Fiqih tentang Mukhabarah
Pengertian Mukhabarah Mukhabarah ialah suatu akad yang terjadi antara pemilik tanah dan pengelola tanah untuk digarap dengan ketentuan bahwa benih yang akan ditanam adalah dari penggarap tanah tersebut.Atau mukhabarah pun dapat dikatakan dengan mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang,dengan imbalan sebagian hasilnya (1/2,1/3,1/4).Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung oleh orang yang mengerjakan.
pengertian mukhabarah menurut beberapa ulama Mukhabarah menurut ulama Hanafiyah adalah: ﻋﻘﺪﻋﻠﻰاﻟﺰررعﺑﺒﻌﻀﻰ ﻣﺎﻳﺨﺮجﻣﻦاﻷرض “Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi”. Menurut dzahir nash as-Syafi’iyyah mukhabarah adalah: ﻣﻌﺎﻣﻠﺔاﻟﻌﺎﻣﻞﻓﻰاﻷرضﺑﺒﻌﺾﻣﺎﻳﺨﺮجﻣﻨﻬﺎﻋﻠﻰانﻳﮑﻮن اﻟﺒﺬرﻣﻦاﻟﻤﺎﻟﻚ “Menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah tersebut.” Menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuri berpendapat bahwa mukhabarah ialah: ﻋﻤﻞﺍﻟﻌﺎﻣﻞﻓﻰﺃﺭﺽﺍﻟﻤﺎﻟﻚﺑﺒﻌﺾﻣﺎﻳﺨﺮجﻣﻨﻬﻭﺍﻟﺒﺬﺭﻣﻦﺍﺍﻌﺎﻣ “Sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal dari pengelola.”
Rukun Mukhabarah Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun mukhabarah adalah ijab dan qabul yang menunjukkan keridhaan diantara keduanya.Namun Ulama Hanabilah berpendapat bahwa rukun mukhabarah tidak memerlukan qabul secara lafaz,tetapi cukup dengan mengerjakan tanah.Adapun rukun mukhabarah menurut pendapat umum antara lain: Pemilik dan penggarap sawah / ladang. Sawah / ladang Jenis pekerjaan yang harus dilakukan Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah) Akad (sighat)
Dasar Hukum Mukhabarah Akad mukhabarah diperbolehkan,berdasarkan hadist Nabi SAW: ﻋﻦﺍﺑﻦﻋﻤﺮﺍﻥﺍﻟﻨﺒﻲﺹْﻡْ :ﻋﻤﻞﺍﻫﻞﺣﻴﺒﺮﺑﺸﺮﻃ ﻣﺎﻳﺤﺮجﻣﻨﻬﺎﻣﻦﺛﻤﺮﺃﻭﺯﺭع (ﺭﻭﺍﻩﻣﺴﻠﻢ) “Sesungguhnya Nabi telah menyerahkan tanah kepada penduduk Khaibar agar ditanami dan diperlihara,dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian hasilnya.”(HR.Muslim dari Ibnu Umar ra.) Adapula hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dari Thawus r.a,yang artinya: “Sesungguhnya Thawus r.a bermukhabarah,Umar r.a berkata;dan aku berkata kepadanya;ya Abdurrahman,kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini,nanti mereka mengatakan bahwa Nabi melarangnya.Kemudian Thawus berkata; telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui hal itu,yaitu Ibn Abbas,bahwa Nabi SAW,tidak melarang mukhabarah,hanya beliau berkata,bila seseorang memberi manfaat kepada saudaranya,hal itu lebih baik daripada mengambil manfaat dari saudaranya dengan yang telah dimaklumi.”
Sifat Mukhabarah Tentang sifat mukhabarah menurut ulama Hanafiyah,merupakan sifat-sifat perkongsian yang tidak lazim.Adapun menurut ulama Malikiah,diharuskan menaburkan benih diatas tanah,supaya tubuh tanaman atau dengan menanam tumbuhan diatas tanah yang tidak ada bijinya.Menurut pendapat paling kuat,perkongsian harta termasuk seperti muzara’ah dan harus menggunakan sighat.Ulama Hanafiyah berpendapat mukhabarah adalah dua akad yang tidak lazim sehingga setiap yang melangsungkan akad dapat membatalkan keduanya.Akad pun dapat dianggap batal jika salah seorang ‘aqid meninggal dunia.
Syarat Alat Bercocok Tanam Syarat ‘Aqid Syarat Alat Bercocok Tanam Syarat Mukhabarah Syarat Tanaman Syarat Tujuan Akad Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan Syarat dengan garapan
1) Syarat ‘Aqid Mumayyiz,tetapi tidak disyaratkan baligh Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad. 2) Syarat Tanaman Diantara para ulama terjadi perbedaan pendapt,tetapi kebanyakan menganggap lebih baik jika diserahkan kepada pekerja. 3) Syarat dengan garapan Memungkinkan untuk digarap,yakni apabila ditanami tanah tersebut akan menghasilkan Jelas Ada penyerahan tanah. 4) Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan Jelas ketika akad Diharuskan atas kerjasama dua orang yang berakad Ditetapkan ukuran diantara keduanya,seperti sepertiga,setengah,dll. Hasil dari tanaman harus menyeluruh diantara dua orang yang akan melangsungkan akad.Tidak boleh mensyaratkan bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mendapatkan sekedar pengganti biji. 5) Syarat Tujuan Akad Akad dalam mukhabarah harus didasarkan pada tujuan syara’ yaitu untuk memanfaatkan pekerja atau memanfaatkan tanah. 6) Syarat Alat Bercocok Tanam Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan maksud sebagai konsekuensi atas akad.Jika hanya bermaksud menggunakan alat,dan tidak dikaitkan dengan akad,mukhabarh akan dipandang rusak.
Terima Kasih ..!!