KONSTRUKSI SOSIAL PORNOMEDIA DAN KEKERASAN PEREMPUAN DI MEDIA MASSA Pergeseran konsep porno dan Varian Porno Kontemporer Oleh: Burhan Bungin, Prof.,

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Katanya PEREMPUAN .... NEGATIF Lemah Tidak mampu bekerja keras Manja
Advertisements

Fenomena Komunikasi Massa
Telaah Kritis Menuju Kehidupan
Poster, Slogan, dan Iklan Oleh : Juwita Rouly, S.Pd.
Keterampilan Dasar Mengajar
Joesana Tjahjani, M.Hum. Program Studi Prancis FIB UI
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN STANDAR PROGRAM SIARAN (P3 & SPS)
Pengertian Sex dan Gender
PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE
feminisme - joice c.siagian.
PELACURAN Bab 6 Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yg harus dihentikan Penyebarannya,tanpa mengabaikan Usaha Pencegahan.
PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
ETIKA Ferly David, M.Si..
BAB 3 PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
‘MEDIA AS EXTENSIONS OF WO/MAN’: FEMINIST PERSPECTIVE ON MEDIATION AND TECHNOLOGICAL EMBODIMENT
12 SOSIOLOGI KOMUNIKASI Masalah – Masalah Sosial Dan Media Massa
STKIP-PGRI Banjarmasin
MANUSIA SEBAGAI MAKLHUK SAINS DAN TEKNOLOGI
Fenomena Komunikasi Massa
MEDIA AUDIO VISUAL PERTEMUAN 9 KHAOLA RACHMA ADZIMA PGSD FKIP.
Komunikasi massa. “Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet.” (Napoleon)
Media Massa dan Kejahatan
03 SOSIOLOGI KOMUNIKASI FUNGSI KOMUNIKASI MASSA BAGI MASYARAKAT
IDEOLOGI-IDEOLOGI DUNIA
KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB MUATAN PESAN
GENDER OLEH : YESI MARINCE, M.Si.
Konsep-Konsep Dasar Feminisme
Program Studi Ilmu Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi
Era Percetakan.
Bersikap kritis & bertanggungjawab terhadap pengaruh media massa
ETIKA.
Mar’atul Makhmudah, S.IP, M.Si Mata Kuliah Politik Dan Gender
Fenomena Komunikasi Massa
JENIS KELAMIN DAN GENDER
Masalah sosial Muhammad Noor Hidayat.
SMP Kelas 3 Semester 1 BAB VI
THEORIES OF COMMUNICATIONS MEDIA
KOMUNIKASI MASSA CYBER COMMUNICATION.
Media Massa dan Pembangunan Pedesaan
By: Desayu Ekla Surya, S.Sos., M.Si
KOMUNIKASI MASSA Pertemuan 11
Munculnya Media Komunikasi Massa (1) Pertemuan 3
MODUL-7 KOMUNIKASI MASSA SEBAGAI PRANATA /LEMBAGA SOSIAL
UNIVERSITAS GUNADARMA
Kuliah 6 Editorial dan Penyuntingan Berita
TEORI KOMUNIKASI MASSA
SITI SRI WULANDARI, S.Pd. M.Pd
Disampaikan Oleh : Dr.Ir.Harsuko Riniwati,MP
RISET – OBSERVASI Pertemuan 5
Etika periklanan Asri anggun sari
MODUL-11 Efek Sosial Komunikasi Massa Euis Heryati
Channel (Media Komunikasi).
Keterampilan Dasar Mengajar
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA “NILAI, NORMA, MORAL, DAN HUKUM”
Gender, Kelas Sosial, dan Gaya Hidup PERTEMUAN 13
Keterampilan Dasar Mengajar
MODUL-9 Teori Peniruan dan Media Euis Heryati
Media Massa dan Pembangunan Pedesaan
Kritik Terhadap Media Massa
Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Media
Media Konvergen Apa Media Konvergen?.
MEDIA MASSA DAN OLAHRAGA
KETRAMPILAN DASAR MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN TERPADU
Foto Jurnalis Bahasa Gambar MATERI compiled & designed by:
TEORI SASTRA PERTEMUAN 3.
Konsep gender Dalam kesehatan Reproduksi perempuan
Medium Jurnalistik A.Hakikat Media Massa Media massa adalah alat atau sarana yang digunakan dalam penyampaian pesan dri sumber (komunikator) kepada khalayak.
Transcript presentasi:

KONSTRUKSI SOSIAL PORNOMEDIA DAN KEKERASAN PEREMPUAN DI MEDIA MASSA Pergeseran konsep porno dan Varian Porno Kontemporer Oleh: Burhan Bungin, Prof., Dr., S.Sos., M.Si. Guru Besar Sosiologi Komunikasi UNTAG Surabaya Peneliti/Penulis Buku: -Erotika Media Massa (2001) -Pornomedia (2003-2005) -Sosiologi Komunikasi (2006)

Berawal dari Wacana Seks di Media Massa Berawal dari Wacana Seks di Media Massa Adanya dua kutup dalam menilai tubuh manusia (terutama perempuan) sebagai obyek seks. Pertama: kelompok yang memuja-muja tubuh sebagai obyek seks serta merupakan sumber kebahagian, kesenangan, keintiman, status sosial dan seni. Kelompok ini memuliakan seks sebagai karunia tuhan kepada manusia. Seks sebagai sumber ketenangan batin, sumber inspirasi dan salah satu tujuan akhir perjuangan manusia. .

Kedua: kelompok yang menuduh seks sebagai obyek maupun subyek dari sumber malapetaka bagi kaum perempuan itu sendiri. (a) kelompok yang mewakili pemikiran feminis radikal, yang menganggap jenis kelamin sebagai sumber persoalan seksisme dan ideologi patriarki. Pemikiran ini menuduh laki-laki secara biologis maupun politis menguasai tubuh perempuan. Laki-laki secara politis menciptakan ideologi patriarki sebagai dasar penindasan dalam sistim kirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privillege terhadap perempuan. .

(b) Kelompok feminis marxis melihat bahwa ideologi kapitalis adalah sumber penguasaan seks terhadap perempuan. Jatuhnya status seks perempuan disebabkan karena perubahan dalam sistem kekayaan. Era private property yaitu era hewan piaraan dan pertanian menjadi awal bagi perdagangan dan produksi untuk perdagangan. Karena laki-laki mengontrol produksi untuk perdagangan maka mereka menguasai hubungan sosial dan politik sedangkan perempuan direduksi sebagai bagian dari property, dengan demikian laki-laki memiliki kontrol terhadap seks atas perempuan sebagai bagian dari kekuasaan sosial laki-laki.

Pemikiran-pemikiran di atas mendasari semua argumentasi dan polemik tentang seks sebagai obyek porno di masyarakat baik sebagai alasan memuja-muja seks maupun alasan penguasaan obyek seks.

Walaupun kedua alasan itu hanya berbeda pada cara mereka mengekploitasi seks akan tetapi target ekspolitasi tetap saja adalah seks sebagai obyek.

Pada tahun 2 sebelum Masehi, pujangga Romawi Ovidius menerbitkan buku Seni Cinta, yang isinya adalah memuji-muji seks. Baru kemudian pada awal tahun Masehi seks sebagai suatu kebebasan dan kesenangan jasmani semata, dicela Santo Agustinus, seorang guru retorika. .

Pada umumnya perubahan sikap masyarakat menerima seks secara terbuka, secara revolusioner baru pada abad ke 20-21 ini.

Di Inggris, pada zaman Ratu Victoria, seks tertutup menjadi adat yang dipatuhi oleh masyarakat, namun pasca Ratu Victoria, seks mulai dipahami secara terbuka.

Paus Paulus III, terkesan dan berlutut untuk berdoa pada saat peresmian lukisan Pengadilan Terakhir (sebuah lukisan yang mempertontonkan ketelanjangan manusia) karya Michelangelo tahun 1541, Tetapi pada tahun 1558, Paus Paulus IV meminta agar menambah lukisan kain untuk menutup bagian-bagian tubuh yang “merang­sang” pada lukisan tersebut. Dan pada masa Kontra Reformasi, lukisan kain itu ditambah lagi dengan rok dan celana

Ketika Ciuman karya patung Auguste Rodin Ketika Ciuman karya patung Auguste Rodin. Pada saat karya tersebut dipamerkan di Paris tahun 1898, seorang pengritik mengatakan: “sebuah karya besar!” Namun karya tersebut pada dasawarsa yang sama tidak jadi dipamerkan di Amerika yang pada saat itu memiliki adat yang ketat mengenai masalah seks. Lalu karya Rodin itu disingkirkan kedalam kamar tersendiri pada Pekan Pameran Dunia dan bagi siapa yang akan melihatnya, harus memperoleh ijin khusus. .

Karya-karya lain seperti Pagi di Bulan September karya Paul Chabas tahun 1912, melukiskan seorang gadis telanjang yang sedang bermain di kali dan lukisan Bersantap Siang di Rumput karya Edouard Monet yang melukiskan seorang gadis telanjang duduk di rumput bersama dua orang lelaki yang rancak dandanannya. Kedua lukisan ini mendapat sorotan tajam dan bahkan dianggap melawan hukum pada saat itu .

Pada kenyataannya sehari-hari seperti masyarakat suku Shavante di Brasilia Tengah yang hidup tanpa busana. Dianggap oleh masyarakat tersebut, bahkan orang lain sebagai suatu kewajaran sub-kultur, karena nilai-nilai masyarakat itu tidak melihatnya sebagai suatu porno.

Perempuan kosmopolitan: "Lebih senang” dieksploitasi atau mengeksploitasi dirinya sebagai obyek porno. Rok mini, jean ketat, you can see, produk iklan yang mayoritas didominasi oleh wanita, perek atau free sex, dan bahkan pelacuran yang banyak ditemui di kota.

Pergeseran Konsep Pornografi Masyarakat belum terbuka: Bentuk pencabulan atau tindakan-tindakan yang jorok dengan menonjolkan obyek seks disebut dengan kata porno. Ide-ide porno dilukis atau diukir pada lembaran-lembaran kertas atau kanvas dan terutama ketika penemuan mesin cetak di abad ke 14 sehingga masyarakat telah dapat memproduksi hasil-hasil cetakan termasuk gambar-gambar porno, maka istilah pornografi menjadi sangat sering digunakan untuk menandai gambar-gambar porno saat itu sampai saat ini.

Masyarakat sudah terbuka, kemajuan teknologi komunikasi terus berkembang, maka konsep pornografi juga telah bergeser dan berkembang. Wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan (pornografi) kontemporer, di bagi menjadi beberapa varian: seperti pornografi, pornoteks, pornosuara, pornoaksi. Dalam kasus tertentu semua kategori konseptual itu dapat menjadi sajian dalam satu media, sehingga melahirkan konsep baru yang dinamakan pornomedia.

Pornografi Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang seronoh, jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Pornografi dapat diperoleh dalam bentuk foto, poster, lieflet, gambar video, film, dan gambar VCD, termasuk pula dalam bentuk alat visual lainnya yang memuat gambar atau kegiatan pencabulan (porno). .

Pornoteks Karya pencabulan (porno) yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual, dalam berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, termasuk pula cerita porno dalam buku-buku komik, sehingga pembaca merasa seakan-akan ia menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks itu. Penggambaran yang detail secara narasi terhadap hubungan seks ini menyebabkan terciptanya theatre of the maind pembaca tentang arena seksual yang sedang berlangsung, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi “menggebu-gebu” terhadap obyek hubungan seks yang digambarkan itu.

Pornosuara Yaitu suara, tuturan, kata-kata dan kalimat-kalimat yang ducapkan seseorang, yang langsung atau tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual, suara atau tuturan tentang obyek seksual atau aktivitas seksual. Pornosuara ini secara langsung atau tidak memberi penggambaran tentang obyek seksual maupun aktivitas seksual kepada lawan bicara atau pendengar, sehingga berakibat kepada efek ransangan seksual terhadap orang yang mendengar atau penerima informasi seksual itu. .

Pornoaksi Adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan alat vital yang tidak disengaja atau disengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual bagi yang melihatnya. Pornoaksi pada awalnya adalah aksi-aksi subyek-obyek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi seseorang termasuk menimbulkan histeria seksual di masyarakat. .

Pornomedia Dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan sesuai dengan karakter media yang menyiarkan porno itu. Pornografi (cetak-visual)-pornoteks, Pornoaksi-pornografi (elektronik) Pornosuara- bersamaan muncul dalam media audio-visual seperti televisi, ataupun media audio semacam radio dan media telekomunikasi lainnya seperti telepon. Varian-varian porno ini menjadi satu dalam media jaringan seperti internet cybersex, cyberporno.

Konsep pornomedia meliputi: Realitas porno yang diciptakan oleh media seperti antara lain gambar-gambar dan teks-teks porno yang dimuat di media cetak, film-film porno yang yang tayangkan di televisi, cerita-cerita cabul yang disiarkan di radio, provider telepon yang menjual jasa suara-suara rayuan porno. Proses penciptaan realitas porno itu sendiri seperti proses tayangan-tayangan gambar serta ulasan-ulasan cerita tentang pencabulan di media masa, proses rayuan-rayuan yang mengandung rangsangan sesksual melalui sambungan telepon, penerbitan teks-teks porno dan sebagainya. .

Konstruksi Sosial Pornomedia Konstruksi sosial media massa (the social construction of mass media) memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam mengkonstruksi agenda pemberitaan media di masyarakat sehingga agenda itu menjadi konstruksi pengetahuan di masyarakat pada umumnya. Kekuatan konstruksi sosial pornomedia terletak pada kekuatan media massa itu sendiri sebagai media penyebaran informasi yang sangat cepat, luas, serentak, suddenly dan dapat mengkonstruksi citra yang amat berkesan terhadap obyek pemberitaan di masyarakat. .

Proses konstruksi sosial pornomedia melalui tiga proses: (a) Proses eksternalisasi terhadap obyek dan proses pencabulan terjadi dengan cepat sebagai akibat dari penyesuaian diri yang sangat cepat dari masyarakat yang terbuka untuk menerima informasi baru melalui media massa termasuk infomasi-informasi pencabulan .

(b) Proses obyektivasi, dimana masyarakat informasi yang terbuka dengan pola-pola interaksi yang terbuka pula akan memudahkan terciptanya proses intersubyektif yang dilembagakan, sehingga informasi porno yang disebarkan oleh media massa, akan dengan mudah mengalami proses institusionalisasi di masyarakat, sehingga seakan informasi porno telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masayarakat itu sendiri, bahkan akan menstruktur dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. .

(c) Proses internalisasi, dimana masyarakat yang sudah terobyektivasi dengan pornomedia akan mengidentivikasikan dirinya sebagai bagian fungsional dari informasi itu sendiri, dengan demikian masyarakat akan menjadi terbiasa dengan kehidupan porno. .

Aktivitas pencabulan dalam masyarakat macam ini (dimana konstruksi sosial pornomedia telah melampuai tiga tahap) telah menjadi bagian fungsional yang sangat efektif menjadi komoditas juga menjadikan masyarakat pathologis. .

PORNOMEDIA ADALAH EKSPLOITASI TUBUH MEDIA MASSA .

Alasan pornomedia sebagai kekerasan (eksplotasi) perempuan terbesar di media massa (a) media dengan sengaja menggunakan obyek perempuan untuk keuntungan bisnis mereka, dengan demikian penggunaan pornomedia dilakukan secara terencana untuk mengabaikan, menistakan dan mencampakan harkat manusia, khususnya perempuan. (b) obyek pornomedia (umumnya tubuh perempuan) dijadikan sumber kapital yang dapat mendatangkan uang, sementara perempuan sendiri menjadi subyek yang disalahkan.

(c) media massa telah mengabaikan aspek-aspek moral dan perusakan terhadap nilai-nilai pendidikan dan agama serta tidak bertanggungjawab terhadap efek-efek negatif yang terjadi di masyarakat. (d) selama ini berbagai pendapat yang menyudutkan perempuan sebagai subyek yang bertanggungjawab atas pornomedia tidak pernah mendapat pembelaan dari media massa dengan alasan pemberitaan dari media harus berimbang. (e) Media massa secara politik menempatkan perempuan sebagai bagian kekuasaan mereka secara umum.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis: Tahun 1995 Populasi. :774 Penelitian yang dilakukan oleh penulis: Tahun 1995 Populasi :774.000 orang remaja sekolah di Surabaya Sampel : 338 (400) orang Teknik sampling Acak Teknik pengumpulan data: Angket Hasil penelitian sikap seks: 18,5 % yang menerima perilaku seks diluar pekawinan

Penelitian yang dilakukan oleh penulis: Tahun 2000 Populasi Penelitian yang dilakukan oleh penulis: Tahun 2000 Populasi :mahasiswa semester 1 di Surabaya Sampel :400 orang Teknik Sampling :insidentil Teknik pengumpulan data: Angket 22% remaja mengatakan setuju seks sebelum nikah

Penelitian yang dilakukan oleh penulis: Tahun 2005 Populasi penelitian mahasiswa di Surabaya Sampel :400 orang Teknil sampling: insidentil Metode Pengumpulan data: Angket 34% mahasiswa yang menerima seks diluar ikatan perkawinan.

Bahaya Pornomedia: Tingkat pertama : Merubah perilaku normal menjadi abnormal (disorder) Tingkat kedua : Meningkatkan kebiasaan menelusur dan mengkonsumsi pornomedia dan menjadilkan perilaku anomali sebagai kebiasaan Tingkat tiga : Menumpulkan pandangan tentang pornomedia dan merubah pandangan normal terhadap anomali pornomedia Tingkat empat : Mencari kepuasan pornomedia di dunia nyata Tingkat lima : Sikap terhadap pencarian kepuasan pornomedia di dunia nyata dan anomali seksual sebagai tindakan normal dan wajar (order).

.