HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-2 JULIUS HARDJONO
AGENDA : HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN HUKUM LAINNYA HUKUM PAKJAK FORMAL HUKUM PAJAK MATERIAL JENIS-JENIS PAJAK TEORI PEMUNGUTAN PAJAK ASAS PEMUNGUTAN PAJAK SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN HUKUM PERDATA (KUHP) __________________________________ Hukum Perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang2 pribadi. Beberapa teori mengenai hubungan tersebut adalah sbb :
Hkm.Pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian2, keadaan2, & Perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata. Seperti : Pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, warisan. 2. Hkm perdata harus dipandang sebagai hukum umum (lex generalis) yang meliputi segala-galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang darinya (lex specialis).
3. Hubungan erat ini sangat mungkin timbul karena banyak dipergunakannya istilah-istilah hukum perdata dalam perundang-undangan pajak, walupun tidak selalu. Misalnya : “tempat tinggal” seseorang umumnya tidak dianut oleh hukum pajak. Dalam hukum Pajak menggunakan istilah domisili.
Sebaliknya hukum pajak berpengaruh terhadap hukum perdata. “ Lex specialis derogat lex generalis” (Peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum) Misalnya : dalam KUHP Pasal 1602 Majikan wajib membayar upah buruh, tapi dalam hukum pajak , hutang negara harus dihahulukan. UU.KUP No.28/2007 (16/2009) Pasal 21 (3)”Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya…”
Batavia Air Ternyata Menunggak Pajak Rp 309 Miliar *) JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum karyawan PT Metro Batavia (Batavia Air) Odie Hudiyanto mengatakan Batavia Air diduga menunggak pajak sebesar Rp 309 miliar. Tunggakan pajak itu sudah dilakukan sejak 2010. "Ini aneh sekali, mengapa Batavia Air sampai menunggak pajak begitu besar. Ini pasti ada permainan di bawah meja," kata Odie kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (15/3/2013). Odie menjelaskan, jumlah tersebut diketahui setelah rapat kurator Batavia Air yang dilakukan di JI-Expo Kemayoran. Jumlah ini langsung melesat dari hasil kurator semula sebesar Rp 40 miliar. Dengan kenaikan jumlah tunggakan pajak ini, Odie menilai kemungkinan adanya permainan dari manajemen Batavia Air dengan petugas Ditjen Pajak untuk tidak segera membayar pajak tersebut. "Ini berarti ada kongkalikong dengan Ditjen Pajak," tambahnya. Atas kasus ini, kuasa hukum karyawan Batavia Air menginginkan agar kurator dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendahulukan kewajiban untuk membayar pesangon karyawan sebesar Rp 105 miliar. Jumlah ini menurun dari perkiraan semula sebesar Rp 141 miliar. Sesuai dengan hasil putusan sidang, kewajiban yang diutamakan adalah pajak dan karyawan sehingga pihaknya meminta agar kurator dan PN Jakarta Pusat mendahulukan pembayaran pajak tersebut. "Tapi kami minta kurator untuk membayar tunggakan pajaknya yang Rp 40 miliar, bukan yang Rp 309 miliar. Lalu sisanya pesangon karyawan yang didahulukan," tambahnya. Dikonfirmasi atas hal ini, juru bicara Direktorat Jenderal Pajak, Chandra Budi, enggan menjelaskan kasus tunggakan pajak dari Batavia Air tersebut. "Untuk data tunggakan pajak atas nama Batavia Air, kami tidak boleh mengonfirmasinya karena berkaitan dengan rahasia jabatan sesuai Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)," kata Chandra. _________________ *) Sumber : Kompas, 15 Maret 2013
HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN HUKUM PIDANA (KUHAP) ____________________________________________________________________________________________________ Hukum PIDANA adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. ___________ Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan.
Tindak pidana dapat terjadi dalam tindakan yang melanggar aturan perpajakan. Aturan dalam KUHAP acapkali dipakai oleh UU.KUP Misalnya : Pasal 38 & 39 UU.KUP mengenai unsur kealpaan dan kesegajaan mengacu pada Hukum Pidana Pasal 231 ayat (1) KUHAP, menegaskan bahwa : “ barang siapa dengan sengaja menarik suatu barang yang disita menurut ketentuan undang-undang atau yang dititipkan (sequestratie) atas perintah hakim atau dengan mengetahui, bahwa barang ditarik dari situ, menyembunyikan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Hukum Pajak Terdiri dari : 1. HUKUM PAJAK FORMAL 2. HUKUM PAJAK MATERIAL
1. HUKUM PAJAK FORMAL memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil).
1. HUKUM PAJAK FORMAL Hukum ini memuat antara lain: a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan & peristiwa yang menimbulkan utang pajak. c. Kewajiban Wajib Pajak, misalnya : menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, & hak-hak Wajib Pajak, misalnya : mengajukan keberatan atau banding. d. Sanksi Perpajakan.
Ad. 1. Hukum Pajak Formal yang terdiri atas : a Ad. 1. Hukum Pajak Formal yang terdiri atas : a.Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). b.Undang Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). c.Undang Undang Pengadilan Pajak (UU.PP).
2. HUKUM PAJAK MATERIAL yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan.
Ad.2. Hukum Pajak Material yang terdiri atas : a.Undang Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). b.Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN & PPnBM). c.Undang Undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). d.Undang Undang Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan (UU BPHTB). e.Undang Undang Bea Meterai (UU BM) f.Undang Undang Pajak Daerah & Retribusi Daerah (UU PDRD).
JENIS-JENIS PAJAK : PAJAK Menurut sifatnya : Langsung Tak Langsung Sasarannya : Subjektif Objektif Menurut Lembaga: - Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
JENIS-JENIS PAJAK : 1. Menurut Sifatnya : - Pajak langsung Dipikul sendiri oleh WP, Contoh : PPh, PBB - Pajak Tak langsung Beban Pajak dipindahkan ke pihak lain, Contoh : PPN
2. Menurut sasarannya Pajak Subjektif Pajak dikenakan yang pertama-tama diperhatikan adalah subjek pajaknya. Contoh : Apakah WP tersebut Penghasilan diatas PTKP ? Pajak Objektif Pajak dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yg menyebabkantimbulnya kewajiban membayar pajak. Contoh : Apakah Barang tersebut BKP atau bukan ?
3. Menurut Lembaga Pemungutnya Pajak Pusat jenis pajak yg dipungut oleh Pemerintah Pusat yg dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Keuangan cq, Direktorat Jendral Pajak. Contoh : PPh, PPN, Bea Materai Pajak Daerah Jenis pajak yg dipungut Pemerintah Daerah yg dalam pelaksanaannyasehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Contoh : Pajak Resto, Reklame, Hotel, Tontonan, PBB.
TEORI PEMUNGUTAN PAJAK Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak: 1.Teori Asuransi. Negara melindungi jiwa, raga, harta dan hak-hak rakyat karenanya rakyat harus membayar pajak yang diibiratkan premi asuransi atas jaminan perlindungan
2.Teori Kepentingan. Beban pajak didasarkan pada kepentingan masing-ming individu warga. Makin besar kepentingannya, ya.. Makin besar juga pajaknya,
3.Teori Daya Pikul. Beban pajak harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya. Pendekatan untuk mengukur daya pikul: a). Unsur obyektif; besarnya penghasilan. b). Unsur subyektif; besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4.Teori Bakti. Dalam teori ini dikatakan bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat harus sadar bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga.
5.Teori Asas Daya Beli. Menurut teori ini Pajak adalah penarikan daya beli masyarakat, maka akibat dari pemungutan pajak harus merupakan pemeliharaan kesejahteraan.
Efficiency (economic of collection) Teori Pemungutan Pajak, Menurut Adam Smith dalam bukunya “An Inquiries into the nature of the wealth of the Nations” (Four Maxims) : Equality Certainty Convenience Efficiency (economic of collection) Adam Smith (1723-1790)
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK 1.Asas Tempat tinggal/domisili suatu azas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. 2.Asas Kebangsaan suatu azas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu negara 3.Asas Sumber suatu azas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada.
Sistem Pemungutan Pajak : Offcial Assessment Self assessment (Semi self Assessment) Witholding Tax Tax Reform tahun 1983 : Dari Official Assessment kepada Self Ass. UU.KUP, UU.PPh, UU.PPN, UU.PBB dan UU.bea meterai
1. Official ass. : Wewenang Untuk menentukan besanya hutang pajak ada pada Pihak Aparat Pajak (fiskus) Wajib Pajak (WP) Bersifat pasif. Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan SKP oleh Fiskus.
2. Self ass. : Wewenang Untuk menentukan besanya hutang pajak ada pada Pihak WP. WP. Bersifat Aktif Pihak Fiskus tidak ikut campur dalam menentukan hutang pajak. Dalam semi ass. Fiskus ikut mengawasi.
3. Witholding Tax : Wewenang Untuk menentukan besanya hutang pajak ada pada Pihak Ketiga, bukan WP dan bukan juga Fiskus
Penafsiran Undang-undang Pajak. Penafsiran hukum (Rechtsinterpretatie) adalah salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan atas ketidakjelasan mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. 1. Penafsiran Historis : Penafsiran historis adalah penafsiran atas UU dengan melihat pada sejarah dibuatnya suatu UU.
2. Penafsiran Sosiologis Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU yang disesuaikan dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat. 3. Penafsiran sistematik Penafsiran sistematik adalah penafsiran dengan menghubungkan suatu pasal dengan pasal yang lain dalam satu UU yang sama atau mengaitkannya dengan pasal-pasal UU yang lain. Penafsiran Otentik : Penafsiran otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan melihat pada apa yang telah dijelaskan dalam undang-undang tersebut.
4. Penafsiran Otentik. Penafsiran otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU dengan melihat pada apa yang telah dijelaskan dalam UU tersebut. 5. Penafsiran Tata Bahasa Penafsiran tata bahasa adalah cara penafsiran berdasarkan bunyi kata2 secara keseluruhan, dengan berpedoman pada arti kata2 yang berhubungan satu sama lain, dalam kalimat2 yang disusun oleh pembuat UU.
7. Penafsiran A Contrario Penafsiran A Contrario adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam pasal undang.
Menurut R.Santoso Brotodihardjo, *) Bagi para WP :“ Walaupun teori-teori pajak yang muluk-muluk yang didengungkan oleh para sarjana penganjur beserta penganutnya agar dapat diinsafi keadilannya, selalau akan merasakan tiap pemungutan pajak sebagai suatu pengorbanan yang dipaksakan kepadanya.” Jadi tetap yang dikedepankan oleh Pemerintah adalah Penerimaan Negara dibandingkan keadilan. ______________ *) Pengantar Ilmu Hukum Pajak, hal. 165, 1998.