PERKENALAN TATATERTIB KELAS KONTRAK PERKULIAHAN KULIAH PERTEMUAN I
Sopian, S. Sos., M.I.K
TATA TERTIB KELAS Masuk kelas sesuai dengan jadwal. Toleransi keterlambatan 15 menit dengan alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan Masuk kelas menggunakan pakaian yang sopan; tidak menggunakan sandal jepit, celana pendek, rok mini, pakaian transparan, pakaian yang tidak sopan lainnya (dideskripsikan dlm kelas), dan topi ke dalam kelas. Dilarang makan , merokok di dalam kelas saat perkuliahan berlangsung. Tidak membuang sampah sembarangan. Tidak menciptakan kegaduhan yang dapat mengganggu perkuliahan Tidak masuk kelas karena izin dan sakit harus dengan keterangan yang bisa dipertanggungjawabkan. Aturan lain yang diperlukan bagi terciptanya suasana kelas yang kondusif dapat ditentukan kemudian.
BAHASA INDONESIA JURNALISTIK TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Diharapkan nantinya mahasiswa dapat: Memahami pengertian jurnalistik, bahasa jurnalistik dan ciri-cirinya Memahami pemilihan kata dan ejaan (EYD) dalam bahasa jurnalistik Mengenal dan memahami ragam karya tulis jurnalistik dan etika bahasa jurnalistik. Memahami dan mampu menulis ragam karya jurnalistik dengan baik dan benar
MATERI PERKULIAHAN DI SETIAP PERTEMUAN PENGERTIAN JURNALISTIK, BAHASA JURNALISTIK, DAN CIRI-CIRINYA PEMILIHAN KATA JURNALISTIK EYD BHS JURNALISTIK KARAKTERISTIK KALIMAT JURNALISTIK PARAGRAF DLM BHS JURNALISTIK GAYA BAHASA JURNALISTIK ETIKA BAHASA JURNALISTIK RAGAM KARYA TULIS JURNALISTIK BERITA FEATURES ARTIKEL KOLOM DAN TAJUK RENCANA MENULIS UTK RADIO MENULIS UTK TV Rujukan : Chaer, Abdul (2010); Bahasa Jurnalistik; Rineka Cipta; Jakarta. Sumadiria, Haris (2014); Bahasa Jurnalistik; Simbiosa Rekatama Media; Bandung. Semi, Atar (1995); Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel; Mugantara; Bandung. Romli, Asep Syamsul (2003); Jurnalistik Terapan (2003); Batic Press; Bandung.
Kuliah I: PENGERTIAN JURNALISTIK, BAHASA JURNALISTIK, DAN CIRI-CIRINYA Univ. Esa Unggul, Jakarta, 16 September 2015 Dosen: Sopian, S. Sos., M.I.K Kuliah I: PENGERTIAN JURNALISTIK, BAHASA JURNALISTIK, DAN CIRI-CIRINYA
PENGERTIAN JURNALISTIK Secara etimologi, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ artinya “catatan” atau “laporan harian”. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari (Sumadiria, 2OO5:2). Dalam bahasa Belanda, journalistiek artinya “penyiaran catatan harian”. The oxford Paperback Dictionary mengartikan journal sebagai sebuah rekaman berita, kejadian, atau transaksi bisnis sehari-hari. Jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya (Assegaff, 1 983 : 9). F. Fraser Bond dalam An lntroductton to Journalism (1961:1) menulis: jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
Roland E. Wolseley dalam Understandtng Magazines (1969:3) menyebutkan, jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran (Mappatoto, 1993:69-70). Adinegoro menegaskan, jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya (Amar, 1984:30). Astrid S. Susanto menyebutkan, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari (Susanto,1986:73). Onong Uchjana Effendy, mengemukakan, secara sederhana jumalistik dapat didefisinikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada masyarakat (effendy, 2003 : 95).
Erik Hodgins, Redaktur Majalah Time, menyatakan, jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, saksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan (Suhandang, 2OO4:23). Curtis D. Mac Dougall menyebutkan, jurnalistik adalah kegiatan mencari fakta, menghimpun berita, dan melaporkan peristiwa (Kusumaningrat, 2OO5: l5) Jurnalistik secara teknis adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya (sumadiria, 2005:3).
BAHASA JURNALISTIK Apa yang kita baca, baik berita, features, dan artikel di surat kabar, tabloid, majalah, dan situs berita (online) semuanya menggunakan bahasa jurnalistik. Begitu pula berita dan features atau laporan yang disiarkan radio dan televisi, semuanya juga menggunakan bahasa jurnalistik. Bahasa yang digunakan wartawen dinamakan bahasa Pers atau bahasi Jurnalistik (Anwar, 1954). Menurut Rosihan Anwar, bahasa pers adalah suatu ragam bahasa yang memiliki sifat khas: yaitu Ringkas, padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik. Selanjutnya dikemukakan, bahasa jurnalistik yang memiliki sifat seperti itu, sama sekali tidak mengganggap remeh kaidah-kaidah tata bahasa, demikian juga dengan ejaan. Menurut Mcluhan, setiap media memiliki tata bahasa sendiri, yakni seperangkat aturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indra, dalam hubungannya dengan penggunaan media. Setiap tata bahasa media memiliki kecendemngan (bias) pada alat indra tertentu.
Menurut pakar bahasa JS Badudu, bahasa jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik mengingat media massa dinikmati oleh lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Macam bahasa jurnalistik menurut bentuk atau medianya meliputi; bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi, dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa Jurnalistik memliki dua sifat: komunikatif dan spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau ke pokok persoalan (straight to the point), tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni sederhana, kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam (massa) (Romli, 2003).
CIRI BAHASA JURNALISTIK Para pakar menyebutkan sejumlah ciri bahasa jurnalistik: Sederhana. Tidak menggunakan kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang. Mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen. Singkat. Langsung kepada pokok masalah, tidak bertele-tele. Padat. Sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Lugas. Lugas berarti tegas, tidak ambigu, menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari adanya kemungkinan penafsiran lain.
Jelas. Mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur Jelas. Mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah SPOK, jelas sasaran dan maksudnya. Jernih. Jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu atau maksud lain yang bersifat negatif seperti fitnah. Tidak ada maksud lain kecuali menginformasinya fakta yang sebenarnya. Menarik. Dapat membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca. Bahasa jurnalistik mengacu pada prinsip: menarik, benar, dan baku. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normatif. Demokratis. Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
Populis. Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang digunakan harus akrab di telinga, di mata, dan dibenak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Logis. Kata, istilah, kalimat atau paragraf harus dapat diterima dan tidak bertentangan akal sehat (common sense). Dengan berbekal kemampuan menggunakan logika (silogisme), seorang wartawan akan lebih jeli menangkap suatu keadaan, fakta, persoalan, ataupun pemyataan seorang sumber berita. Ia akan lebih kritis, tidak mudah terkecoh oleh sumber berita yang mengemukakan pemyataan atau keterangan dengan motif-motif tertentu (Dewabrata, 2004:76). Gramatikal. Kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya.
Menghindari kata dan istilah asing Menghindari kata dan istilah asing. Memasukkan kata atau istilah asing dengan sengaja, sama saja dengan menciptakan potensi kebingungan pada para pembaca atau pendengar. Pllihan kata (diksi) yang tepat. Setiap kata yang dipilih harus tepat dan akurat dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak. Pilihan kata bukan saja digunakan untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Mengutamakan kalimat aktif. Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Hindari kata-kata atau istilah teknis. Jika tidak bisa dihindari hendaknya disertai penjelasan.
Di antara ciri penggunaan bahasa jurnalistik tersebut menurut Prof. Taat kepada kaidah etika. Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated). Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Di antara ciri penggunaan bahasa jurnalistik tersebut menurut Prof. Drs. M. Atas Semi (1995 : 140) terkait dengan penggunaan bahasa jurnalistik yang efektif. Kalimat yang digunakan tidak hanya untuk menunjang pemahaman atau pengertian, tetapi juga menimbulkan pengaruh bahkan kesan kepada pembacanya.
“CIRI LAIN” BAHASA JURNALISTIK Dari "Pedoman Pemakaian Bahasa dalarn Pers" hasil kesepakatan para peserta Karya Latihan Wartawan (KLW) ke-17 PWI Jaya yang dipimpin Rosihan Anwar pada November 1975 di Jakarta, dan dari "Suatu Model Style Book” dari Prof. John Hohenberg, penggunaan bahasa Indonesia jurnalistik hendaknya: (1) menaati aturan ejaan yang berlaku. Saat ini tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) ; (2) menaati kaidah tata bahasa Indonesia yang berlaku; (3) tidak menanggalkan prefiks me - dan prefiks ber -, kecuali pada judul berita; (4) menggunakan kalimat pendek dan lengkap (ada subjek, predikat, dan objek) serta logis. Satu kalimat hanya berisi satu gagasan; (5) satu paragraf hanya terdiri dari 2 atau 3 buah kalimat. Kesatuan dan kepaduan antarkalimat harus terpelihara; (6) menggunakan bentuk aktif pada kata maupun kalimat. Bentuk pasif hanya digunakan kalau memang perlu. Begitu juga kata sifat dibatasi pemakaiannya; (7) ungkapan-ungkapan klise (seperti sementara itu, peiu diketahui, di mana, kepada siapa, dan sebagainya) tidak digunakan; (8) kata-kata "mub azir" seperti adalah, merupakan, dari, daripada, dan sebaganya, tidak digunakan; (9) kalimat aktif dan kalimat pasif tidak dicampuradukkan dalaum satu paragraf;
(10) kata-kata asing dan istilah ilmiah yang terlalu teknis tidak digunakan. Kalau terpaksa harus dijelaskan; (11) penggunaan singkatan dan akronim sangat dibatasi. Pada pertama kali singkatan atau akronim digunakan harus diberi penjelasan kepanjangannya; (12) penggunaan kata yang pendek didahulukan daripada kata yang panjang; (13) tidak menggunakan kata ganti orang pertama (saya dan kami); berita harus menggunakan bentuk orang ketiga; (14) kutipan (kalau ada) ditempatkan pada paragraf baru; (15) tidak memasukkan pendapat sendiri dalam berita; (16) berita disajikan dalam bentuk "past tense", artinya sesuatu yang telah terjadi (berlangsung); {17) kata hari ini drgunakan dalam media elektronik dan koran sore. Sedangkan kata kemarin digunakan dalam harian yang terbit pagi hari; (18) segala sesuatu dijelaskan secara spesifik. Maksudnya segala sesuatu dijelaskan dengan keterangan yang dapat diobservasi. Misalnya, untuk menyatakan seorang gadis yang tinggi disebutkan berapa cm tingginya (seperti 17 5 cm, dsb). Contoh lain untuk menyatakan seorang pembicara marah, harus dikatakan "dia berteriak dan menggebrak meja"; (19) bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikatif . Jadi, betul-betul dapat dipahami dengan mudah oleh para pembacanya;
Dari butir-butir di atas dapat disimpulkan, bahasa jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Kalau dirumuskan lebih ringkas, bahas jurnalistik harus menerapkan tiga prinsip dalam menggunakan bahasa yaitu: hemat kata, tepat makna, dan menarik (Chaer, 2010 : 3- 4). Rujukan : Chaer, Abdul (2010); Bahasa Jurnalistik; Rineka Cipta; Jakarta. Sumadiria, Haris (2014); Bahasa Jurnalistik; Simbiosa Rekatama Media; Bandung. Semi, Atar (1995); Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel; Mugantara; Bandung. Romli, Asep Syamsul (2003); Jurnalistik Terapan (2003); Batic Press; Bandung.