PRT Migran Indonesia di Luar Negeri: Masih Lekat dengan Praktek Perbudakan Anis Hidayah – Migrant CARE Semiloka Nasional Konvensi ILO tentang PRT, Jakerla PRT, Jakarta 19-20 Agustus 2009
Pengantar Sektor domestik atau pekerja rumah tangga (PRT) sampai saat ini menempati posisi teratas sebagai tujuan migrasi tenaga kerja Indonesia PRT migran Indonesia secara faktual telah memberikan kontribusi ekonomi terbanyak dibandingkan sektor lainnya Tidak adanya instrumen hukum yang protektif bagi PRT migran, baik di Indonesia sebagai negara pengirim maupun beberapa negara yang menjadi tujuan penempatan PRT migran Indonesia, menjadi faktor utama atas semua pelanggaran hak-hak PRT migran Dikotomi antara PRT migran dengan buruh migran pada sektor yang lain sering mengakibatkan kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi PRT migran Hubungan kerja yang selalu berorientasi kekuasaan antara majikan dan PRT migran Dengan kondisi yang demikian, PRT migran sangat rentan akan berbagai ancaman kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya sebagai pekerja dan sebagai manusia Terkuaknya penyiksaan keji terhadap Siti Hajar, PRT migran di Malaysia asal Garut, yang telah bekerja selama tiga tahun tidak menerima gaji dan senantiasa mengalami penyiksaan menjadi gambaran nyata bagaimana kerentanan dan posisi lemah PRT migran secara umum
Lanjutan…. Pada sisi yang lain, kekerasan dan berbagai macam bentuk eksploitasi terhadap PRT migran Indonesia sesungguhnya tidak hanya mereka alami pada saat bekerja di luar negeri. Di dalam negeri-pun, sebelum berangkat (masa rekruitmen dan di penampungan) serta pada saat pemulangan senantiasa menempatkan mereka pada posisi yang sangat lemah Sebelum berangkat ke luar negeri, calon PRT migran rentan terhadap praktek penipuan, praktek trafficking melalui jeratan hutang karena kebijakan mengenai biaya penempatan yang tidak rasional dan sangat membebani, pemalsuan dokumen, hingga tidak terpenuhinya hak atas informasi Calon PRT migran juga tidak mendapat hak atas pendidikan pra penempatan secara standar, menjadi korban eksplotasi selama di penampungan-dipekerjakan tanpa dibayar, rentan terhadap kekerasan seksual dan tidak memiliki kebebasan untuk bergerak Pada saat pemulangan, PRT migran Indonesia juga telah 10 tahun menerima diskrimasi pelayanan dengan kebijakan terminal khusus TKI di bandara Soekarno Hatta.
Praktek Kerja Tidak Layak dan Eksploitatif Jam Kerja: PRT migran Indonesia bekerja tanpa batasan jam kerja. Hampir di semua negara tujuan (kecuali Hongkong) PRT migran Indonesia bekerja diatas 18-20 jam. Bahkan di negara-negara di Timur Tengah PRT migran bekerja hampir 24 jam tanpa istirahat. Situasi ini memicu terhadap kondisi kesehatan buruk yang menyebabkan tingginya kematian PRT Migran Indonesia. Beban Kerja: Tidak ada batasan beban kerja yang jelas, hampir seluruh beban kerja domestik dibebankan kepada PRT migran. Tidak jarang, PRT migran masih dibebani dengan beban pekerjaan majikan, seperti kasus Ceriyati. Perjanjian Kerja: Perjanjian Kerja PRT Migran belum standar. Isi meliputi identitas PRT migran dan majikan, hak dan kewajiban kedua belah pihak (hanya meliputi nominal upah, tidak meliputi jam kerja, libur, cuti, hak berserikat, fasilitas makanan dan akomodasi, dan penyelesaian perselisihan). PRT migran tidak diberikan akses untuk membaca dan memahami perjanjian kerja sebelum ditandatangani.
Lanjutan… Upah: PRT migran belum mendapatkan upah layak, beberapa negara tujuan yang memiliki standar upah minimum: Hongkong dan Singapura. Lebih banyak negara tujuan yang tidak memiliki standar upah layak, seperti Malaysia dan beberapa negara di Timur Tengah. Dalam prakteknya, PRT migran tidak digaji, ditunda pembayarannya serta di potong semena-mena. Di Hongkong, PRT migran mayoritas digaji dibawah standar akibat kebijakan tentang biaya penempatan di Indonesia. Di Taiwan, PRT migran dipotong gajinya hingga bulan ke-16 selama kontrak 2 tahun. Di Malaysia, gaji PRT migran Indonesia (RM 400-500), setara dengan penghasilan warga termiskin di Malaysia, RM 493. Di Saudi Arabia, gaji PRT migran dari tahun 1980an hingga sekarang stagnan pada 600 real. Libur: Mayoritas PRT migran belum mendapatkan hak atas libur mingguan. Libur mingguan baru terjadi di Hongkong, dan sebagian PRT migran di Singapura. Sementara di Malaysia, dan negara-neagar di Timur Tengah belum mendapatkan hak atas libur mingguan.
Lanjutan…. Jaminan Sosial: Belum diatur secara komprehensif skema premi dan mekanisme untuk jaminan sosial yang meliputi kesehatan, keselamatan kerja, hati tua, kematian dan melahirkan. Ada regulasi tentang bahwa setiap PRT migran harus diasuransikan, namun regulasinya tidak adil dimana klaim asuransi sangat birokratis. Setiap tahun hanya 20% klaim asuransi yang bisa diterima oleh PRT migran, sisanya siluman. Berserikat: Hanya Hongkong yang memberikan hak atas kebebasan berserikat bagi PRT migran Indonesia. Namun belum mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia dan belum ada akses untuk mewakili kepentingan PRT untuk tripartit. Akomodasi dan Makan: Akomodasi yang standar dan layak belum diterima oleh PRT migran Indonesia. Mayoritas PRT migran tidak diberikan ruang istirahat secara pribadi, bergabung dengan anak atau orang tua majikan, bahkan ada juga yang tidur di dapur, di kamar mandi, dan di ruang tamu. PRT migran Indonesia juga belum mendapatkan hak atas makanan yang standar.
Perbedaan Kebijakan Negara Tujuan Legislasi Nasional Malaysia Ratifikasi Cov ILO 98, 29, 100,138, 182, 105. Belum: 87 & 111 Ratifikasi CEDAW dan CRC - Tidak memiliki standar upah minimum-layak Tidak ada kebebasan untuk berserikat One day off (dalam rancangan Permen, Juni 2009) Singapura Standar upah miminum: $ Sin 350 One day off Hong Kong RRC Upah Minimum: $ HK 3580 Kebebasan berserikat
Lanjutan… Negara Tujuan Legislasi Nasional Saudi Arabia Sudah menerbitkan UU tentang perlindungan domestic workers. Lahirnya UU tersebut merupakan komitmen SA sebagai anggota dewan HAM PBB, atas desakan HRW, dan atas situasi trafficking (Tier 3) di SA Kuwait Belum ada regulasi khusus tentang perlindungan domestic workers (tidak ada standar upah layak, tidak ada hari libur, tidak ada kebebasan berserikat)
Perangkat Hukum di Indonesia Nasional Bilateral - Multilateral Ratifikasi 6 kovenan HAM, kecuali CMW Ratifikasi ILO Core Convention UU No 21/2007 UU No 23/ 2002 UU No 39/2004 Rancangan UU tentang perlindungan PRT MoU tentang penempatan domestic workers dengan Malaysia (13 Mei 2006) MoU dengan Jordania Cebu declaration on the protection on the rights of migrant workers Rancangan konvensi untuk perlindungan buruh migran di ASEAN Rancangan konvensi anti trafficking di ASEAN
Dampaknya terhadap PRT Migran Lestarinya labor market flexibility dan buruh murah, terutama bagi PRT migran Indonesia di luar negeri dan buruh migran tidak berdokumen. Kekerasan berkelanjutan dan sistematik hingga menyebabkan hilangnya nyawa buruh migran Indonesia (terutama PRT migran) secara massif. Pada tahun 2007, data kematian buruh migran Indonesia di Malaysia mencapai 653 orang. Terintegrasinya praktik trafficking dalam mekanisme penempatan PRT dan buruh migran Indonesia ke luar negeri Terjadinya dikotomi antara PRT migran Indonesia dengan PRT migran dari negara lain Belum nampak korelasi positif antara penempatan PRT migran dengan tingkat kesejahteraan PRT migran dan anggota keluarganya Rentannya PRT migran sebagai korban akibat krisis global
Rekomendasi Berdasarkan kondisi riil kerentanan PRT migran Indonesia akan berbagai kekerasan dan pelanggaran hak-haknya sebagai manusia dan terutama sebagai pekerja pada semua level (rekrutmen, pemberangkatan, bekerja, sampai pada proses pemulangan), maka sangat penting adanya standarisasi perlindungan PRT migran secara universal untuk mendorong terbentuknya sitem perlindungan bagi PRT migran melalui pembentukan konvensi ILO tentang perlindungan PRT Diperlukan legislasi nasional yang protektif terhadap PRT melalui penerbitan UU tentang perlindungan PRT Tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk tidak segera meratifikasi konvensi tentang perlindungan terhadap buruh migran dan anggota keluarganya dan mengadopasi dalam kebijakan nasional, antara lain amandemen UU 39/2004, amandemen seluruh MoU Indonesia dengan negara tujuan ( MoU RI-Malaysia sebagai skala prioritas) Adanya regulasi baru di Saudi Arabia tentang domestic workers merupakan peluang bagi RI untuk segera membentuk bilateral agreement dengan Saudi Arabia tentang perlindungan domestic workers
Rekomendasi Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants PERMASALAHAN REKOMENDASI Legislasi Nasional Rativikasi konvensi internasional tentang perlindungan terhadap buruh migran dan anggota keluarganya Implementasi konvensi tersebut dan standar HAM&ketenagakerjaan internasional ke dalam legislasi nasional Transparansi pengambilan kebijakan dan peningkatan kapasitas, kesadaran serta pemahaman Melakukan konsultasi publik dan diskusi transparan dalam setiap perumusan legislasi nasional Penguatan kesadaran masyarakat mengenai migrasi yang aman dan pengembangan kampanye informasi publik Peningkatan dan perluasan pelayanan Kebijakan perlindungan buruh migran Memperkuat inspeksi ketenagakerjaan, pengahpusan biaya rekruitmen melalui aturan hukum, meningkatakn pemantauan terhadap PJTKI Review kebijakan yang tidak melindungi
Rekomendasi Komite CEDAW Mendorong negara pihak untuk untuk melakukan upaya-upaya untuk menjamin PRT migran menyadari hak-haknya, mendapatkan perlindungan hukum dan memiliki akses bantuan hukum Negara pihak memberlakukan UU yang komprehensif dan membentuk prosedur untuk mengawasi dan menjaga hak-hak PRT migran dan mengadili serta menghukum majikan yang melakukan penyiksaan Negara pihak memberikan akses bantuan hukum bagi PRT migran yang mengalami kekerasan dan masalah lain Menghimbau negara pihak untuk menjamin ketentuan tentang trafficking harus dilaksanakan secara penuh Mendukung negara pihak untuk memperkuat kerjasama internasional, regional dan bilateral untuk proteksi korban trafficking Pemerintah Indonesia harus meratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan terhadap buruh migran dan anggota keluarganya