Kekerasan seksual berbasis gender dalam situasi bencana Ika Putri Ramadhani, M. Biomed
Kekerasan berbasis gender (gender-based violence) adalah suatu tindakan kekerasan yang terjadi pada seseorang berdasarkan perbedaan status sosial yang berlaku (gender) antara pria dan wanita. Kekerasan berbasis gender di seluruh dunia paling banyak menimpa kaum perempuan dan anak-anak perempuan.
Kekerasan berbasis gender termasuk: Kekerasan seksual, di antaranya perkosaan, pelecehan seksual, ekspolitasi seksual dan prostitusi Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Kawin paksa dan kawin muda Kekerasan fisik Kekerasan psikis Kekerasan ekonomi
Kekerasan berbasis berbasis gender dalam situasi bencana Kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam situasi darurat kemanusiaan umumnya jarang dilaporkan, akan tetapi kekerasan ini telah banyak didokumentasikan selama terjadinya krisis kemanusiaan. 4 kasus kekerasan seksual pengungsi Aceh pasca tsunami (Catatan Kekerasan terhadap Perempuan, Tahun 2006, Komnas Perempuan) 3 kasus perkosaan di pengungsian pasca gempa di Padang tahun 2009 (Laporan Program Pencegahan dan Respon GBV Pasca Gempa Padang, UNFPA Indonesia).
Pada situasi bencana terjadi peningkatan risiko kekerasan berbasis gender karena: Sistem perlindungan sosial terganggu: keluarga yang terpisah, sistem keamanan di lingkungan tempat tinggal yang tidak berjalan. Lemahnya aturan keamanan dan keselamatan pada saat terjadi konflik. Pengaturan tempat pengungsian dapat juga meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual Tidak terpenuhinya kebutuhan seksual selama tinggal di pengungsian dalam jangka waktu yang lama. Hilangnya pendapatan sehingga mempengaruhi stabilitas ekonomi rumah tangga.
Apakah Akar Masalah Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual? Perempuan dan anak-anak terpisah dari keluarga dan perlindungan masyarakat Ketidasetaraan gender dan diskriminasi Semasa konflik bersenjata, kekerasan seksual seringkali digunakan sebagai senjata perang, dengan anak-anak dan perempuan sebagai target kekerasan dan eksploitasi yang terjadi karena gender , umur, dan ketergantungan kepada orang lain untuk mendapatkan pertolongan dan perlindungan
PELAKU KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK NEGARA MEDIA MASYARAKAT/TEMPAT KERJA KELUARGA INDIVIDU
BAGAN ALUR MONITORING DAN PELAPORAN KEJADIAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DAN PEREMPUAN PEMERINTAHAN DESA/KELURAHAN KARANG TARUNA, PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT BIDAN DESA, GURU KADER PKK, KADER POSYANDU KELOMPOK PKK RT DAN KELOMPOK PKK RW KETUA RW TIM PENGGERAK PKK DESA/ KELURAHAN
Siapa yang Bertanggung-Jawab Mencegah Dan Menangani Insiden Kekerasan Seksual? UNHCR, mitra PBB, LSM nasional dan internasional dan pihak pemerintah layanan perlindungan keamanan/polisi masyarakat, psikolog kesehatan Pendidikan, perencanaan lokasi
Siapa Yang Paling Terkena Dampak Kekerasan Seksual? pria dan anak laki-laki wanita dan gadis ayah, saudara laki-laki, suami dan putera dari mereka yang selamat
Siapa Yang Melakukan Kekerasan Seksual? anggota klan, desa, kelompok agama atau kelompok etnis lain personil militer anggota populasi yang menampung anggota keluarga pekerja kemanusiaan dari PBB atau LSM dll
Situasi apa yang membuat wanita dan gadis beresiko mengalami kekerasan seksual? mereka bergantung pada pria untuk kelangsungan hidup mereka sehari-hari Wanita dan gadis mungkin harus mengadakan perjalanan ke tempat distribusi yang jauh untuk mendapatkan makanan, kayu bakar untuk memasak, bahan bakar dan air Kurangnya perlindungan dari polisi dan tidak adanya hukum yang berlaku
Mengapa insiden kekerasan seksual seringkali tidak dilaporkan? takut dengan pembalasan, malu ketidakberdayaan, kurang mendapatkan dukungan, tidak dapat diandalkannya layanan publik, kurangnya kepercayaan kepada layanan kesehatan dan kurangnya kepercayaan diri dan tidak terbiasanya dengan layanan
Pencegahan Kekerasan Seksual dapat dilakukan dengan cara: menempatkan kelompok rentan di pengungsian memastikan satu keluarga berada dalam tenda yang sama Perempuan yang menjadi kepala keluarga dan anak yang terpisah dari keluarga dikumpulkan di dalam satu tenda. Memastikan terdapat layanan kesehatan reproduksi pada tenda pengungsian Menempatkan MCK laki-laki dan perempuan secara terpisah di tempat yang aman dengan penerangan yang cukup. Pastikan bahwa pintu MCK dapat di kunci dari dalam. Melakukan koordinasi dengan penanggung jawab keamanan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Melibatkan lembaga/organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan dan perempuan di pengungsian dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual Menginformasikan adanya pelayanan bagi penyintas perkosaan dengan informasi nomor telefon yang bisa dihubungi 24 jam. Informasi dapat diberikan melalui leaflet, selebaran, radio, dll. Memastikan adanya petugas yang bertanggung jawab terhadap penanganan kasus kekerasan seksual. Memastikan tersedianya layanan medis dan psikososial ada di organisasi/lembaga yang berperan serta mekanisme rujukan perlindungan dan hukum terkoordinasi untuk penyintas. Menyediakan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan suami istri yang sah, sesuai dengan budaya setempat atau kearifan lokal
Bagaimana penanganan korban/penyintas kekerasan seksual? Memastikan tanggap medis baku terhadap mereka yang selamat dari kekerasan seksual Menjamin privasi dan kerahasiaan mereka yang selamat Memastikan keberadaan pekerja kesehatan atau pendamping dengan gender yang sama dan bahasa yang sama Memastikan keamanan fisik mereka yang selamat segera setelah terjadinya insiden kekerasan seksual
Memastikan ketersediaan dukungan psikososial yang tepat dan sesuai dari segi budaya Memastikan lokasi di mana terjadi insiden kekerasan seksual sudah teridentifikasi dan terdokumentasi dan langkah pencegahan terkait sudah ditetapkan Memastikan populasi pengungsi internal diberitahu mengenai tersedianya dan lokasi layanan bagi mereka yang selamat dari kekerasan seksual
Apakah pedoman prinsip dalam merespon kekerasan seksual? Keselamatan Memastikan keselamatan fisik dari korban Kerahasiaan Menggunakan inisial atau “tanpa nama” dari korban dan orang lain yang terlibat dalam kejadian Menjaga semua informasi tertulis agar aman Menghormati Menghormati harapan, hak dan martabat korban Melakukan interview pada tempat yang khusus Menjadi pendengar yang baik, tidak menghakimi dan bersimpati berempati Bersabar, jangan menekan untuk mendapatkan informasi jika korban tidak siap Menanyakan pertanyaan yang relevan Hindari meminta korban untuk mengulang cerita pada interview Meyakinkan bahwa kekerasan yang terjadi bukan karena kesalahannya Non diskriminasi Menyediakan akses pada pelayanan bagi perempuan, laki-laki, remaja Memastikan pewawancara, penerjemah, dokter, petugas polisi, petugas proteksi, pekerja sosial masyarakat dan lainnya memiliki jenis kelamin sama dengan korban
RANGKUMAN Kekerasan seksual adalah pelanggaran HAM. Kekerasan seksual berbasis gender/SGBV merupakan suatu kekerasan yang potensial terjadi dalam situasi bencana. Diskriminasi dan ketidaksetaraan gender merupakan akar masalah SGBV. Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang paling beresiko untuk mengalami kekerasan seksual pada situasi bencana. Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada sitausi bencana membutuhkan pendekatan multi sector. Pedoman prinsip harus dijalankan saat menangani kasus kekerasan seksual