Topik VIII: DEFINISI KONSEP

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
BAB VIII Penjelasan Peraturan Per-UU-an
Advertisements

DASAR-DASAR LOGIKA PEMIKIRAN KRITIS
Membangun Penalaran sebagai Basis Penulisan Ilmiah
Metode, dan Pendekatan Menafsirkan Al-Qur’an
Metode, dan Pendekatan Menafsirkan Al-Qur’an
Penjumlahan dan Pengurangan Dua Bilangan Bulat
BAHASA DAN KAIDAH BERPIKIR
SEMANTIK BAHASA INDONESIA
Telaah kurikulum 1 Drs. DARMO
KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA
Institut Pertanian Bogor
[sap 4.1] Beberapa Prinsip Perumusan Definisi Leksikal
Tujuan dan Hipotesis Penelitian
SECARA ETIMOLOGIS  BHS. LATIN  BHS YUNANI LOGOS: PERKATAAN, AKAL
PENALARAN Hartanto, S.I.P, M.A..
BEBERAPA PENDEKATAN DALAM PENELITIAN HUKUM NORMATIF
Pertemuan : 10 kesalahan umum dalam penulisan ilmiah
Tugas Softskill Bahasa Indonesia ke-1 “Definisi”
IV. MERUMUSKAN MASALAH Perlunya merumuskan masalah.
PERTEMUAN 6: KAIDAH DAN ATURAN PENULISAN ILMIAH
PERTEMUAN II SISTIM AKSIOMA 1. Istilah tak terdefinisi
LANGKAH PENULISAN KARANGAN ILMIAH
Bahasa Hukum DEFINISI Ari Wibowo, SHI., SH., MH.
Oleh: IDA ROSIDA,A.Ma DCT KELOMPOK TEMATIK
PENGANTAR DASAR MATEMATIKA
KAMUS (Modul 9) Oleh: Kelompok 9.
LINEAR PROGRAMMING METODE SIMPLEX
METODOLOGI PENELITIAN
PENELITAIN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
METODOLOGI PENELITIAN
Materi 5 Seminar MIK Smt 7 -MIK
BERFIKIR KREATIF Pertemuan II.
BAHAN 5 DASAR-DASAR LOGIKA SEMESTER I
Penjumlahan dan Pengurangan Dua Bilangan Bulat
BAHASA,KOMUNIKASI & ARGUMENTASI
KAMUS KECIL BANGUN DATAR
Bab 3 KONSEP.
LOGIKA ILMU MENALAR LOGIKA: ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat BERPIKIR: kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diterima melalui.
Program Magister Sains Psikologi UGM
PERPUTARAN ( ROTASI ) Selanjutnya P disebut pusat rotasi dan  disebut sudut rotasi.  > 0 jika arah putar berlawanan arah putaran jarum jam.
Program Magister Sains Psikologi UGM
BANGUN RUANG SISI LENGKUNG
IV. MERUMUSKAN MASALAH A. Perlunya merumuskan masalah.
KONSEP (PENGERTIAN DAN PERKATAAN)
Pertemuan 7 Perumusan Hipotesis.
BAB XI FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
III. DEFINISI Zainul Maarif, Lc., M.Hum..
DEFINISI Bhs. Latin  definitio = pembatasan
Kerangka Karangan/Outline
Pertemuan 7 Perumusan Hipotesis.
Peradaban Awal Indonesia dan Dunia
PEMBAGIAN (PENGGOLONGAN) DAN DEFINISI
LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG
Nilai nilai pancasila dalam staatsfundamentalnorm
BEBERAPA PENDEKATAN DALAM PENELITIAN HUKUM NORMATIF
DASAR-DASAR LOGIKA PEMIKIRAN KRITIS
Filsafat Sains Pertemuan ke-2.
BAHAN 5 DASAR-DASAR LOGIKA SEMESTER I
Momen Gaya(Torsi) Oleh STEVANNIE. Torsi Torsi didefinisikan sebagai hasil kali gaya dengan lengan panjang lengan gaya(lengan torsi) Lengan torsi adalah.
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
III. DEFINISI Zainul Maarif, Lc., M.Hum..
LOGIKA LOGIKA PENALARAN Rifai Al Ghozali Oleh: Tri Sundari.
Peta Konsep. Peta Konsep A. Menggambar dan Menghitung Jarak.
IV. MERUMUSKAN MASALAH A. Perlunya merumuskan masalah.
KALIMAT EFEKTIF Kesepadanan dan Kesatuan Keparalelan
LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG
LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG
Kuliah 11 PRASYARAT KETEPATAN DIKSI
Kerangka Karangan.
Penjumlahan dan Pengurangan Dua Bilangan Bulat
Transcript presentasi:

Topik VIII: DEFINISI KONSEP 1. Pengertian. Secara leksikal, “definisi” berarti “pembatasan”. Artinya, menentukan batas-batas pengertian yang terkandung dalam istilah tertentu, sehingga jelas apa yang dimaksudkan, dan dengan demikian dapat dibedakan dengan pengertian-pengertian lain. Lebih jelas: “Definisi” adalah perumusan yang singkat, padat, jelas dan tepat tentang makna (isi dan luas pengertian) yang terkandung dalam istilah tertentu, sehingga istilah tersebut dapat dibedakan dengan tegas dari istilah-istilah lainnya.

2. Jenis-jenis Definisi (1) Definisi nominal: hanya memberi keterangan dari segi “nama” perihal istilah yang didefinisikan (definisi yang bertolak dari kata yang memuat konsep tertentu). a. Definisi etimologis: usaha memahami suatu kata/istilah dengan meneliti asal-usulnya kata atau istilah itu beserta artinya dasarnya. b. Definisi via sinonim: dengan menggunakan padanan dari istilah kata tersebut. c. Definisi leksikal: mencari arti kata/istilah itu seperti ditemukan dalam kamus.

(2) Definisi realis: Berusaha memberi keterangan tentang hakekat suatu istilah, sehingga jelas apa sebenarnya pengertian yang terkandung dalam istilah yang didefinisikan itu. a. Definisi esensial: merupakan definisi “in sensu stricto” (dalam arti yang sebenarnya). Dia memberikan keterangan tentang sifat khas dari hal yang didefinisikan. b. Definisi deskriptif : memberikan keterangan tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan sedemikian rupa, sehingga kumpulan sifat-sifat itu mencukupi untuk membedakan hal yang didefinisikan itu dengan hal-hal lainnya.

e. Definisi genetis: c. Definisi kausal: d. Definisi final: memberikan keterangan dengan menunjukkan sebab/ alasan (causa) terjadinya hal yang didefinisikan. d. Definisi final: memberikan keterangan dengan menunjukkan maksud tujuan dari hal yang didefinisikan. e. Definisi genetis: memberikan keterangan dengan menunjukkan genesis (proses terjadinya) sesuatu. Ump.: Air adalah sesuatu yang terjadi karena gabungan dari H2 dan O.

3. Kaidah Penyusunan Definisi. (1) Definisi harus dapat dibolak-balik dengan hal yang didefinisikan. Artinya, luas keduanya haruslah sama. Misalnya: “manusia”, yang didefinisikan sebagai “hewan yang berakal budi”. Ini dapat dibalik tanpa menambah arti. Bandingkan dengan “topi”, yang didefinisikan, umpamanya, sebagai “alat untuk menutup kepala”. (2) Hal yang didefinisikan tidak boleh masuk dalam definisi. Kalau itu terjadi, kita jatuh dalam bahaya “circulus in definisiendo”. Artinya, sesudah berputar-putar beberapa lamanya, kita dibawa kembali ke titik pangkal oleh definisi itu. Kita tidak maju sedikit pun. Misalnya: Logika adalah pengetahuan yang menerangkan tentang hukum-hukum logika.

(4) Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur. (3) Definisi tidak boleh dirumuskan secara negatif sejauh dapat dirumuskan secara positif. Definisi dimaksudkan untuk mengungkap apa makna yang terkandung dalamhal yang didefinisikan, dan bukan untuk mengungkapkan apa makna yang tidak terkandung dalam hal yang didefinisikan. Kalau terpaksa, boleh dirumuskan secara negatif. Umpamanya: “sejajar”, kita definisikan sebagai “dua garis yang tidak akan bertemu” (4) Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur. itu terjadi maka definisi tidak mencapai tujuan. Terjadi apa yang disebut “ignotum per ignotius”, yakni orang mendefinisikan sesuatu yang tidak diketahui dengan pertolongan sesuatu yang lebih tidak diketahui lagi.