Tatap Muka 3 Sejarah turunnya al-Qur’an dan asbabun nuzul

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
تلخيص من كتاب عمدة الأحكام. a) Bahasa : الدعاء (Do’a) b) Istilah : “Ibadah tertentu yang memiliki gerakan tertentu, perkataan dan perbuatan tertentu,
Advertisements

KODIFIKASI AL-QUR’AN (PEMELIHARAAN, PEMBUKUAN, PERCETAKAN)
ASBAB AN-NUZUL Pengertian Asbab An-Nuzul
Oleh: Prof. Dr. M. Ghalib M., M.A
Esensi Puasa dari sudut pandang Hadits
Pembagian Hadis Oleh: Nur Kholis, M.Ag. H. Thonthowi, S.Ag.
ILMU ASBABUN NUZUL.
OLEH: MUHAMAD FATONI,M.Pd.I BAB III. Allah Menilai Hati Manusia عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : ' إن الله لا ينظر إلى صوركم.
Kelompok 10 Motivasi Belajar dan Mengajarkan al-Qur’an
AL-SUNNAH & AL-HADITS PENGERTIAN & FUNGSI
Sri Rahayuningsih ( ) Universitas Negeri Surabaya
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS NABI SAW
Materi Pertemuan 10 Sejarah Hukum Islam I
HUKUM MEMINTA-MINTA FATWA TARJIH.
Nikah Arti Nikah; Bahasa: الضم و الجمع (bergabung dan berkumpul), terkadang kata-kata ‘Nikah’ sebagai ungkapan berhubungan dan juga kata ini dimaksudkan.
Al Qur’an sebagai sumber Utama Hukum Islam
SURAT AT TAUBAH Surabaya, 30 Nov 2008.
SUMBER HUKUM ISLAM. PENGERTIAN SUMBER: ASAL SESUATU (KAMUS PURWODARMINTO) SUMBER HUKUM ISLAM: TEMPAT ASAL/PENGAMBILAN HUKUM ISLAM.
Akhlaq Terhadap Rasulullah SAW.
Pertemuan Ke-15 Rohmansyah, S.Th.I., M.Hum.
PENGERTIAN ISLAM DAN AJARANNYA
MINGGU KETUJUH : PROSEDUR KEHAKIMAN DAN KESELAMATAN
KETELADANAN RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
HadiTH Tiga Serangkai KURSUS BIMBINGAN UGAMA (KBU)
GENERASI RABBANI.
HIJRAH Dari Kompetensi Ke Kontribusi
PERTEMUAN KE-3 Rohmansyah, S.Th.I., M.Hum.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Permasalahan Yang Berhubungan Dengan Nuzul al-Qur’an
ESENSI PUASA DARI SUDUT PANDANG HADITS
Al-Qur’an Kelompok 6.
Al Qur’an sebagai Sumber Utama Hukum Islam)
Sumber Hukum Islam Al-Qur’an Al hadist Ijtihad. ALQURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM PERTAMA ISLAM DAN SEJARAH PEMBUKUAN ALQURAN.
Ciri Khas Akidah ASWAJA: Allah Ada Tanpa Tempat
IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
SISTIMATIKA AL-QUR’AN
“TAFSIR AYAT TENTANG PENEGAKAN HUKUM”
Perkuliahan Tatap Muka Ke-3 Ulumul Hadis Selasa, 28 Oktober 2008
RENUNGAN.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
Beberapa Hadits Yg Mengundang Kritik
BAHASAN HARI INI PENGERTIAN & FUNGSI AL-SUNNAH & AL-HADITS
Amalan Setelah Melahirkan
Perjuangan Nabi Muhammad saw.
Sejarah Hukum Islam I : masa kenabian dan khulafaurrasyidin
ANASIR HADIS SIAP UNTUK KULIAH??? SANAD / RAWI MATAN
Al-Fath (Lari Dari Perang)
EKSISTENSI ALLAH SEBAGAI TUHAN ALAM SEMESTA
Sumber Hukum Islam.
MEDIA PENDIDIKAN Disusun oleh : NUR AMIN : KLS : D/4
أتى الناس النبي فجعلوا ينادزنه ز هو في الحجرة ” يا محمد ! يا محمد !“
Menuntut Ilmu dan Menghargai waktu
Al Qur’an sebagai Sumber Utama Hukum Islam)
KAJIAN JUMAT PAGI KARYAWAN FKK UMJ TAFSIR SURAH ALBAQARAH AYAT 1-5
AL-SUNNAH & AL-HADITS PENGERTIAN & FUNGSI
Materi Pertemuan IV Al Hadis/ As Sunnah.
Materi Pertemuan 10 Sejarah Hukum Islam I
Oleh : Dr. Octaria Saputra SABAR dan BERSYUKUR.
TAAT PADA ATURAN TAAT PADA ATURAN. QS. An – Nisa’ 4 : 59 Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara.
مختارات في آداب المجالس.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM KAJIAN MENURUT SUDUT PANDANG AL-QUR’AN.
IMAM FASIH FATWA TARJIH 2004.
Setiap umat manusia, baik laki-laki maupun perempuan, wajib untuk menuntut ilmu, menuntut ilmu harus dilakukan dengan penuh semangat dan tidak boleh dengan.
Kuliah singkat tentang keutamaan Al-Quran dan tata cara membacanya. Disampaikan pada acara Pesantren Kilat di SMK Jakarta Timur 2. Jakarta, Juni.
Penyuluhan Kesehatan Haji Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Esensi Puasa dari sudut pandang Hadits Ust H. Abdurrahman Makatita, Lc MA Materi Kajian Islam Ramadhan (KISRA) Hari-2.
Esensi Puasa dari sudut pandang Hadits Ust H. Abdurrahman Makatita, Lc MA Materi Kajian Islam Ramadhan (KISRA) Hari-2.
Banjar, 1 April Pembicaraan 1. Latar Belakang Isra Mi’raj 2. Kedudukan Isra Mi’raj 3. Hasil Isra Mi’raj 4. Hikmah Isra Mi’raj.
Toleransi, Kerukunan dan Menghindari Tindak Kekerasan Kelompok 1.
BISMILAHIRAHMINARAHIM TUJUAN PEMBELAJ ARAN Menjelaskan pengertian ijtihad Menjelaskan syarat-syarat ijtihad Menjelaskan pengertian ijma Menjelaskan pengertian.
Transcript presentasi:

Tatap Muka 3 Sejarah turunnya al-Qur’an dan asbabun nuzul

Sejarah Turunnya al-Qur’an Pada masa Nabi Muhammad, al-Qur’an dihafal di dalam hati (الجمع في الصدور) Hal ini dikarenakan sebagian besar shahabat tidak bisa baca tulis, ditambah dengan fakta bahwa bangsa Arab pada masa itu terkenal dengan hafalan mereka yang sangat kuat Rasulullah adalah seorang yang “Ummi”, yang dalam penafsiran ulama diartikan sebagai tidak bisa baca tulis. Walaupun ada juga pendapat dari kalangan orientalis yang mengatakan bahwa Nabi bisa baca tulis. Terlepas dari perbedaan tersebut, yang jelas tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw sepanjang hidupnya meninggalkan warisan berupa tulisan tangan beliau. Upaya pelestarian al-Qur’an dilakukan oleh Rasulullah saw sendiri dengan cara setiap kali beliau mendapatkan wahyu, beliau menyampaikannya kepada para shahabat. Jibril juga selalu melakukan ‘muraja’ah’ atau mengulang-ulang dan mengoreksi hafalan Nabi Muhammad setiap bulan ramadhan. Dan pada bulan ramadhan terakhir sebelum beliau meninggal, Jibril melakukan ‘muraja’ah’ sebanyak dua kali. Para shahabat yang menerima wahyu kemudian menyampaikan kepada shahabat lain secara berantai.

Sejarah Turunnya al-Qur’an Ayat yang pertama kali turun adalah Surat al-Alaq 1-5 di gua Hira. Ayat yang terakhir kali turun adalah ayat 3 dari Surat al-Maidah Ada juga yang berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun adalah ayat 281 dari Surat al-Baqarah Ada yang mengganbungkan dua pendapat tersebut dengan mengatakan bahwan pernyataan resmi telah sempurnanya agama dan berhentinya wahyu adalah pada ayat 3 Surat al-Maidah, akan tetapi setelah itu masih ada ayat yang turun yaitu ayat 281 dari Surat al-Baqarah Jumhur Ulama berpendapat bahwa al-Qur’an diturunan selama kurang lebih 23 tahun, dibagi menjadi 2 periode: Periode Makkah, yaitu periode sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, selama 12 tahun, 5 bulan, 13 hari, sejak 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, samapai permulaan Rabi’ul Awal tahun 54 dari kelahiran Nabi Muhammad. Periode Madinah, yaitu periode setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, selama 9 tahun, 9 bulan, 9 hari, dari permulaan Rabi’ul awwal tahun 54 dari kelahiran Nabi Muhammad, sampai 9 Dzulhijjah tahun 63.

Sejarah Turunnya al-Qur’an Dalam beberapa ayat al-Qur’an, Allah kadang menegur Nabi Muhammad untuk tidak tergesa-gesa dalam menghafal al-Qur’an: وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (طه:114) لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) (سورة القيامة) Disamping menhafal, beberapa shahabat yang mempunyai kemampuan baca tulis juga menuliskan al-Qur’an pada pelepah kurma, batu, kulit binatang dll. Dan yang perlu ditegaskan adalah, bahwa sejak periode Makkah Nabi mempunyai penulis wahyu resmi yang bertugas menulis setiap wahyu yang baru turun. Oleh karena itu, terdapat beberapa shahabat yang dikenal sebagai ‘كتبة الوحي’ atau penulis wahyu, yaitu: Abu Bakar ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Tsabit bin Qais, Amir bin Fuhairah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abu Darda’. Pada awal-awal Islam, Rasulullah saw juga melarang para shahabat menuliskan hadis Nabi karena khawatir tercampur dengan al-Qur’an. Hal ini bertujuan menjaga keotentikan al-Qur’an

Sejarah Turunnya al-Qur’an Ketika terjadi perbedaan bacaan diantara para shahabat, mereka segera menkonfirmasikannya kepada Rasulullah, sebagaiman dalam beberapa riwayat: عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ (متفق عليه) عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَدَخَلَ رَجُلٌ يُصَلِّي فَقَرَأَ قِرَاءَةً أَنْكَرْتُهَا عَلَيْهِ ثُمَّ دَخَلَ آخَرُ فَقَرَأَ قِرَاءَةً سِوَى قَرَاءَةِ صَاحِبِهِ فَلَمَّا قَضَيْنَا الصَّلَاةَ دَخَلْنَا جَمِيعًا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنَّ هَذَا قَرَأَ قِرَاءَةً أَنْكَرْتُهَا عَلَيْهِ وَدَخَلَ آخَرُ فَقَرَأَ سِوَى قِرَاءَةِ صَاحِبِهِ فَأَمَرَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَا فَحَسَّنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَأْنَهُمَا فَسَقَطَ فِي نَفْسِي مِنْ التَّكْذِيبِ وَلَا إِذْ كُنْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَدْ غَشِيَنِي ضَرَبَ فِي صَدْرِي فَفِضْتُ عَرَقًا وَكَأَنَّمَا أَنْظُرُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَرَقًا فَقَالَ لِي يَا أُبَيُّ أُرْسِلَ إِلَيَّ أَنْ اقْرَأْ الْقُرْآنَ عَلَى حَرْفٍ فَرَدَدْتُ إِلَيْهِ أَنْ هَوِّنْ عَلَى أُمَّتِي فَرَدَّ إِلَيَّ الثَّانِيَةَ اقْرَأْهُ عَلَى حَرْفَيْنِ فَرَدَدْتُ إِلَيْهِ أَنْ هَوِّنْ عَلَى أُمَّتِي فَرَدَّ إِلَيَّ الثَّالِثَةَ اقْرَأْهُ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَلَكَ بِكُلِّ رَدَّةٍ رَدَدْتُكَهَا مَسْأَلَةٌ تَسْأَلُنِيهَا فَقُلْتُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّتِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّتِي وَأَخَّرْتُ الثَّالِثَةَ لِيَوْمٍ يَرْغَبُ إِلَيَّ الْخَلْقُ كُلُّهُمْ حَتَّى إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم) Pada masa Nabi, belum ada upaya untuk mengumpulkan al-Qur’an dalam bentuk mushaf seperti sekarang ini, karena beberapa faktor, diantaranya: karena sampai sebelum Rasul meninggal wahyu masih turun, belum dirasakan kebutuhan untuk hal tersebut karena shahabat hafal al-Qur’an, dan karena keterbatasan sarana.

Sejarah Turunnya al-Qur’an Beberapa peristiwa yang menunjukkan bagaiaman Nabi dan para sahabat menyebarkan al-Qur’an, sebagaimana disebutkan oleh M.M A’dzami dalam History of Qur’anic Text:

Sejarah Turunnya al-Qur’an

Sejarah Turunnya al-Qur’an

Sejarah Turunnya al-Qur’an

Sejarah Turunnya al-Qur’an

Konsep Asbab an-Nuzul أسباب النزول

Definisi Asbab an-Nuzul Asbab merupakan bentuk jamak dari “سبب” Secara terminologi, ada beberapa pendapat: Menurut az-Zarqani: “Keterangan mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.” Menurut Prof. Dr. Hasbi Ash-shiddiqi: “Kejadian yang karenanya diturunkan al- Qur’an untuk menerangkan hukumnya di hari timbulnya kejadian-kejadian itu dan suasana yang didalamnya al-Qur’an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan secara langsung sesudah terjadi sebab itu ataupun kemudian lantaran suatu hikmah.” Menurut Prof. Dr. Yunahar Ilyas: “Hal yang menjadi sebab turunnya suatu ayat, kelompok ayat atau satu Surat al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw.”

Definisi Asbab an-Nuzul Jadi, ada unsur-unsur yang penting untuk diketahui perihal Asbab an-Nuzul yaitu: adanya kasus atau peristiwa, termasuk pelaku, tempat, dan waktunya. Diperlukan analisa terhadap peristiwa tersebut, sehingga nantinya ayat-ayat tersebut bisa diterapkan untuk tempat dan waktu yang berbeda. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua ayat mempunyai asbab an- Nuzul, atau bisa jadi sebenarnya ada asbab an-Nuzulnya, akan tetapi tidak ada shahabat yang menceritakannya kepada generasi selanjutnya.

Bentuk-bentuk Asbab an-Nuzul Berupa peristiwa, contoh: عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أنَّ هِلَالَ بْنَ أُمَيَّةَ قَذَفَ امْرَأَتَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّنَةَ أَوْ حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا رَأَى أَحَدُنَا عَلَى امْرَأَتِهِ رَجُلًا يَنْطَلِقُ يَلْتَمِسُ الْبَيِّنَةَ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْبَيِّنَةَ وَإِلَّا حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ فَقَالَ هِلَالٌ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ إِنِّي لَصَادِقٌ فَلَيُنْزِلَنَّ اللَّهُ مَا يُبَرِّئُ ظَهْرِي مِنْ الْحَدِّ فَنَزَلَ جِبْرِيلُ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ: وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5) وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)

Bentuk-bentuk Asbab an-Nuzul فَانْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا فَجَاءَ هِلَالٌ فَشَهِدَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنَّ أَحَدَكُمَا كَاذِبٌ فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ ثُمَّ قَامَتْ فَشَهِدَتْ فَلَمَّا كَانَتْ عِنْدَ الْخَامِسَةِ وَقَّفُوهَا وَقَالُوا إِنَّهَا مُوجِبَةٌ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَتَلَكَّأَتْ وَنَكَصَتْ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهَا تَرْجِعُ ثُمَّ قَالَتْ لَا أَفْضَحُ قَوْمِي سَائِرَ الْيَوْمِ فَمَضَتْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصِرُوهَا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ الْعَيْنَيْنِ سَابِغَ الْأَلْيَتَيْنِ خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ فَهُوَ لِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ فَجَاءَتْ بِهِ كَذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا مَا مَضَى مِنْ كِتَابِ اللَّهِ لَكَانَ لِي وَلَهَا شَأْنٌ (رواه البخاري) 2. Berupa pertanyaan, contoh: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَا أَنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرْثٍ وَهُوَ مُتَّكِئٌ عَلَى عَسِيبٍ إِذْ مَرَّ الْيَهُودُ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ سَلُوهُ عَنْ الرُّوحِ فَقَالَ مَا رَأْيُكُمْ إِلَيْهِ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا يَسْتَقْبِلُكُمْ بِشَيْءٍ تَكْرَهُونَهُ فَقَالُوا سَلُوهُ فَسَأَلُوهُ عَنْ الرُّوحِ فَأَمْسَكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِمْ شَيْئًا فَعَلِمْتُ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْهِ فَقُمْتُ مَقَامِي فَلَمَّا نَزَلَ الْوَحْيُ قَالَ (وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الرُّوحِ قُلْ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا) (متفق عليه)

Metode Mengetahui Asbab an-Nuzul Tidak ada cara untuk mengetahui Asbab an-Nuzul kecuali melalui riwayat yang shahih dari Nabi dan para shahabat yang menyaksikan peristiwa yang terjadi atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi. Al-Wahidi berkata: “Tidak boleh berpendapat mengenai asbab an-Nuzul, melainkan hanya berdasarkan kepada riwayat (mengenai sebab turunnya ayat tertentu) Dalam hal ini riwayat satu orang shahabat bisa diterima walaupun tidak ada riwayat dari shahabat lain yang menguatkan, karena pernyataan shahabat mengenai asbab an-Nuzul tidak mungkin didasarkan pada ijtihadnya, akan tetapi ia pasti menyaksikan peristiwa tersebut, atau mendengar dari shahabat yang menyaksikannya. Ulama berpendapat, jika riwayat mengenai asbab an-Nuzul ‘Mursal shahabi’ maka harus dikuatkan oleh minimal riwayat mursal yang lain, jika perawinya merupakan imam-imam tafsir yang meriwayatkan dari shahabat seperti Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair dll.

Redaksi Asbab an-Nuzul Ada dua bentuk redaksi asbab an-Nuzul: Sharihah (صريحة), yaitu redaksi yang digunakan oleh perawi secara tegas dan jelas menunjukkan asbab an-Nuzul. Dinilai jelas, apabila perawi: Menggunakan kalimat: ”سبب نزول الآية كذا“ (sebab turunnya ayat ini adalah begini) Menggunakan Fa’ sababiyyah (”فــ“ السببية), yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan: “maka”. Misalnya, seorang perawi berkata: “telah terjadi peristiwa ini, maka turunlah ayat ini. Atau: “Rasulullah ditanya tentang hal ini, maka turunlah ayat ini.” Tidak menggunakan dua bentuk diatas, akan tetapi perawi menceritakan bahwa Rasulullah saw ditanya tentang sesuatu, kemudian turunlah wahyu, dan bisa dipahami dengan jelas bahwa wahyu tersebut turun untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Redaksi Asbab an-Nuzul Muhtamalah (محتملة), yaitu redaksi yang digunakan oleh perawi tidak secara tegas dan jelas menunjukkan asbab an-Nuzul, hanyan mengandung kemungkinan asbab an-Nuzul. Dinilai tidak jelas, apabila perawi: Menggunakan kalimat: ”نزلت هذه الآية في كذا“ (diturunkan ayat ini tentang hal ini). Kata “في” tdiak secara tegas menunjukkan sebab turun ayat, karena bisa bermaksud kandungan dari ayat atau makna ayat. Menggunakan kalimat: ”أحسب أن هذه الآية نزلت في كذا“ (saya kira, ayat ini diturunkan tentang hal ini). Menggunakan kalimat: ”ما أحسب هذه الآية إلا أنها نزلت في كذا“ (saya kira, ayat ini tidak diturunkan kecuali tentang hal ini).

Redaksi Asbab an-Nuzul Berkenaan dengan redaksi yang “Muhtamalah”, menurut az-Zarkasyi, perlu dilihat kebiasaan shahabat yang bersangkutan. Apabila ia biasa menggunakan redaksi tersebut untuk menunjukkan kandungan hukum suatu ayat, dan bukan sebab turunnya, maka harus dipahami demikian, dan sebaliknya.

Urgensi Mempelajari Asbab an-Nuzul Mengetahui asbab an-Nuzul sangat penting dalam memahami ayat al- Qur’an, terutama yang berisi tentang hukum. Contoh: sebab turunnya al-Baqarah: 115, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Mardawaih: Jabir berkata: “Kami telah diutus Rasulullah saw dalam satu pasukan kecil. Ketika kami berada di tengah perjalanan, kegelapan mencekam kami, sehingga kami tidak mengetahui arah kiblat. Sebagian kami berkata: “Kami telah mengetahui arah kiblat yaitu kesana.” Maka mereka shalat dan membuat garis di tanah. Ketika subuh menjelang dan kemudian matahari terbit, ternyata garis itu mengarah bukan ke arah kiblat. Tatkala kami kembali dari perjalanan itu, kami bertanya kepada Rasulullah saw tentang peristiwa itu, maka Nabi diam. Kemudian turunlah ayat tersebut.”

Urgensi Mempelajari Asbab an-Nuzul Mengetahui hikmah dibalik syariat yang diturunkan melalui sebab tertentu. Mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunnya ayat tertentu Mengetahui apakah suatu ayat mengandung pesan khusus atau umum Bertambah keyakinan bahwa Allah selalu menolong Rasulnya dalam menghadapi tantangan dan peristiwa tertentu.

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب العبرة بخصوص السبب لا بعموم اللفظ Dua Kaidah yang Bertentangan Berhubungan dengan asbab an-Nuzul, ada 2 kaidah yang saling bertentangan: العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب (yang menjadi patokan adalah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab) العبرة بخصوص السبب لا بعموم اللفظ (yang menjadi patokan adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal

Dua Kaidah yang Bertentangan Sebab turunnya ayat umum Redaksi ayat umum Makna dan kandungan hukum ayat bersifat umum

Dua Kaidah yang Bertentangan Contoh: Surat al-Baqarah: 222, sebab turunnya: “Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, Tirmidzi dan Ibnu Majah, bahwa Anas bin Malik berkata: “Apabila istri orang-orang Yahudi sedang haidh, mereka dikeluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum dan tidak boleh bersama-sama didalam rumah. Lalu Rasulullah saw ditanya tentang hal itu, maka Allah menurunkan ayat tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: “ Bersama-samalah dengan mereka dirumah, berbuatlah segala sesuatu selain menggaulinya.” Sebab turunya ayat tersebut tidak berkenaan orang tertentu, dan redaksi ayat tersebut juga umum, maka hukum yang terkandung di dalamnya juga umum

Dua Kaidah yang Bertentangan Sebab turunnya ayat khusus Redaksi ayat khusus Makna dan kandungan hukum ayat bersifat khusus

Dua Kaidah yang Bertentangan Contoh: Surat al-Lail : 17-21, ayat tersebut diturunkan berkenaan Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliaulah yang dimaksud dengan “al-atqa” dalam ayat, yaitu orang yang paling taqwa. Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim, dari Urwah: “Bahwasannya Abu Bakar telah memerdekakan 7 orang budak yang disiksa karena membela agama Allah. Mereka adalah Bilal, Amir bi Fuhairah, Nahdiyah, anak perempunan Ummu Isa dan budak perempuan Bani Mau’il. Untuk itulah turun ayat diatas.”

Dua Kaidah yang Bertentangan Namun,apabila redaksi ayat yang turun bersifat umum, padahal sebabnya bersifat khusus, maka disini ulama berbeda pendapat. Sebagian menggunakan kaidah pertama, dan sebagian menggunakan kaidah kedua. Tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi patokan adalah redaksi ayat yang umum, sejalan dengan universalitas syariat Islam yang bersifat umum untuk seluruh umat manusia. Contoh: An-Nur: 6-9. sebab turunnya ayat yaitu Hilal bin Umayyah menuduh istrinya berzina.

تعدد الأسباب والنازل واحد تعدد النازل والسبب واحد Berbilangnya Asbab an-Nuzul Terkadang, terdapat beberapa riwayat sebab turunnya suatu ayat, padahal ayatnya cuma satu, atau biasa disebut: تعدد الأسباب والنازل واحد Terkadang sebaliknya, terdapat beberapa ayat yang diturunkan untuk satu sebab turunya ayat, atau biasa disebut: تعدد النازل والسبب واحد

تعدد الأسباب والنازل واحد Apabila riwayat tentang sebab turun ayat lebih dari satu, sedangkan yang turun hanya satu (satu ayat, satu kelompok ayat atau satu surat), maka sikaf para mufassir adalah: Apabila semua riwayat tersebut menggunakan redaksi yang “muhtamalah’ , maka semua riwayat tersebut bisa digunakan untuk mentafisrkan, akan tetap tidak bisa diklaim salah satu sebagai yang paling benar. Apabila satu riwayat menggunakan redaksi yang “sharihah” dan yang lain menggunakan redaksi yang “muhtamalah”, maka yang menjadi pegangan adalah redaksi yang sharihah. Contoh riwayat tentang turunnya Surat al-Baqarah: 223.

تعدد الأسباب والنازل واحد Ada 2 riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini: Pertama: riwayat nafi’ bahwa ia berkata: “Suatu hari saya membaca ayat: “Nisaukum hartsul lakum” Lalu Ibn Umar berkata: “Tahukah engkau mengenai apa ayat ini diturunkan? Aku menjawab: “Tidak” Ibn Umar berkata: “Ayat ini diturunkan mengenai persoalan mendatangi istri dari belakang.” Riwayat kedua: Jabir berkata: “Orang-orang Yahudi berkata: Apabila seorang laki-laki mendatangi isterinya dari belakang, maka anaknya nanti akan bermata juling, maka turunlah ayat tersebut” Karena redaksi riwayat Ibnu Umar muhtamalah, maka yang digunakan adalah riwayat Jabir. Apabila semua riwayat tersebut menggunakan redaksi yang “sharihah” tetapi dari segi kualitas ada yang shahih dan ada yang dhaif, maka yang digunakan adalah riwayat yang shahih.

تعدد الأسباب والنازل واحد Contohnya adalah riwayat tentang turunnya Surat adh-Dhuha. Ada dua riwayat, riwayat pertama shahih yang merupakan riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya: عن جُنْدُبَ بْنَ سُفْيَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَقُمْ لَيْلَتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ شَيْطَانُكَ قَدْ تَرَكَكَ لَمْ أَرَهُ قَرِبَكَ مُنْذُ لَيْلَتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلّ (وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى( Riwayat kedua, diriwaatkan oleh ath-Thabarani: عن حَفْص بن سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَتْنِي أُمِّي، عَنْ أُمِّهَا، وَكَانَتْ خَادِمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ جِرْوًا دَخَلَ الْبَيْتَ، وَدَخَلَ تَحْتَ السَّرِيرِ وَمَاتَ فَمَكَثَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَيَّامًا لا يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ، فَقَالَ:يَا خَوْلَةُ مَا حَدَثَ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ؟ جِبْرِيلُ لا يَأْتِينِي فَهَلْ حَدَثَ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ حَدَثٌ؟ فَقُلْتُ: وَاللَّهِ مَا أَتَى عَلَيْنَا يَوْمٌ خَيْرٌ مِنْ يَوْمِنَا، فَأَخَذَ بُرْدَهُ فَلَبِسَهُ وَخَرَجَ، فَقُلْتُ: لَوْ هَيَّأْتُ الْبَيْتَ، وكَنَسْتَهُ، فَأَهْوَيْتُ بِالْمِكْنَسَةِ تَحْتَ السَّرِيرِ، فَإِذَا شَيْءٌ ثَقِيلٌ فَلَمْ أَزَلْ حَتَّى أَخْرَجْتُهُ، فَإِذَا بِجِرْوٍ مَيِّتٍ، فَأَخَذْتُهُ بِيَدِي، فَأَلْقَيْتُهُ خَلْفَ الدَّارِ، فَجَاءَ نَبِيُّ اللَّهِ تَرْعَدُ لَحْيَيْهِ، وَكَانَ إِذَا أَتَاهُ الْوَحْيُ أَخَذَتْهُ الرِّعْدَةُ، فَقَالَ:يَا خَوْلَةُ، دَثِّريني فَأَنْزَلَ اللَّهُ: "وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى"[الضحى آية 1] .

تعدد الأسباب والنازل واحد Ibnu Hajar mengatakan bahwa riwayat ath-Thabrani lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang tidak diketahui (majhul), maka dalah hal ini riwayat Muslimlahlah yang diambil. Apabila semua riwayat tersebut menggunakan redaksi yang sharihah, dan sama-sama shahih, akan tetapi ada hal yang menguatkan salah satu riwayat, maka riwayat tersebut yang diambil. Yang bisa menguatkan riwayat tersebut adalah apabila ia lebih shahih, atau sahabat yang meriwayatkannya hadir dalam peristiwa turunnya ayat tersebut. Contoh: s عن ابن مسعود قال: كنت أمشي مع النبي صلى الله عليه وسلم بالمدينة. وهو يتوكأ على عسيب. فمر بنفر من اليهود فقال بعضهم: لو سألتموه. فقالوا: حدثنا عن الروح. فقام ساعة ورفع رأسه فعرفت أنه يوحى إليه حتى صعد الوحي ثم قال: (قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلاً) رواه البخاري

تعدد الأسباب والنازل واحد عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَتْ قُرَيْشٌ لِيَهُودَ أَعْطُونَا شَيْئًا نَسْأَلُ هَذَا الرَّجُلَ فَقَالَ سَلُوهُ عَنْ الرُّوحِ قَالَ فَسَأَلُوهُ عَنْ الرُّوحِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى (وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الرُّوحِ قُلْ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا) Kedua riwayat tersebut shahih, akan tetapi Ibnu Mas’ud hadir dalam peristiwa tersebut, maka riwayatnya yang menjadi pegangan. 5. Apabila riwayat-riwayat tersebut sama-sama kuat, maka diusahakan untuk mengkompromikannya jika memungkinkan, sehingga dinyatakan ayat itu turun setelah terjadi dua sebab atau lebih karena jarak waktu antara sebab-sebab berdekatan. Contoh adalah sabab an Nuzul surat An Nur ayat 6-9 tersebut, ada riwayat lain oleh Bukhari dan Muslim, dari Sahal bin Sa’ad, bahwa Uwaimir datang kepada Ashim bin Adi, lalu berkata: “Tanyakan kepada Rasulullah tentang laki-laki yang mendapati istrinya bersama laki-laki lain, apakah ia harus membunuhnya, atau apa yang harus ia lakukan?” 2 peristiwa tersebut shahih dan waktu terjadinya berdekatan, sehingga tidak ada masalah jika keduanya diterima sebagai asbab an_nuzul

تعدد الأسباب والنازل واحد Apabila riwayat-riwayat tersebut tidak dapat dikompromikan, karena jarak waktu antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka semua riwayat tersebut diterima dengan menyatakan bahwa ayat tersebut turun lebih dari sekali. Contoh: Surat at-Taubah: 113. سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ { مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ } (رواه البخاري ومسلم)

تعدد الأسباب والنازل واحد Dalam riwayat lain: عَنْ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ رَجُلًا يَسْتَغْفِرُ لِأَبَوَيْهِ وَهُمَا مُشْرِكَانِ فَقُلْتُ لَهُ أَتَسْتَغْفِرُ لِأَبَوَيْكَ وَهُمَا مُشْرِكَانِ فَقَالَ أَوَلَيْسَ اسْتَغْفَرَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَهُوَ مُشْرِكٌ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ (مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ) (رواه الترمذي)

تعدد النازل والسبب واحد Yaitu apabila banyak ayat turun, padahal sebabnya satu. Artinya, banyak ayat yang diturunkan diberbagai ayat untuk satu peristiwa. Conoth: Ali Imran 195, An Nisa 32, Al Ahzab 35 turun karena pertanyaan Ummu Slamah kepada Rasulullah saw. عن أم سلمة رضي الله عنها ، أنها قالت : يا رسول الله ، لا أسمع الله ذكر النساء في الهجرة بشيء . فأنزل الله عز وجل « ( فاستجاب لهم ربهم أني لا أضيع عمل عامل منكم من ذكر أو أنثى بعضكم من بعض (رواه الحاكم، وسعيد بن منصور، والترمذي وغيرهم) عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ يَغْزُو الرِّجَالُ وَلَا تَغْزُو النِّسَاءُ وَإِنَّمَا لَنَا نِصْفُ الْمِيرَاثِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى { وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ } (رواه الترمذي وغيره) عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شَيْبَةَ قَالَ سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَنَا لَا نُذْكَرُ فِي الْقُرْآنِ كَمَا يُذْكَرُ الرِّجَالُ قَالَتْ فَلَمْ يَرُعْنِي مِنْهُ يَوْمًا إِلَّا وَنِدَاؤُهُ عَلَى الْمِنْبَرِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَالَتْ وَأَنَا أُسَرِّحُ رَأْسِي فَلَفَفْتُ شَعْرِي ثُمَّ دَنَوْتُ مِنْ الْبَابِ فَجَعَلْتُ سَمْعِي عِنْدَ الْجَرِيدِ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ { إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ } (رواه أحمد)

Surat Makkiyah dan Madaniyah Ulama membagi ayat dan surah Makkinyah dan Madaninyyah berdasarkan aspek-aspek berikut: 1. Berdasarkan periode (باعتبار زمان النزول), yaitu yang diturunkan sebelum hijrah disebut Makkiyah dan yang diturunkan setelah hijrah disebut Madaniyyah. 2. Berdasarkan tempatnya (باعتبار مكان النزول), yaitu yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya seperti Mina, Arafat, Thaif dll disebut Makkiyan, dan yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya seperti Badr, Khaibar dll disebut Madaniyyah. 3. Berdasarkan sasaran pembicaraan (باعتبار المخاطب), yaitu bahwa jika suatu ayat ditujukan untuk penduduk Makkah maka disebut Makkiyah, dan apabila ditujukan kepada penduduk Madinah maka disebut Madaniyyah. Dari ketiga aspek tersebut, kriteria pertama adalah yang paling relevan untuk bisa mencakup semua ayat al-Qur’an. Contoh ayat Makkiyah yang terdapat dalam Surat Madaniyyah: al-Anfal: 30 Contoh ayat Madaniyyah yang terdapat dalam Surat Makkiyah: , al-an’am: 152-153 Ada juga ayat yang diturunkan di Makkah, akah tetapi dikategorikan sebagai ayat Madaniyyah karena diturunkan setelah fase hijrah Nabi ke Madinah, misalnya: al-Hujurat: 13.

Surat Makkiyah dan Madaniyah Susunan ayat dan surat al-Qur’an adalah tauqifi (berdasarkan petunjuk Nabi), dan bukan berdasarkan urutan diturunkannya ayat. Oleh karena itu, tidak mudah untuk melacak status suatu ayat dari segi Makkiyah dan Madaninyyah-nya. Sebelum penyatuan Mushaf oleh Khalifah Usman bin Affan, terdapat beberapa Shahabat yang menulis al-Qur’an berdasarkan kronologi ayat. Akan tetapi, Khalifah Usman telah memerintahkan semua mushaf untuk dibakar selain Mushaf yang ditulis oleh Tim Penyusun al-Qur’an yang terdiri dari para shahabat yang ahli dalam bidang al-Qur’an Dari sisi ini, terdapat sisi negatif dari pembakaran tersebut, karena menyebabkan generasi setelahnya kesulitan untuk melacak urutan turunnya ayat dan surat. Metodologi mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah: المنهج السماعي النقليyaitu melalui riwayat sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu. المنهج القياسي الاجتهاديyaitu dengan meneliti karakteristik ayat-ayat Makkiyan dan Madaniyyah

Surat Makkiyah dan Madaniyah Ciri-ciri ayat dan surat Makkiyah dan Madaniyyah: Madaniyyah Makkiyah Ayatnya panjang-panjang Diawali dengan ya ayyuhal ladzina Aamanu Tema: hukum dan sosial kemasyarakatan Gaya bahasa yang lembut dan penyampaian yang mudah Susunan kata panjang dan tidak banyak argumen Semua ayat yang berkaitan hukum perang dan yang berkaitan dengannya adalah Madaniyyah Berbicara tentang orang Munafik, kecuali Surat al-Ankabut Ayat yang berisi perdebatan dengan ahlul kitab adalah Madaniyyah Ayatnya pendek-pendek Diawali dengan ya ayyuhan nas Tema: tauhid/aqidah Semua ayat sajdah adalah Makkiyah Semua ayat yang ada kata “كلا” adalah Makkiyah Semua surat yang mengandung kisah umat dan terdahulu adalah Makkiyah, kecuali Surat al-Baqarah Semua surat yang didahului oleh huruf-huruf muqaththo’ah adalah Makkiyah, kecuali al-Baqarah dan Ali Imran. Gaya bahasa keras dalam penyampaian Susunan ringkas dan argumen yang kuat

Implikasi dalam Penafsiran Pemahaman tentang Makkiyan dan Madaniyyah sangat penting dalam penafsiran al-Qur’an, dan untuk mengetahui Nasikh dan Mansukh, serta ayat-ayat yang umum dan yang mengkhususkan.