TUGAS MATA KULIAH PPF “OBAT PALSU” KELOMPOK GENAP FATHIMATUZ ZAHROH 201210410311114 DHIYAA ANIS TSAABITA 201210410311123 DIAN TRISNAWARDANI 201210410311160 DESY NORWAHYU SAFITRI 201210410311182 VENNY ARYANDINI RAHAYU 201210410311189 VINA SALVIANA 201210410311207 NESIA MUSTIKA SARI 201210410311220 ISMAYA LILIA KRISTINA 201210410311222
Latar Belakang Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB . Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Obat palsu adalah obat yang di produksi oleh orang yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar. Menurut WHO obat palsu adalah obat-obatan yang secara sengaja pendanaannya dipalsukan, baik identitasnya maupun sumbernya. Menurut data BPOM pada tahun 2015 pelaku pembuatan obat palsu dan peredaran obat ilegal cukup banyak, BPOM mengusut ratusan kasus dengan nilai total Rp 2,9 miliar. Sebelumnya Pada tahun 2011, BPOM menemukan 57 produk illegal sedangkan pada tahun 2012, jumlahnya naik menjadi 66 produk dan pada 2013 melonjak drastis menjadi 837 produk (kompas, 2015).
Rumusan Masalah Dari uraian diatas dianalisis bagaimana pengaruh dari peran seorang apoteker dalam kasus obat palsu yang beredar di Indonesia untuk mewujudkan keselamatan jiwa guna tercapainya terapi yang rasional.
Tujuan Untuk mengetahui bagaimana peran farmasi atau apoteker di bidang industri farmasi terkait dengan kasus yang banyak beredar tentang proses produksi obat-obatan palsu di lingkungan masyarakat yag dapat merugikan konsumen.
Manfaat Manfaat bagi penulis 1. Memberikan informasi kepada masyarakat secraa lengkap terkait obat palsu yang banyak beredar di pasaran. 2. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Perilaku Pelayanan Farmasi (PPF) Manfaat bagi pembaca 1. Sumbangan informasi terkait bagaimana cara agar dapat membedakan bentuk dan jenis obat palsu. 2. Agar masyarakat dapat berperan atau ikut serta dalam proses pemusnahan obat palsu dengan cara melaporkan kasus serupa kepada pihak yang berwajib.
Pengertian Pharmaceutical Industry Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Industri Farmasi adalah Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat.
Lanjutan .. Persyaratan Industri Farmasi Izin Usaha Industri Farmasi Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Ruang lingkup pharmaceutical industri CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya
Penggunaan CPOB Mencakup Seluruh Aspek Produksi Dan Pengendalian Mutu: Manajemen Mutu Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada. Tindakan sistematis untuk melaksanakan system mutu, yang disebut dengan pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM 2009).
Lanjutan.. B. Personalia Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yangdibuat. C. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik
Lanjutan.. D. Peralatan Hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin E. Sanitasi dan Hygiene Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh serta terpadu. Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan
Lanjutan.. F. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi: Pengadaan Bahan Awal Pencegahan Pencemaran Silang Penimbangan dan Penyerahan Pengembalian Pengolahan Kegiatan Pengemasan Pengawasan Selama Proses Karantina Produk Jadi
G. Pengawasan Mutu Mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006).
Lanjutan.. H. Inspeksi diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB (BPOM, 2006). Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengaweasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas) (BPOM, 2009).
I. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian Keluhan/informasi Bagian produksi, pengawasan mutu, gudang dan bagian pemasaran Internal (Produksi) pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor, dll Eksternal Sumber (BPOM, 2009)
I. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian Apabila ditemukan: Produk kembalian Produk Produsen MARKET 1. Tidak memenuhi persyaratan mutu Produk 2. Efek samping yang tidak diperhitungkan karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, atau mengenai kondisi obat, kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009)
Bagian dari sistem informasi manajemen dan Bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting dari pemastian mutu (BPOM, 2006) Harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan J. Dokumentasi K. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak L. Kualifikasi dan Validasi
Kemungkinan Kesalahan yang Terjadi Di Industri Manajemen mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi
Kasus Pabrik Obat Palsu
Analisis Kasus DEFINISI Menurut WHO obat palsu adalah obat-obatan yang secara sengaja pendanaannya dipalsukan, baik identitasnya maupun sumbernya
Produk yang diproduksi tidak berijin Kategori Obat Palsu Produk mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang memenuhi syarat diproduksi, dikemas dan diberi label seperti produk aslinya, tetapi bukan dibuat oleh pabrik aslinya Mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang tidak memenuhi syarat Bentuk dan kemasan seperti produk asli, tetapi tidak mengandung bahan berkhasiat Produk yang menyerupai produk asli, tapi mengandung bahan berkhasiat yang berbeda Produk yang diproduksi tidak berijin
Cara Mengenali Obat Palsu Perhatikan nomor registrasi Periksalah kualitas keamanan dan kualitas fisik produk obat Periksalah nama dan alamat produsen Teliti dan lihatlah tanggal kadaluwarsa Untuk obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter (obat keras), belilah hanya di apotek berdasarkan resep dokter Baca indikasi, aturan pakai, peringatan, kontra indikasi, efek samping, cara penyimpanan, dan semua informasi yang tercantum pada kemasan Tanyakan informasi obat lebih lanjut pada apoteker di apotek
Analisis Kasus Sebagai Apoteker
Analisis mengenai kasus obat palsu yang diproduksi oleh PT Analisis mengenai kasus obat palsu yang diproduksi oleh PT. Himajaya Raya dari segi farmasi disini dapat dilihat dari kurangnya SDM (sumber daya manusia) yang berkompeten dalam hal proses produksi obat serta tidak adanya ijin resmi untuk memproduksi obat. Jika dicermati kasus pembuatan obat palsu yang dilakukan oleh PT. Himajaya Raya ini guna mendapatkan keuntungan yang meningkat namun tanpa disadari proses produksi tersebut dapat merugikan konsumen hingga membahayakan nyawa konsumen. Kesalahan proses produksi tersebut terjadi karna adanya kesalahan personalia dan kesalahan produksi
Kesalahan proses produksi ini ditinjau dari proses pengadaan bahan awal, proses formulasi dan penimbangan bahan yang mana pada proses ini lah pembuatan sediaan yang baik dan benar sesuai dengan CPOB, baik ketepatan formulasi dan penyediaan bahannya. Selain itu, dapat juga dikarenakan kesalahan proses pengemasan dan pelabelan, dimana pada label obat palsu tetap dicantumkan kadar atau kandungan obat yang berkhasiat sebagai terapi pasien sedangkan pada kenyataannya obat berkhasiat yang disebutkan tidak memenuhi persyaratan atau bahkan kandungan bahan obat tersebut tidak ada dalam sediaan.
Masalah tersebut tidak lepas dari sikap dari BPOM dan penegak hukum lain yang tidak tegas dalam usaha menekan peredaran obat palsu ini. Masyarakat sebagai konsumen mempunyai hak yang harus dilindungi. Penegakan hak-hak konsumen ini jelas memerlukan perlindungan hukum agar hak-hak konsumen lebih terjamin . Seorang apoteker berhak melakukan pelaporan terhadap pihak yang berwajib jika mengetahui adanya penyalahgunaan dalam prosedur pembuatan obat serta peralatan yang tidak memadai yang mampu merugikan konsumen Proses produksi ditinjau dari proses pengadaan bahan awal, proses formulasi dan penimbangan bahan yang mana pada proses pembuatan sediaan harus sesuai dengan CPOB, baik ketepatan formulasi dan penyediaan bahannya