Tujuan Syariah Untuk menciptakan keadilan Untuk mewujudkan kemaslahatan Untuk membangun kemakmuran holistik Untuk membangun hubungan harmonis antar individu, perusahaan dan negara
Bai ‘Gharar = Taghrir Segala bentuk jual-beli yang sifatnya tidak jelas (uncertainty dan spekulatif) sehingga dapat merugikan pihak yang bertransaksi, seperti menjual anak kambing yang masih berada pada perut induknya, jual beli buah yang belum matang yang masih di pohon, menjual kucing dalam karung, dsb.
Gharar Bai’ ma’dum (barangnya tidak ada) Bai’ Ma’juzi at-Taslim (Jual beli barang yang barangnya sulit diserahkan) Bai’ majhul (barang dan harga tidak diketahui)
Bai’ Ma’dum Menjual anak onta yang masih dlm kandungan Jual beli barang yang tidak/belum ada Menjual anak onta yang masih dlm kandungan Menjual buah yang masih di pohon (belum matang) Menjual susu hewan yang masih di teteknya (Bisa kelihatan besar, ternyata isinya lemak, susunya carir), Di sini ada spekulasi, tidak jelas
Pada dasarnya bai ma’dum tidak dibenarkan Sesuai dengan hafits Nabi Saw. لا تبع ما ليس عندك (رواه الخمسة عن حكيم بن حزام) “Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (H.R.Khamsah dari Hakim bin Hizam)
Namun, jika barang yang tidak ada itu, bisa diukur dengan pasti dan penyerahannya bisa dipastikan sesuai ‘urf, maka ia dibolehkan Karena itu Imam Malik membolehkan menjual susu hewan yang masih di payudara induknya, asalkan jelas kadarnya dan menurut ‘urf sulit meleset kualitasnya.
Ibnu Qayyim juga membolehkan bai’ ma’dum apabila barang menurut kebiasaan bisa diwujudkan. Jual beli yang dilarang adalah gharar di mana penjual memang tidak bisa (sulit) mengadakannya. Jual beli ma’dum yang dilarang adalah jual beli yang menurut kebiasaan mengandung unsur spekulatif dan uncertanty.
Bai Ma’juz at-Taslim Jual beli motor yang hilang dan masih dalam pencarian Jual beli HP yang masih dipinjam orang (teman) yang kabur Jual-beli tanah properti yang belum jelas statusnya (pembebasannya) Menjual burung piaraan (seperti merpati) yang mungkin kembali ke sarangnya, tetapi Padat saat jual beli tidak ada di tempat.
Hanafiyah tidak membolehkan seseorang menjual sesuatu yang belum sampai ke tangannya, karena rasulullah saw melarang sesuatu yang berada dalam kekuasaannnya (belum qabath) Maka Islam melarang future trading pada transaksi valas (forward transaction, swap dan options) sebab valas tersebut belum diterimanya saat itu, karena memang belum tiba waktunya.
Bai’ Majhul Yaitu jual beli barang yang tidak diketahui kualitas, jenis, merek atau kuantitasnya Seperti jual beli murabahah HP Nokia yang tidak dijelaskan tipenya. Jual beli radio yang tidak dijelaskan merknya Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar (tidak jelas, tidak pasti yang mana produk yang mau dibeli)
Jual beli majhul yang dilarang adalah jual beli yang dapat menimbulkan pertentangan (munaza’ah) antara pembeli dan penjual. Hukum jual belinya fasid Apabila tingkat majhulnya kecil sehingga tidak menyebabkan pertentangan, maka jual beli sah (tidak fasid), karena ketidaktahuan ini tidak menghalangi penyerahan dan penerimaan barang, sehingga tercapailah maksud jual beli.
Di masa Jahiliyah cukup banyak praktek bisnis yang mengandung gharar Di zaman modern sekarang ini praktek gharar masih tetap berlangsung dalam bentuk dan nama yang berbeda, baik di dunia pasar modal, bisnis valuta asing dan dunia hiburan
Contoh Jual Beli Gharar di masa pra dan awal Islam Mulamasah Hashah Hablul Habalah Munabazah Muzabanah Muhaqalah Mukhadharah (buah yang masih hijau) Malaqih (menjual sperma) Madhamin (menual janin hewan yang masih di perut induknya)
Hablul Habalah = حبل الحبلة Seseorang menjual seekor anak onta yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli semacam ini dilarang, karena mengandung gharar (ketidakpastian)
عن البن عمر رضي الله عنه أن رسول الله صلعم نهى عن بيع حبل الحبلة (رواه البخاري و مسلم) Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw telah melarang penjualan sesuatu (anak onta) yang masih dalam kandungan induknya (H.R.Bukhari Muslim)
Contoh gharar ان النبي صلعم نهى عن بيع العنب حتى يسود و عن الحب حتى يشد (الكهلانى سبل السلام ص 47) Sesungguhnya Rasul Saw melarang penjualan anggur sebelum hitam (matang) dan melarang menjual biji-bijian sebelum mengeras Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar, ketidak pastian kualitas barang di masa depan.
Jual-Beli yang dilarang عن أنس رض قال : نهى رسول الله ص م عن المحاقلة والمحاضرة والملامسة والمنابذة والمزابنة (رواه البخاري) Rasulullah melarang jual beli Muhaqalah, Mukhadharah, Mulamasah, Munabazah, Muzabanah. (H.R.Bukhari)
Jual beli Muhaqalah Yaitu : Menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang karena mengandung gharar
Bai’ Mukhadharah “Menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual buah durian yang masih mentah, rambutan yang masih hijau, Jual-beli ini dilarang, karena mengandung gharar.
Bai’ Mulamasah Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut Jual beli ini dilarang jarena mengandung gharar. Tidak jelas barang mana yang disentuh
Bai’ Munabazah Jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti, apakah barang A, B, C atau lainnya Seperti seorang berkata, “Lemparkan padaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi saling melempar barang, maka terjadilah jual-beli Jual beli ini juga dilarang krn mengandung gharar
Bai Muzabanah (Barter buah-buahan) Buah-buahan ketika masih di atas pohon yang masih basah (belum bisa dimakan) dijual sebagai alat pembayar untuk memperoleh kurma dan anggur kering (bisa dimakan). Penyerahannya di masa depan (future) Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan perkiraan/taksiran. Karena itu Rasul saw melarang Karena dikhawatirkan salah satu pihak ada yang dirugikan. Jual beli ini juga mengandung gharar
Bai’ Hashah = بيع الحصاة عن أبي هريرة قال : نهى رسول الله عن بيع الحصاة وعن بيع الغرار (رواه مسلم) Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw melarang jual beli hashah dan jual beli gharar Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli dimana pembeli menggunakan krikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Barang yang mengenai suatu barang akan dibeli dan kerika itu terjadilah jual beli.
Jual beli hashah ini juga termasuk gharar, karena sifatnya spekulatif. Praktek ini di zaman sekarang banyak terdapat di pusat hiburan.
Madhamin dan Malaqih Madhamin ialah menjual sperma hewan, di mana si Penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan dari hasil perkawinan itu menjadi milik pembeli. Malaqih, Menjual janin hewan yang masih dalam kandungan
= Bai’ Kali bi Kali Bai al-Dain bi al Bai Kali bi Kali Dain Bai Nasiah bi al-Nasiah
= Bai’ Kali bi Kali بيع النسيئة بالنسيئة بيع الكالى بالكالى بيع الدين بالدين = بيع النسيئة بالنسيئة
Jual beli hutang ada 2 macam Bai al-dain dan Bai al-salam Jual beli dengan cara berhutang dibolehkan (QS.2:282) Ba’ al-Dain : Jual beli di mana Pembeli menerima barang secara spot, tetapi uang tangguh (nasiah). Bai al-Salam, Jual beli di mana pembeli serahkan uang duluan secara spot, tetapi barang belakangan (nasiah). Gabungan bai al dain dan bai salam disebut Kali bi Kal or bai al-dain bi al-dain or bai’ an-nasiah bi al-nasiah
Dalil Larangan Kali bi Kali و زكر الشوكان الحديث الذي رواه ابن عمر ـن النبي صلعم نهى عن بيع الكالى با اكالي Imam Asy-Syawkani menyebutkan sebuah hadits yangdiriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Nabi saw melarang bai kali bi kali. Menurut Hikayat Imam Ahmad, semua ulama ijma’ tentang keharaman ba’i kali bi Kali (Sumber : Buku Al-Aswaq al-Awraq Al-Maliyah karangan Samnir Abdul hamid Ridhwan,IIIT, 1996, hlm.343
Dalam Kitab Subulus Salam : الحديث يدل على تحريم ذالك واذا وقع يكون باطلا Hadits itu menunjukkan keharaman bai kali- bi kali. Apabila ia terjadi, maka hukumnya batal ابن القيم في اعلام الموقعين : قد ورد النهي عن بيع الكالي بالكالي . وكلاهما مؤخر. فهاذا لا يجوز بالاتفاق Ibnu Qayyi, dalam kitab I’lam al-Muwaqqi’in mengatakan, Sesungguhnya ada larangan tentang bai kali bi kali. Keduanya (penjual dan Pembeli) menangguhkan barang dan harga. Ini tidak boleh menurut kesepakatan ulama
Ibnu Rusydi dalam Bidayah al-Mujtahid, “Ijma’ Ulama atas tidak bolehnya bai Dain bi al-Dain”. Nasiah dari dua pihak tidak boleh. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, “Jual beli hutang dengan hutang (bai al-dain di al-dain tidak shah. Ketentuan ini telah menjadi Ijma’ Ulama
Talaqqi Rukban (Tallaqqi Jalab) Praktek ini adalah sebuah perbuatan seseorang dimana dia mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang itu sebelum tiba di pasar. Rasulullah SAW melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Rasulullah memerintahkan suplay barang-barang hendaknya dibawa langsung ke pasar hingga para penyuplai barang dan para konsumen bisa mengambil manfaat dari adanya harga yang sesuai dan alami.
لا تلقوا الركبان ولا يبيع حاضر لباد قال قات لابن عباس ما قوله : لا يبيع حاضر لباد ؟ قال لا يمكن له سمسارا (رواه مسلم) “Janganlah kalian menemui para kafilah di jalan (untuk membeli barang-barang mereka dengan niat membiarkan mereka tidak tahu harga yang berlaku di pasar), seorang penduduk kota tidak diperbolehkan menemui penjual di desa. Dikatakan kepada Ibnu Abbas : “apa yang dimaksud dengan larangan itu?” Ia menjawab:”Tidak menjadi makelar mereka”. (HR. Muslim)[1] [1] Imam Muslim, Shahih Muslim, Bab Buyu’, Riyadh, Darus Salam, 1998. No hadits 1521
Praktek perdagangan seperti ini sangat potensial menekan penjual di desa dan juga pembeli di kota, sehingga harga semakin tinggi dan melambung. Praktek ini dilarang oleh Rasulullah SAW. Praktek ini juga mirip dengan tallaqi al-rukban, dari sisi informasi harga
Bai’ Hadhir Libad = بيع حاضر لباد Jual beli yang dilakukan oleh seorang agen (penghubung, samsarah, calo, broker) terhadap produk pertanian desa yang dijual kepada pedagang kota Dia mendapat komisi dari penjual (petani) dan pembeli (baik pedagang maupun konsumen) di kota. Akibatnya harga menjadi tidak wajar dan jauh lebih mahal
Calo/Broker Samsarah (Perantara) Petani Pedagang Kota/ Atau Konsumen
Praktek Hadhir Libad Yaitu di mana seseorang menjadi penghubung atau makelar antara orang Gurun Saraha/kampung dan pedagang atau konsumen yang hidup di kota. Makelar itu kemudian menjual barang-barang yang dibawa oleh orang-orang desa itu pada orang kota dan mengambil kuntungan yang besar karena ketidaktahuan mereka akan harga pasar. Atau mekaler itu mengambil komisi yang demikian besar. Dampaknya bisa melambungkan harga dari yang sewajarnya
Demikian pula sebaliknya, Islam juga melarang peran samsarah/calo penjulan produk kota kepada orang desa Ibnu Abbas meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, “Tidak boleh orang kota berperan sebagai samsarah/perantara dalam penjaualan suatu barang kepada orang luar kota”. Thawus bertanya kepada Ibnu Abbas apa maksud hadits tersebut. Ibnu Abbas menjawab bahwa maksud hadits itu ialah, tak seorang pun boleh menjadi perantara (samsarah) dengan menerima komisi
Saat ini negara-negara maju menggunakan Undang-Undang Pemasaran pertanian (Agricultural marketing Acts) untuk menghentikan kejahatan-kejahatan calon dengan melarang perbuatan perantara yang merugikan para petani, Larangan ini telah dilakukan Rasulullah Saw lebih 14 abad yang lalu
Tujuan Rasulullah Saw melarang transaksi tersebut adalah untuk menghapuskan para perantara (broker), yang menerima komisi dari petani dan atau pembeli, sehingga memungkinkan para petani dan pembeli memperoleh keuntungan-keuntungan bersih dan harga yang layak.
Broker Asuransi ???? Hukumnya makruh Tanzih Apa perbedaan broker dengan staf marketing ? Broker di pasar modal ? Calon Tiket di Pelabuhan Udara, Stasiun kereta ?
Ihtikar ihtikar, yaitu melakukan penimbunan barang dengan tujuan spekulasi, sehingga ia mendapatkan keuntungan besar di atas keuntungan normal atau dia menjual hanya sedikit barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan keuntungan di atas keuntungan normal.
عن معمر ابن عبد الله الن فضلة قال : سمعت رسول الله صلعم يقول : لا يحتكر إلا خاطئ (رواه الترمذى) Dari Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ”Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah (berdosa)”. (H.R.Tarmizi)
ba’i ba’dh ’ala ba’dh Praktek bisnis ini maksudnya adalah dengan melakukan lonjakan atau penurunan harga oleh seseorang di mana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih melakukan dealing, atau baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya melarang praktek semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tak diinginkan. Rasulullah SAW bersabda:
لا يبيع بعضكم على بيع بعض (رواه الترمذى لا يبيع بعضكم على بيع بعض (رواه الترمذى “Janganlah sebagian dari kamu menjual atau penjualan sebagian yang lain”(HR. Tirmidzi)[1] [1] At-Tirmizy, Al-Jami Shahih Sunan At-Tirmizy, No Hadits 1310, Juz III, Dar al-Fikri Beirut, hlm 37
Bai Najasy Najsy adalah sebuah praktek dagang dimana seseorang pura-pura menawar barang yang didagangkan degan maksud hanya untuk menaikkan harga, agar orang lain bersedia membeli dengan harga itu
Ibnu ‘Umar r.a. berkata: “Rasulullah SAW melarang keras praktek jual beli najsy”. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang tanpa maksud untuk membeli”. (HR.Tirmidzi)
Maks (Pengambilan Bea cukai/pungli ) Pembebanan bea cukai sangatlah memberatkan dan hanya akan menimbulkan melambungnya secara tidak adil, maka Islam tidak setuju dengan cara ini. Rasulullah Saw dalam hal ini bersabda, “Tidak akan masuk syurga orang yang mengambil beacukai”,[1] karena pembebanan beacukai sangat memberatkan dan hanya akan menimbulkan melambungnya harga secara tidak adil, maka Islam tidak setuju dengan cara [1] Hadits ini dikutip oleh S.M.Yusuf, op.cit., hlm 47 dan Mustaq Ahmad, op.cit, hlm 148
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz, telah menghapuskan bea cukai Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz, telah menghapuskan bea cukai. Dia menafsirkan bahwa maks serupa dengan bakhs (pengurangan hak milik seseorang), yang secara keras ditentang oleh Alquran. (QS.Hudd : 85).
Jual beli Mulja’ Yaitu orang yang terpaksa melakukan jual-beli agar hartanya habis dengan segera dengan tujuan agar terhindar dari kejahatan orang zalim. Jual beli ini tidak sah menurut Hanafiyah dan pembeli wajib mengembalikan barang yang dibelinya.
Hanafiyah tidak membolehkan seseorang menjual sesuatu yang belum sampai ke tangannya, karena rasulullah Saw melarang penjaualan sesuatu yang belum ada dan belum berada dalam kekuasaannya. Berdasarkan ini maka DSN MUI mengharamkan forward transaction, swap dan option.
Bai Juzaf = Taksir Menjual setumpuk makanan tanpa mengetahui takarannya secara pasti Menjual setumpuk buah tanpa mengetahui beratnya Menjual setumpuk ikan tanpa mengetahuai berapa kg Menjual setumpuk pakaian tanpa mengetahui jumlahnya Bai Juzaf adalah jual beli barang yang biasa ditakar, ditimbang dan dihitung, tetapi dilakukan secara taksir/ perkiraan
Dalil Ibnu Umar menceritakan, “Kami biasa membeli makanan dari kafilah dagang dengan cara juzaf, lalu Rasul melarang kami membelinya sebelum kami memindahkannya dari tempatnya. Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata, Aku pernah melihat para sahat di zaman Rasul saw membeli makanan secara juzaf, Mereka diberi hukuman pukulan bila menjualnya langsung di lokasi pembelian, kecuali mereka telah memindahkannya.
Karena itu, ulama Malikiyah mensyaratkan jual beli juzaf bahwa tanah tempat meletakkan barang itu harus rata, sehingga tidak terjadi unsur kecurangan. Karena itu redaksi hadits mensyaratkan juga agar barang itu dipindahkan dulu dari tempatnya, karena khawatir ada penipuan dalam penempatannya.
Bai Juzaf (Taksir) Jual beli semacam ini sebenarnya masih mengandung unsur spekulasi, tetapi tingkat spekulasinya rendah. Sehingga para ulama membolehkanya, terutama Malikiyah. Jual beli ini dibolehkan apabila telah menjadi urf dan dibutuhkan masyarakat, sepanjang tidak ada penipuan di dalamnya Kebolehan ini juga atas dasar istihsan..
Macam-macam Khiyar KHIYAR KHIYAR MAJLIS KHIYAR AT-TA’YIN KHIYAR SYARATH KHIYAR AIBI KHIYAR RU’YAH
Khiyar Majlis Khiyar Majlis ialah Hak opsi pembeli untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli sepanjang keduanya belum berpisah dari majlis Artinya suatu akad belum bersifat lazim sebelum berakhirnya majlis akad البيعان بالخيار مالم يتفرقا (رواه البخارى و مسلم) Pembeli dan penjual memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah
Kasus Bagaimana hukum fiqh Islam menyikapi jual beli barang di Supermarket di mana pembeli masih di majlis akad, dan pembayaran di kasir baru berlangsung (telah terjadi). Tiba-tiba pembeli ingin membatalkan akad tau menukar barang? Apakah berlaku khiyar majlis ? Bagaimana dengan hadits Nabi yang menyatakan adanya khiyar majlis ?
Khiyar Ta’yin Hak opsi yang dimiliki oleh pembeli untuk menentukan sejumlah benda sejenis dan sama harganya
Syarat Khiyar Ta’yin Keabsahan khiyar ini menurut Hanafiyah harus memenuhi 3 syarat : 1. Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek 2. Barang yang dibeli setara dan seharga 3. Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari 3 hari
Khiyar Syarat Hak opsi pembeli untuk melangsungkan akad atau membatalkannya selama batas waktu tertentu yang dipersyaratkan ketika akad berlangsung Misalnya pembeli berkata, “Saya beli barang ini dengan catatan saya berkhiyar (pilih-pilih) selama 1 hari”. Maka selama 24 jam pembeli bisa membatalkan akad jual beli Khiyar ini dibolehkan untuk menghilangkan unsur kerugian (penipuan) yang mungkin terjadi.
Pembagian Khiyar Syarat Khiyar Masyru’, yaitu khiyar yang dibatasi waktunya secara jelas, misalnya 3 hari atau 1 minggu. اذا بايعت فقل : لا خلابة ولى الخيار ثلاثة (مسلم) Apabila kamu berjual-beli, maka katakan, tidak ada penipuan.Dan bagiku khiyar selama 3 hari (H.R.Muslim) Khiyar fasid, yaitu khiyar yang tidak dibatasi waktunya. Ini menurut Ulama Hanafiyah, Syafiiyah dan Hanabilah tidak shah. Contoh Saya beli barang ini dengan syarat saya khiyar selamanya
Di zaman sekarang ada perusahaan yang membolehkan khiyar selama-lamanya, maka ini dibolehkan karena ‘urf dan servive dari perusahaan Misalnya garansi membeli flash disk merk tertentu
Batasan Khiyar Masyru’ Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Ja’far membatasi khiyar syarat hanya 3 hari, sesuai dengan hadits Nabi Saw : “Seorang laki-laki membeli seekor ionta kepada seseoang, Dia mensyaratkan khiyar selama 4 hari. Rasulullah membatalkan jual beli tersebut dabn bersabda,”Khiyar adalah 3 hari”.(H.R.Abdul Razzaq)
Menurut Hanabilah, khiyar diperbolehkan sesuai kesekapatan orang yang berakad, baik sebentar atau lama. Hal ini sesuai dengan Ibnu Ibnu yang membolehkan khiyar selama 1 bulan.
Khiyar ‘aib Hal opsi yang dimiliki oleh salah seorang yang berjual beli untuk membatalkan atau melangsungkan akad apabila pada obyek akad terdapat cacat di mana pihak lain tidak memberitahukan cacat itu pada saat akad Definisi ini relevan pada jual beli masa lampau yang sering jual beli barter.
Definisi yang lebih relevan untuk untuk masa kini ialah Khiyar ‘aib : “Hak opsi yang dimiliki oleh pembeli untuk membatalkan atau melangsungkan akad apabila pada barang/jasa terdapat cacat yang tidak diberitahu pada saat akad”
Dalil Khiyar Aib المسلم أخو المسلم لا يحل لمسلم باع من أخيه بيعا فيه عيب الا بينه له (ابن ماجه عن عقبة بن عامر) Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Maka tidak halal seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang ada cacatnya, kecuali ia harus menjelaskan cacat tersebut.
Hadits ini sebenarnya berisi seruan moral agar seorang pedagang berlaku jujur dalam berbisnis, jangan menyembunyikan cacat barang. Seperti menyembunyikan kerusakan HP second yang dijual atau HP kita rusak, lalu dijual kepada orang lain dengan menyembunyikan cacatnya. Menyembunyikan kerusakan mobil pribadi kita yang mau dijual Jelaskan secara jujur apabila memang ada kerusakan, agar orang tidak tertipu / rugi Jadi, hadits ini tidak mengharuskan adanya khiyar aib, apalagi di zaman sekarang, ‘urf bisnis modern di mall-mall & supermarket tidak mengadakan adanya khiyar aib pada banyak produk
Perusahaan ritel saat ini dapat membuat ketentuan bahwa barang-barang yang telah dibeli tidak bisa dikembalikan. Dengan demikian, tidak ada khiyar aib Persoalan khiyar disesuaikan dengan ‘urf masing-masing wilayah selama dilaksanakan saling redha, tidak mengandung tipuan dan kezaliman.
Khiyar Ru’yah Hak opsi pembeli untuk membatalkan atau melangsungkan akad ketika ia melihat barang ; dengan catatan ia belum melihatnya ketika berlangsung akad Dengan demikian, akad jual-beli terjadi ketika barang tsb belum dilihat pembeli
من اشترى شيئا لم يراه فهو بالخيار اذا رأه (االدار القطنى عن أبي هريرة) Konsep khiyar ini dikemukakan oleh Fuqaha أأHanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Zhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib atau belum pernah diperiksa pembeli Dasar hukumnya Sabda Nabi Saw : من اشترى شيئا لم يراه فهو بالخيار اذا رأه (االدار القطنى عن أبي هريرة) “Barang siapa membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka baginya hak khiyar ketika melihatnya”(Darul Quthniy)
Imam Syafi’i membantah keberadaan khiyar ru’yah ini, karena menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib sejak semula sudah tidak shah.
Khiyar Naqd (Pembayaran) Dua orang yang berjual beli secara hutang, baik hutang uanag atau hutang barang. Jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran atau penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu, maka pihak yang dirugukan mempunyai hak untuk membatalkan atau melangsungkan akad
Catatan Akhir ttg Khiyar Khiyar adalah persoalan budaya bisnis (‘urf). Dalam hal ini berlaku kaedah Karena itu, pembagian khiyar kepada enam macam tersebut, tidak seharusnya bisa ada dan diterapkan di Indonesia. Masalah khiyar bisa terus berkembang di dalam praktek bisnis masyarakat, seperti garansi.
Dalam bisnis elektronik seringkali ada khiyar aib, yaitu garansi selama waktu tertentu, (misalnya 6 bulan, 1 tahun, dsb, bahkan ada yang seumur hidup. Khiyar yang berlangsung pada saat ini ada yang berbentuk kebolehan menukarkan barang, bukan membatalkan jual beli Garansi dapat disebut khiyar aib dan khiyar syarat sekaligus
Khiyar aib berlaku apabila penjual atau perusahaan tidak membuat ketentuan bahwa barang yang telah dibeli tidak bisa dikembalikan. Jika ada ketentuan itu, maka tidak ada khiyar aib, khiyar syarat dan khiyar majlis.