SISTIM PERTANIAN DAN PENGUASAAN TANAH Mata Kuliah Sosiologi Perkebunan
Pokok bahasan Pemilikan tanah (cara memperoleh hak milik, hak dan kewajiban pemilik tanah), Fragmentasi tanah, Penguasaan atas tanah (persewaan dan bagi hasil), Penggunaan tanah (pola penanaman, faktor yang mempengaruhi pemilikan dan penggunaan tanah). Reforma agraria
Di dalam masyarakat pedesaan, luas tanah yang dimiliki oleh sebuah rumah tangga adalah faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keputusan mengenai strategi yang diambil dalam usaha yang dilakukan dalam mencari nafkah dan mencukupi kehidupan keluarganya
Perolehan Hak Tanah Menurut Hardjono (1990:65) hak milik tanah di Indonesia yang paling baru diatur dalam Undang-undang Dasar Agraria tahun 1960 yang seperti UU Agraria 1870 lebih condong pada “hak-hak yang dipindahkan melalui warisan, penjualan dan pemberian/hibah”. Pewarisan tanah yang biasa terjadi adalah dalam keluarga inti (sistem kekeluargaan bilateral)
Contoh Sistem Pewarisan tanah di daerah Jawa (Hardjono, 1990): Pembagian secara merata diantara anak tanpa menghiraukan jenis kelamin anak Pembagian warisan tanah dengan prinsip pewaris pria mendapat dua kali lipat lebih banyak dibanding pewaris wanita
Cara pemilikan tanah selain pewarisan adalah dengan jual beli (lebih terdokumentasikan) Tanah yang dijual biasanya adalah berupa sawah, ladang atau tegalan, jarang berupa pekarangan (karena digunakan untuk tempat tinggal anak cucunya) Cara pemilikan tanah yang lain adalah dari hibah/ hadiah. Namun jarang terjadi
Hak dan Kewajiban Pemilik Tanah Berkaitan dengan hak dan kewajiban pemilik tanah, Hardjono (1990) menjelaskan bahwa menurut pasal 10 (1) UU Dasar Agraria 1960, seseorang yang memiliki tanah pertanian pada prinsipnya wajib untuk mengolah tanah itu sendiri Gagasan bahwa tanah harus dipergunakan dan tidak ditelantarkan sangat ditekankan dalam pasal 27, yang menyatakan bahwa tanah dapat dikembalikan kepada negara bila ditelantarkan dan hak milik tanah dapat dicabut
Fasilitas Irigasi Berkaitan dengan fasilitas irigasi, semua pemilik tanah mempunyai hak yang sama untuk membelokan air dari saluran air menuju sawah dengan menggali parit atau dengan menggunakan pipa bambu dengan ijin dari pengatur air atau kesepakatan antar anggota kelompok atau organisasi pemakai air
Kewajiban Pemilik Tanah Membayar pajak tanah yang dikenal di daerah pertanian sebagai Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) / Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bentuk pajak tanah ditentukan oleh klasifikasi kelas tanahnya yang didasarkan pada kesuburan dan sistim irigasinya Semakin tinggi kelas tanahnya maka akan dikenai pajak yang lebih tinggi. Membayar Iuran Pemakaian Air (IPAIR) yang besarnya ditentukan oleh organisasi pengguna dan pemakai air di wilayah tersebut.
Fragmentasi Tanah Mubyarto (1995:94-95) mengkategorikan hal tersebut ke dalam dua istilah yaitu Perpecahan (division), yaitu pembagian milik seseorang ke dalam bidang atau petak-petak kecil untuk diberikan kepada ahli waris pemilik tanah itu Perpencaran (fragmentasi), kenyataan adanya sebuah usahatani (di bawah satu manajemen) yang terdiri atas beberapa bidang yang berserak-serak Fragmentasi tanah umumnya ditimbulkan oleh berbagai sebab seperti , jual beli, pewarisan, dan hibah
Menurut Mubyarto (1995:960 perpecahan tanah melalui sistim pewarisan (yang bersumber pada hukum agama dan juga adat) berhubungan erat dengan tahap perkembangan ekonomi suatu negara Ketersediaan Off-farm Job Oppertunities Nilai tradisi yang kuat ikut berpengaruh dalam fragmentasi tanah Contoh kasus di pedesaan jepang, tradisi yang kuat bahwa keluarga inti harus dilestarikan sehingga tidak memungkinkan terjadinya frgamentasi tanah
Penguasaan atas Tanah Sistim penguasaan dan penggarapan tanah milik orang lain yang diterapkan di pedesaan terutama di daerah Jawa secara umum meliputi dua bentuk yaitu : persewaan tanah (leasehold) dengan membayar uang tunai dari pihak penggarap kepada pihak pemilik tanah, Sistim bagi hasil (ada beberapa istilah lain misalnya kedokan di Jawa Timur dan juga penyakapan di beberapa daerah); secara umum dikenal dengan share tenancy atau share cropping. Praktek penggadaian (Mortgaging), dimana pemilik lahan karena kebutuhan yang sangat mendesak biasanya meminjam sejumlah uang kepada orang lain dan sebagai jaminannya pemilik uang bisa mengolah lahan pertaniannya. Batas waktu kontrak adalah sampai dengan pemilik lahan dapat mengembalikan uang yang dipinjamkan
Kategori Petani berdasarkan kepemilikan tanahnya : Pemilik dan penggarap Pemilik dan penyakap Pemilik dan penyewa Pemilik dan pemegang gadai Penyakap (tidak bertanah) Pemegang surat gadai (tidak bertanah) Buruh tani (tidak punya kuasa atas tanah sama sekali)
Dasar perbandingan bagi hasil : Kualitas tanah Letak tanah Bentuk pengolahan Hasil tanaman Penyediaan sarana produksi (bibit, pupuk, dll)
Bentuk bagi hasil (studi Roell di pedesaan jawa) : Sistim maro (garap separuh, bagi separuh), pemilik hanya menyediakan lahan sedangkan penggarap menyediakan semua sarana produksi dan pembagian hasil panen dengan proporsi yang sama (1/2 pemilik dan 1/2 penggarap) Sistim mertelu (bagi tiga garapan; bagi tiga hasil), si pemilik tanah umumnya hanya menyediakan bibit, sarana produksi lainnya ditanggung penggarap, pembagian hasil panen 2/3 hasil panen untuk pemilik lahan dan 1/3 untuk penggarap. Sistim mrapat (bagi empat garapan; bagi empat hasil), hampir semua sarana produksi disediakan pemilik tanah, penggarap umunya terbatas pada pengorganisasian dan pelaksanaan tanam, pengawasan pertumbuhan dan panen dengan pembagian hasil ¾ hasil untuk pemilik dan ¼ untuk penggarap.
Penggunaan Tanah Di daerah pedesaan yang memiliki fasilitas jaringan irigasi teknis atau setengah teknis umumnya bisa menerapkan urutan penanaman (cropping sequence) sebanyak tiga kali selama satu tahun. Pada daerah dataran rendah yang memiliki akses pengairan sepanjang tahun selain tanaman pangan juga dapat dikembangkan perikanan darat baik pola mina-padi maupun pembuatan kolam khusus untuk budidaya ikan air tawar Untuk daerah dataran tinggi atau pegunungan yang tidak memiliki jaringan irigasi dan umumnya hanya menggantungkan dari tadah hujan di musim penghujan maka tanaman yang dapat dikembangkan adalah diversifikasi antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan (baik buah-buahan maupun tanaman kayu-kayuan) hal ini juga sering dikenal dengan sistim agroforestry
Faktor yang mempengaruhi pemilikan dan penggunaan tanah luas usaha taninya dibandingkan dengan kebutuhan keluarganya tersedianya bentuk pekerjaan non-pertanian lokasi lahan tingkat fragmentasi tanah kesadaran akan peluang pemasaran adanya modal atau kredit murah hubungan-hubungan keluarga pilihan rotasi penanaman umur dan kesehatan petani
Reforma Agraria dan Masa Depan Pertanian
Kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian yang sempit dan timpang bagi petani khususnya di pedesaan merupakan salah satu bentuk masalah pertanian di Indonesia Hasil sensus BPS 2003, jumlah petani gurem meningkat dari 52,7 % (th 1993), menjadi 56,5 % (tahun 2003) Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki masalah (ketimpangan) walaupun masih belum membuahkan hasil, salah satunya adalah bentuk reforma agraria Reforma Agraria adalah suatu usaha yang terstruktur untuk melakukan pembaharuan dalam pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan (Wiradi, 2000) Salah satu bentuknya adalah “land reform”
Berbagai tekanan yang dialami petani dari masa penjajahan sampai orde baru menempatkan petani sebagai “objek” dari kebijakan tentang lahan. Upaya keberpihakan yang dirintis melalui UUPA (1960) belum sempat terlaksana sesuai dengan harapan Penambahan jumlah penduduk menambah tekanan terhadap lahan dan mempersulit upaya perbaikan
Dampak Ketimpangan dan Sempitnya Pemilikan Tanah Terhadap Percepatan Pembangunan Pertanian Pengembangan kegiatan agribisnis yang cenderung lambat karena dianggap kurang akomodatif bagi para petani gurem Ketergantungan terhadap usaha tani padi Pertimbangan rasa aman lebih mewarnai daripada sesuatu yang berbau bisnis Rendahnya kuantitas produksi sebagai akibat dari keterbatasan lahan Rendahnya Pendapatan Petani Upaya mempertahankan swasembada pangan tidak pernah lagi berhasil dilakukan Impor bahan pangan cenderung meningkat
Upaya apa yang mungkin dilakukan ???????
Menurut Wiradi (2000) ada beberapa prasyarat dasar bagi terlaksananya reforma agraria, yaitu : Adanya kemauan politik dari pemerintah Data yang lengkap dan teliti tentang keagrariaan Organisasi rakyat/ tani yang kuat Elit penguasa yang terpisah dari elit bisnis Selain syarat keharusan (necessary), harus ditambah syarat kecukupan (satisfaction), yaitu adanya lembaga yang khusus menangani masalah reforma agraria ini. Perlu suatu kebijakan nasional terutama untuk mencegah fragmentasi dan penyusutan lahan pertanian (ex. Program pencadangan lahan produktif) Upaya pengembangan kegiatan di luar budidaya (off-farm), untuk mengurangi tekanan penduduk terhadap lahan
Tugas Individual Tugas dikumpul paling lambat tanggal 17 Oktober 2008 Buat artikel yang bertemakan “ Pengaruh reforma Agraria bagi Pengembangan Perkebunan di Indonesia “. Kerangka Terdiri dari : Abstrak Isi artikel Kesimpulan Daftar Pustaka Tugas dikumpul paling lambat tanggal 17 Oktober 2008