SISTEM PERADILAN PIDANA DAN PEREMPUAN SAP VII
Marilyn G. Haft, meneliti penjara di Connecticut, Maryland, Ohio, Massachusett, dan Kansas. Perempuan mengalami diskriminasi dalam SPP dan penjara (lembaga koreksi). Yang diteliti: Hukuman, Kenakalan remaja perempuan, Program pelatihan bagi narapidana perempuan, Hak pengasuhan anak selama menjalani hukuman, Hak melakukan aborsi, Hak memperoleh pendidikan dan standar pembebasan bersyarat
Haft menemukan: jumlah perempuan yang dinyatakan sbg kriminal dan dipenjara relatif rendah, dibanding jumlah narapidana laki-laki (berdasar statistik terpidana) Disebabkan karena, anggapan: Perempuan lebih patuh terhadap hukum dibanding laki-laki, Sikap aparat penegak hukum lebih lunak dan melindungi pelanggar perempuan dengan membebaskan, memaafkan, dan tidak menahan pelaku perempuan, Peran domestik yang dilekatkan pada perempuan perempuan kurang terkait dengan aktifitas publik yang dekat dengan tindak kriminal
Perempuan memperoleh “keuntungan” karena “diabaikan/dikeluarkan” dari sistem hukum utk kasus-kasus tertentu. Dapat dilihat dari: Statistik kriminal, Jumlah napi perempuan, Lamanya hukuman.
Temuan Haft: Adanya larangan terhadap tindak pelacuran di beberapa negara bagian USA, tetapi penuntutan ditujukan hanya pada perempuan, Untuk kasus kejahatan/pelanggaran hukum yang sama, perempuan dihukum lebih lama dibanding laki-laki, dengan asumsi: bahwa aneh/keterlaluan bila perempuan melakukan tindak kriminal, jadi perempuan harus menjadi wanita baik-baik, bermoral, dan taat hukum, Perbuatan oleh perempuan yg melanggar hukum/kriminal dipandang lebih serius dibanding laki-laki, Perempuan dinilai lebih bisa direhabilitasi, Remaja perempuan yg lari dari rumah, hamil diluar nikah, sulit diatur sebenarnya bukan tindak kriminal, tetapi dimajukan ke pengadilan, bahkan dipenjara dengan alasan: perlindungan & mengawasi moral mereka.
Fasilitas di LAPAS Perpustakaan, rekreasi, liburan, tidak berlaku di LAPAS perempuan, karena perempuan inferior. Program-program bagi perempuan tidak menjamin kelak dapat dimanfaatkan utk bekerja (bagi laki-laki, program lebih menjamin utk bekerja seperti reparasi, pertukangan, dll). Standar memperoleh bebas bersyarat: perempuan harus dapat menunjukkan tidak lagi hidup dalam dosa Kriteria parole yg lebih berat dibanding laki-laki. (Harus lebih patuh, taat, feminim)
Hak pengasuhan anak: Napi yg melahirkan anak di dalam penjara diarahkan agar anaknya diadopsi (keluar dari penjara). Ada penjara yg memberi kesempatan pengasuhan selama 18 bulan. Adanya larangan anak mengunjungi ibunya atau bertemu dengan anak tanpa kontak fisik. Setelah masa hukum, mantan napi sulit memperoleh hak atas anaknya. Di beberapa negara bagian yg melarang aborsi, napi perempuan sulit memperolehnya.
Di beberapa negara bagian, KDRT dianggap bukan sebagai kejahatan, karena merupakan urusan pribadi/keluarga: Dilakukan oleh individu lingkup privacy Dianggap tidak merugikan masyarakat, Pelaku bukan buronan/penjahat/kriminal. Perilaku aparat terhadap KDRT: Cenderung mempengaruhi korban agar berhenti menuntut (berdamai). Memberi informasi kepada korban bahwa korban memiliki andil & ikut bertanggungjawab atas kejadian. Kurang bukti melanggar ketertiban
Diskriminasi dalam sistem peradilan: Kejaksaan mengutamakan kasus-kasus yang tertangkap daripada delik aduan, Ragu melakukan penuntutan, karena ‘takut’ dianggap pelanggaran HAM, Polisi tidak mengeluarkan surat perintah penahanan
Alasan korban mengajukan tuntutan: Ingin mengetahui apa yg akan dilakukan oleh SPP, Konfirmasi kepada SPP bahwa dirinya adalah korban kejahatan, Sejauh mana tingkat kepercayaan aparat terhadap korban, Adanya pesan bahwa keadilan harus ditegakkan.
Alasan korban menghentikan penuntutan: Sikap sinis aparat kasus berlarut-larut korban trauma dan frustasi Aparat genderless Intimidasi pelaku Ancaman ekonomi Memerlukan waktu lama dan tekat yang kuat untuk meneruskan perkara