Oleh: Nanik Agustina /19840822 200903 2 006 SDN Klojen Kota Malang Karakteristik Anak Usia SD: Perkembangan Sosio Emosional dan Implikasi Pembelajarannya Oleh: Nanik Agustina /19840822 200903 2 006 SDN Klojen Kota Malang
Tujuan: Mendeskripsikan perkembangan sosial anak Sekolah Dasar Mendeskripsikan perkembangan emosional anak usia Sekolah Dasar Mendeskripsikan implikasinya dalam proses pembelajaran
1. Perkembangan Sosial anak SD Menurut Hurlock (1986:92) bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Waktu seorang anak berusia tujuh atau delapan tahun, ia mulai menjauh dari orang tuanya, dan tahun demi tahun selanjutnya ia berpaling baik kepada teman-teman kelas maupun teman-teman lain untuk mendapatkan perhatian, persetujuan dan dukungan.
Menurut Zick Rubin (dalam Lawrence, E. Shapiro: 197) terdapat empat tahap cara anak mempelajari seni dan ketrampilan berteman: Tahap egosentris (3 s.d. 7 tahun), Tahap pemenuhan kebutuhan (4 s.d. 9 tahun) Tahap balas jasa (6 s.d 12 tahun), Tahap akrab (9 s.d. 12 tahun),
Perkembangan sosial pada anak Sekolah Dasar atau MI, ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan para nggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya semakin bertambah luas.
Anak mulai berminat terhadap kegiatan- kegiatan teman sebaya, dan bertambah kuat keingnannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (Gang), dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh kelompoknya.
Wentzel dan Asher, (1995) mengelompokkan status kawan sebaya Anak-anak yang popular (Popular Children) Anak-anak yang rata-rata (Average Children) Anak-anak yang diabaikan (Neglected Children) Anak yang ditolak (Rejected Children) Anak Kontroversial (Controversial Children)
2. Perkembangan Emosi anak SD Daniel Goleman dalam Wahyudin&Agustin (2012:41) merumuskan emosi sebagai sesuatu yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Gambar otak tempat emosi Lawrence (hal.17)
Keterangan: Korteks adalah bagian berpikir otak, dan berfungsi mengendalikan emosi melalui pemecahan masalah, bahasa, daya cipta, dan proses kognitif lainnya. Sistem Limbik merupkaan bagian emosional otak. Sistem ini meliputi : Talamus yang mengirimkan pesan-pesan ke korteks; Hippocampus, yang berperan dalam ingatan dan penafsiran persepsi; dan Amigdala, pusat pengendali emosi dalam Lawrence E. Shapiro (1998:17).
Menurut Goleman, 1995 (dalam Desmita: 170) kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, 6), anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya.
Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh
Syamsu Yusuf dan Nani S. menggambarkan karakteristik emosi anak menjadi dua karakteristik, yaitu:
Karakteristik Emosi Stabil tidak Stabil 1.Menunjukkan wajah ceria 1.Menunjukkan wajah yang murung 2.Mau bergaul dengan teman secara baik 2.Mudah tersinggung 3.Bergairah dalam belajar 3.Tidak mau bergaul dengan orang lain 4. Dapat berkonsentrasi dalam belajar 4. Suka marah-marah 5.Bersikap respek (menghargai) terhadap diri sendiri dan orang lain. 5.Suka mengganggu teman 6. Tidak percaya diri.
3. Implikasi perkembangan sosial dan emosional dalam pembelajaran Berdasarkan perkembangan sosial dan emosionalnya guru seyogyanya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan, atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.
Satu kemampuan emosional yang menjadi primadona adalah kemampuan empati. Empati merupakan kemampuan memasuki dunia pribadi oranglain tanpa kehilangan jati dirinya sendiri.
Gambar empati pendidik ke siswa (Triyono, hal 107)
Metode-metode pembelajaran yang dapat diterapkan diantaranya: Metode Diskusi Metode Latihan Bersama Teman Metode Bermain Peran Metode Kerja Kelompok Metode Penyajian secara sistem regu (Team Teaching)
Kesimpulan 1. Perkembangan sosial pada anak Sekolah Dasar atau MI, ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan para nggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya semakin bertambah luas.
2. Siswa mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).
3. Metode pembelajaran yang efektif contohnya: Metode Diskusi, Metode Latihan Bersama Teman, Metode Bermain Peran, Metode Kerja Kelompok, Metode Penyajian secara sistem regu (Team Teaching)