PENELITIAN KUALITATIF PENGANTAR PENELITIAN KUALITATIF
Bagaimana Memilih Paradigma Penelitian? Suatu kegiatan penelitian, apapun temanya, diperhadapkan pada dua paradigma utama yaitu kuantitatif dan kualitatif. Saat mempersiapkan suatu penelitian, seorang peneliti biasanya akan langsung ‘memilih’ salah satu dari paradigma ini berdasarkan beberapa alasan.
Alasan 1. Pandangan atau interes peneliti. Harus ada kesesuaian antara peneliti dengan asumsi-asumsi ontologis, epistemologis, aksiologis, retoris dan metodologis dari paradigma yang dipilihnya.
Bagaimana sifat suatu realitas (ontologis), apakah realitas merupakan hal yang objektif, tunggal dan terpisah dari peneliti (kuantitatif) atau merupakan hal yang subjektif, ganda/majemuk seperti dipahami oleh komunitas yang diteliti (kualitatif) Bagaimana hubungan antara peneliti dan yang diteliti (epistemologis), apakah peneliti mempunyai hubungan yang bebas dengani yang diteliti (kuantitatif) ataukah dia melakukan interaksi (kualitatif)
Bagaimana peran nilai (aksiologis) apakah value-free dan tidak bias (kuantitatif) ataukah value-laden dan bias (kualitatif) Bagaimanakah bahasa (retorik) yang digunakan dalam penelitian, sesuaikah peneliti dengan bahasa yang bersifat formal, terdefinisi dengan ketat, impersonal/resmi dan menggunakan kosa kata khusus yang bersifat kuantitatif (kuantitatif) ataukah dengan bahasa informal, lentur/luwes, bersifat personal dan menggunakan kosa kata khusus yang bisa diterima secara kualitatif
Bagaimanakah proses riset (metodologis), apakah peneliti sesuai dengan proses deduktif, hubungan sebab akibat, desain yang baku, bebas konteks, dan terikat pada proses generalisassi berdasarkan pengujian validitas dan reliabilitas data (kuantitatif), ataukah lebih sesuai dengan proses induktif, hubungan antar faktor pembentuk realitas, desain yang berkembang sepanjang proses penelitian, terikat pada konteks, menekankan pada pemahaman suatu gejala berdasarkan verifikasi data (kualitatif).
Alasan 2. Pelatihan dan pengalaman peneliti. Harus ada kemampuan dan ketrampilan khusus yang dimiliki oleh peneliti dalam hal penulisan secara teknis, statistika komputer, dan kepustakaan (kuantitatif) atau ketrampilan menulis secara literari/naratif, komputer teks analisis, dan kepustakaan (kualitatif).
Alasan 3. Karakteristik psikologis peneliti. Harus ada kesesuaian antara peneliti dengan aturan dan petunjuk penelitian, toleransi yang rendah terhadap ambiguity, waktu penelitian yang relatif singkat (kuantitatif) atau kesesuaian dengan luwesnya aturan dan prosedur penelitian, toleransi yang tinggi terhadap ambiguity, dan jangka waktu penelitian yang cenderung lama (kualitatif).
Alasan 4. Sifat masalah. Apakah masalah tersebut sudah pernah diteliti oleh peneliti lain sehingga cukup banyak tersedia literatur, konsep dan variabel yang sudah baku dan tersedia teori (kuantitatif) atau masalah masih harus dieksplor, konsep dan variabel belum diketahui, konteks sangat penting dan mungkin dasar teoritis masih kurang (kualitatif)?
Alasan 5. Audiens atau pasar. Siapakah pihak yang akan menjadi audiens atau pasar dari hasil penelitian, apakah pengambil kebijakan pemerintah, pemberi dana, editor jurnal ilmiah, dewan penguji akademis? Yang perlu dipertimbangkan adalah mereka semua haruslah pihak yang memang sudah terbiasa atau mendukung dan menghargai hasil penelitian yang disodorkan, kuantitatif maupun kualitatif.
Siklus Dan Elemen Penelitian Pada dasarnya suatu kegiatan penelitian memiliki siklus dan elemen yang sama. Ada tahap-tahap yang harus dilalui agar suatu penelitian bisa menghasilkan suatru produk yang scientific. Dengan mengikuti prinsip-prinsip penelitian suatu pengetahuan dapat dikategorikan benar secara scientific atau dapat diterima sebagai science. Memahami epistemologi atau studi tentang bagaimana suatu pengetahuan terbentuk sangat penting karena ada banyak sumber pengetahuan dan kebenaran lain disamping science, seperti yang diperoleh melalui pendekatan autoritarian, mistikal, dan rasionalistik.
Empat syarat penelitian yang bersifat scientific: mampu mendeskripsikan gejala-gejala tertentu dalam bahasa ataupun media lain yang dapat dipahami oleh orang lain (description) mampu menjelaskan sebab-sebab terjadinya suatu gejala (explanation) mampu menjelaskan kejadian yang akan datang berdasarkan penjelasan saat ini yang diberikan (prediction) mampu memberikan pemahaman, yaitu memenuhi keinginan-keinginan yang menyebabkan suatu penelitian dilakukan (understanding).
Siklus dan Elemen penelitian (mengikuti logika penelitian kuantitatif) penentuan teori yang merupakan sistem dari hubungan antar konsep dan proposisi melalui deduksi logis yaitu penerapan prinsip-prinsip umum ke khusus, suatu teori diterjemahkan dalam hipotesis yang merupakan proposisi, yaitu hubungan antar konsep yang akan diuji
konsep-konsep yang terkandung dalam hipotesa, selanjutnya disebut juga variabel, harus dioperasionalisasikan, dalam arti dibuat atribut dan indikator dari konsep/variabel dengan mempertimbangan realitas empiris. setelah operasionalisasi, tahap instrumentasi dilakukan untuk menentukan alat ukur seperti kuesioner, pedoman wawancara, data sekunder, dan observasi
setelah melalui tahap pengumpulan data, data yang terkumpul akan diproses dan dianalisis dengan menggunakan skala dan pengukuran tertentu untuk penyederhanaan informasi yang ada setelah proses analisis, akan dilakukan tahap generalisasi empiris dari temuan-temuan khusus yang ada dan selanjutnya temuan-temuan khusus ini akan disimpulkan secara induktif untuk mendukung atau merevisi teori awal, begitu seterusnya.
Siklus penelitian dalam pendekatan kuantitatif ini sangat ketat dilakukan, demikian pula tahap penelitian bergerak dari elemen ke elemen melalui metode/cara yang baku untuk menjamin keabsahan hasil penelitian (lihat contoh Bulmer, 1984). Siklus penelitian kualitatif digambarkan dengan cara yang relatif berbeda walaupun elemen penelitian yang disyaratkan memiliki persamaan. Karakteristik penelitian dan pengujian keabsahan data didasarkan atas asumsi-asumsi yang berbeda dengan pendekatan kuantitatif. Satu hal yang sering diperdebatkan dalam pendekatan kualitatif adalah kedudukan teori dalam penelitian.
Kritik Terhadap Paradigma Kuantitatif Beberapa kritik internal (intraparadigm) yang diidentifikasi oleh Guba dan Lincoln menunjukkan seberapa jauh pendekatan kualitatif mampu menjawab kelemahan-kelemahan dalam pendekatan kuantitatif.
Kritik 1. Context stripping (pengabaian konteks). Penelitian kuantitatif bersifat context free, bahkan konteks penelitian dimanipulasi sedemikian eksklusif melalui proses sampling yang ketat supaya data yang diperoleh bisa menghasilkan pengetahuan atau teori yang bisa mengakomodasikan syarat description, explanation, prediction dan understanding dalam science. Sementara itu, sifat eksklusif ini sekaligus menjadi kelemahan pokok karena generalisasi dapat dilakukan hanya pada konteks yang sama eksklusifnya. Kualitatif data terlepas dari problem generalisasi karena mampu menjelaskan konteks suatu realitas.
Kritik 2. Exclusion of meaning and purpose (pengabaian makna dan tujuan). Penggunaan alat ukur dan instrumentasi yang ketat, reduksi informasi, dan kuantifikasi tidak sesuai untuk memahami manusia yang bersifat dinamis. Pemahaman realitas kemanusiaan hanya bisa terjadi bila dapat dikaji pula makna dan tujuan dibalik perilaku manusia seperti yang ditekankan dalam studi kualitatif.
Kritik 3. Disjunction of grand theories with local contexts: the etic/emic dilemma (ketidaksinambungan antara teori dan konteks lokal). Teori dan hipotesis yang mengendap di benak peneliti kuantitaif merupakan pengetahuan etic yang tidak selalu sesuai atau bisa dipahami secara emic oleh komunitas penelitian. Ketaaan pada hipotesis bahkan akan membutakan peneliti dari pengetahuan emic yang penting dalam rangka memahami suatu komunitas.
Kritik 4. Innaplicability of general data to individual cases (pengabaian kasus individual). Generalisasi data yang dilakukan melalui statistik cenderung mengabaikan kasus individual. Angka-angka statistik bersifat memberikan gambaran yang general tentang suatu realitas sementara dinamika realitas itu tidak selalu mampu dijelaskan dengan baik dan lengkap.
Kritik 5. Exclusions of the discovery dimension in inquiry (pengabaian dimensi khusus). Penelitian kuantitatif yang menekankan pada verifikasi dari hipotesis, akan terfokus pada proses penemuan aspek-aspek yang terkait dengan hipotesis tersebut (secara empiris). Dinamika yang terjadi dalam proses penemuan cenderung diabaikan.
Penelitian Kualitatif dan Scientific Adequacy (Kritik) Kelemahan umum yang seringkali diidentikkan dengan pendekatan kualitatif berkaitan dengan aspek validitas, reliabilitas, dan generalisasi. Sebagai suatu ilmu yang dianggap muncul belakangan, upaya untuk mensejajarkan alat ukur kesahihan penelitian kualitatif dalam ilmu sosial dengan alat ukur konvensional dalam hard science terpaksa dilaklukan.
Truth value: internal validity vs credibility. Kuantitatif: menekankan validitas internal, yaitu seberapa jauh alat ukur yang digunakan mampu mengukur apa yang hendak diukur. Suatu alat ukur harus mampu mengukur variabel sebagaimana telah didefinisikan (content validity), bisa dibandingkan dengan alat ukur lain (concurrent validity), sejalan dengan landasan teori dan pengalaman peneliti lain (construct validity).
Truth value: internal validity vs credibility (cont.) Kualitatif: permasalahan internal validity untuk mencapai kebenaran diatasi dengan aspek credibility. Suatu penelitian kualitatif dipandang kredibel apabila mampu menyajikan deskripsi atau interpretasi yang bisa dipercaya dalam arti orang yang mengalami atau subyek penelitian dapat mengenali dan membenarkan apa yang disajikan peneliti demikian juga peneliti atau pembaca lain dapat menemukan hal yang sama.
Applicability: external validity vs fittingness. Kuantitatif: menekankan validitas eksternal, yaitu seberapa jauh temuan-temuan dan representasi subjek, test dan situasi test dapat digeneralisasi. Manipulasi alat ukur dan seting penelitian menyebakan proses generalisasi menjadi terbatas, yaitu hanya bisa diaplikasikan pada situasi yang sama persis atau sebanding, suatu hal yang sulit dialami real-life conditions.
Applicability: external validity vs fittingness (cont.) Kualitatif: tidak adanya manipulasi alat ukur, subyek dan seting penelitian, bahkan suatu seting dibiarkan sebagaimana adanya (real-life), maka kriteria fittingness diajukan untuk mengatasi problem applicability. Kriteria fittingness terpenuhi apabila suatu hasil studi fit diaplikasikan pada konteks di luar seting studi, sekaligus bisa membuat peneliti lain atau pembaca mengakui bahwa temuan-temuan tersebut bermakna sebagaimana pengalaman mereka. Fittingness juga dalam pengertian bahwa deskripsi, penjelasan atau bahkan teori yang dihasilkan apabila ada didasarkan pada data yang akurat dan well-grounded dalam real-life experiences.
Consistency: reliability vs auditability. Kuantitatif: menekankan reliabilitas, yaitu seberapa consistent, stable dan dependable suatu alat ukur dan prosedur pengukuran. Suatu alat ukur bersifat reliable bila secara konsisten akan memberikan hasil yang sama bila dilakukan pengukuran lagi pada subjek yang sama.
Consistency: reliability vs auditability (cont.) Kualitatif: menekankan pada keunikan dan pengalaman nyata yang cenderung bervariasi dan cenderung tidak konsisten dan mudah berubah. Masalah konsistensi dalam penelitian kualitatif diatasi dengan kriteria auditability, yaitu apabila peneliti lain dapat mengikuti keseluruhan proses yang dijalani oleh peneliti. Dengan demikian peneliti lain dapat menghasilkan temuan yang sebanding tetapi tidak kontras berdasarkan data, perspektif, dan situasi yang ada.
Neutrality: objectivity vs confirmability. Kuantitatif: netralitas akan tercapai apabila reliabilitas dan validitas telah tercapai. Netralitas dalam hal ini mengacu pada tidak adanya bias dalam proses maupun hasil penelitian. Objektivitas akan tercapai apabila ada jarak antar yang diteliti dengan peneliti.
Neutrality: objectivity vs confirmability (cont.) Kualitatif: menekankan pada temuan-temuan yang bisa diperoleh hanya bila jarak antara peneliti dan yang diteliti dapat dikurangi. Dalam hal inilah keterlibatan subjektif antara peneliti dengan yang diteliti akan mampu mengungkapkan pengalaman kehidupan dan makna dibalik semua itu, yaitu pengetahuan atau kebenaran itu sendiri. Dengan demikian kriteria confirmability mengacu pada temuan, bukan pada persolan objectivitas atau subjectivitas hubungan antara peneliti dan yang diteliti.