang tua dan sanitasi keluarga batita. Metode Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak yang meliputi batita di 8 desa. Pemilihan batita dilakukan secara klaster dengan rumah ketua RT sebagai pusat klaster. Jumlah batita yang dikumpulkan sebanyak 264 keluarga yang mempunyai batita. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu sebagai sebagian (77,3%) mempunyai pendidikan rendah (<SLTP) dan sebagian besar (91,3 tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga ). Dari hasil analis data menunjukkan bahwa besarnya masalah stunting pada batita sebesar 28,0% dan 20,9% pada batita usia 0-23 bulan. Prevalensi tersebut hampir sama dengan prevalensi stunting berdasarkan Pemantauan Status Gizi tahun 2016 (Direktorat Gizi Masyarakat 2016). Sebanyak 31,1% batita menderita Diare pada 1 bulan yang lalu dan 31,4% dan menerita ISPA 31,4%.. Data sanitasi yang telah diidentifikasi meliputi kebiasaan pengasuh tidak mencuci tangan dengan sabun 23,9%, kebiasaan ibu/pengasuh tidak mencuci tangan setelah BAB sebesar 4,9%. Dari hasil analisis dua variabel menunjukkan bahwa stunting balita ditentulan secara bermakna oleh kebiasaan ibu / pengasuh mencuci tangan setelah batita Buang Air Besar p=0,034 (P<0,05) dan kebiasaan batita dan atau pengasuh mencuci tangan dengan sabun p=0,003 (p<0,05). Kesimpulan Kebiasaan cuci tangan dengan sabun ibu atau pengasuh batita menentukan stunting pada batita. Kata kunci: batita, stunting, sanitasi. Adair, L.S. & Guilkey, D.K., 1997. Age-Specific Determinants of Stunting in Filipino Children 1 , 2 , 3. , (June 1996), pp.314–320. Cumming, O. & Cairncross, S., 2016. Review Article Can water , sanitation and hygiene help eliminate stunting ? Current evidence and policy implications. , 12, pp.91–105. Direktorat Gizi Masyarakat, 2016. Pemantauan Status Gizi, Jakarta. Mbuya, M.N.N. & Humphrey, J.H., 2016. Review Article Preventing environmental enteric dysfunction through improved water , sanitation and hygiene : an opportunity for stunting reduction in developing countries. , 12, pp.106–120. Merchant, A.T. et al., 2003. Water and sanitation associated with improved child growth. , pp.1562–1568. Ngure, F.M. et al., 2014. Water , sanitation , and hygiene ( WASH ), environmental enteropathy , nutrition , and early child development : making the links. , 1308, pp.118–128. Onis, M. De, Blo, M. & Borghi, E., 2011. Prevalence and trends of stunting among pre-school children, 1990–2020. Public Health Nutrition, (28 April 2011). Rah, J.H. et al., 2015. Household sanitation and personal hygiene practices are associated with child stunting in rural India : a cross-sectional analysis of surveys. BMJ Open. Richard D Semba, 2008. Effect of parental formal education on risk of child stunting in Indonesia and Bangladesh: a cross-sectional study. The Lancet, 371(26 January), pp.322–328. Ruel, M.T. et al., 2013. Maternal and Child Nutrition 3 Nutrition-sensitive interventions and programmes : how can they help to accelerate progress in improving maternal and child nutrition ? The Lancet, 6736(13), pp.1–16. World Bank, 2014. Beyond Malnutrition the Role of Sanitation in Stunted Growth. Environmental Health Perspectives, 122(11), pp.298–303.