Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016. PRINSIP-PRINSIP PEMBENTUKAN PERDA &PERDA BERNUANSA AGAMA Oleh: Ni’matul Huda Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Menurut Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Suatu peraturan perundang-undangan yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki tiga landasan, yaitu landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Landasan filosofis (filosofische grondslag) atau pandangan hidup sesuatu bangsa tiada lain berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Nilai-nilai yang baik adalah pandangan dan cita- cita yang dijunjung tinggi, di dalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan, dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan nilai-nilai moral bangsa akan sia-sia diterapkan karena masyarakat tidak akan mentaati dan mematuhi hukum tersebut.
Lanjutan Landasan sosiologis (sociologische grondslag), suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar perundang-undangan yang dibuat ditaati oleh masyarakat, tidak menjadi huruf-huruf mati belaka. Berarti peraturan yang dibuat harus dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan, sehingga hukum yang dibuat harus mengikuti perkembangan (dinamika) masyarakat.
Lanjutan Landasan yuridis (juridische grondslag) adalah landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang- undangan. Apakah kewenangan seseorang pejabat atau badan mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau tidak (landasan yuridis formal). Di dalam landasan yuridis formal selain menetapkan badan yang berwenang membentuk, juga secara garis besar ditetapkan proses dan prosedur penetapannya. Selain menentukan dasar kewenangan landasan hukum juga merupakan dasar keberadaan atau pengakuan dari suatu jenis peraturan perundang-undangan (landasan yuridis materiil).
Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Asas pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi: kejelasan tujuan; kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan.
Materi Muatan PERDA Menurut UU No. 12 Tahun 2011 Menurut Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011, ”Materi muatan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Di samping untuk melaksanakan (i) ketentuan Undang-Undang, Peraturan Daerah juga dapat dibentuk untuk melaksanakan (ii) ketentuan UUD secara langsung, ataupun untuk menjabarkan lebih lanjut materi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi, yaitu (iii) Peraturan Pemerintah dan (iv) Peraturan Presiden.
Jadi materi muatan Peraturan Daerah itu adalah: Kesimpulan Jadi materi muatan Peraturan Daerah itu adalah: seluruh materi yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, menampung kondisi khusus daerah, dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan Undang- Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
PROLEGDA PROVINSI, KABUPATEN & KOTA Dalam penyusunan Prolegda Kabupaten/Kota, penyusunan daftar rancangan Perda Kabupaten/Kota didasarkan atas: Perintah peraturan perundang-undangan; Rencana pembangunan daerah; Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan Aspirasi masyarakat daerah.
PRINSIP-PRINSIP PEMBENTUKAN PERDA Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Raperda.
Lanjutan Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum, atau pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.50.000.000,00 (lima puluh) juta rupiah. Peraturan Kepala Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah ditetapkan untuk melaksanakan Perda. Perda berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah. Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai pejabat penyidik pelanggaran Perda (PPNS Perda). Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah.
PROGRAM LEGISLASI DAERAH PROVINSI Dalam penyusunan Prolegda Provinsi, penyusunan daftar rancangan Perda Provinsi didasarkan atas: Perintah peraturan perundang-undangan; Rencana pembangunan daerah; Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan Aspirasi masyarakat daerah.
Pasal 38 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi dan Gubernur dapat mengajukan Raperda Provinsi di luar Prolegda Provinsi: Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; Akibat kerjasama dengan pihak lain; dan Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Perda Provinsi yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.
Urusan Pusat menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah (Pusat). Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan Pusat meliputi: a) politik luar negeri; b) pertahanan; c) keamanan; d) yustisi; e) moneter dan fiskal nasional; dan f) agama.
Polemik PERDA Bernuansa Agama Apakah Daerah boleh membuat Perda bernuansa agama? Secara normatif (UU No. 32 Tahun 2004) urusan agama tidak diotonomikan – menjadi kewenangan Pusat. Kecuali di NAD, yang oleh UU No. 11 Tahun 2006 diberlakukan syariat Islam. Latar belakang pembentukan Perda bernuansa syari’at di beberapa daerah sangat politis dan sebagian ‘ideologis’. Perda-perda berbasis syariat oleh sebagian kalangan masyarakat dipandang secara substantif ada yang bertentangan dengan hak-hak asasi manusia yang telah secara tegas dijamin oleh UUD 1945.
HAM dalam UUD 1945 I) hak untuk hidup serta hak mempertahankan hidup dan kehidupannya (pasal 28a); Ii) hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukujm yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28d ayat (1)); Iii) hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28d ayat (3)); Iv) hak atas kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (pasal 28e ayat (1)); V) hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (pasal 28e ayat (2)); Vi) hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (pasal 28g); dan Vii)hak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (pasal 28i ayat (2)).
Pengujian Produk Hukum Daerah Sebagian Perda-perda/produk hukum daerah bernuansa syari’at menyulitkan untuk pengujiannya, karena batu ujinya adalah UUD 1945. MA tidak memungkinkan untuk menguji Perda-perda tersebut karena batu ujinya UUD 1945, jika dipaksakan untuk mengujinya, MA hanya bisa menggunakan batu ujinya UU HAM. MK juga tidak memungkinkan untuk mengujinya meskipun materi muatan Perda/produk hukum daerah bersinggungan dengan materi muatan UUD 1945, karena posisi Perda/produk hukum daerah berada jauh di bawah undang-undang.
REKOMENDASI Penyatuan Pengujian Peraturan Perundang-undangan Di Bawah Satu Atap Mahkamah Konstitusi Konsistensi pengawasan (preventif) produk hukum daerah oleh Pemerintah