PENGADILAN PAJAK
Kelompok 4 Herlin Icha Janie Jonathan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Definisi adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak (Pasal 2)
Tempat Kedudukan Pengadilan Pajak yang berkedudukan di ibukota Negara (Pasal 3) Sekretariat pengadilan pajak beralamat di Jalan Hayam Wuruk Nomor 7, Jakarta Pusat
Susunan Pimpinan Hakim Anggota Sekretaris Panitera (pasal 6) PENONTON HAKIM KETUA PEMOHON BANDING/ PENGGUGAT TERBANDING/ TERGUGAT SEKRETARIS DAN PANITERA PINTU PENONTON Pimpinan Hakim Anggota Sekretaris Panitera (pasal 6)
Tahapan Dalam Persidangan Sidang dibuka oleh Hakim Ketua Untuk sidang pertama atas suatu sengketa, hakim anggota akan membacakan pemenuhan ketentuan formal dari pengajuan banding, surat keberatan, surat ketetapan terbanding, surat ketetapan pajak (contoh : SKPKB) Hakim anggota akan menanyakan kepada pemohon banding dokumen pendukung yang dianggap perlu, misal : tanda terima SPT Hakim ketua bertanya kepada terbanding apakah ada keberatan atas pemenuhan ketentuan formal tersebut Hakim ketua meminta kepada pemohon banding untuk melengkapi permohonan banding dengan alur sengketa yang lebih rinci, misal disertai matriks alasan banding Sidang ditunda
Tahapan Dalam Persidangan Untuk sidang lanjutan, setelah sidang dibuka oleh hakim ketua, hakim ketua akan menanyakan apakah kelengkapan atau hal-hal yang diminta oleh hakim pada persidangan sebelumnya telah dibawa atau dipenuhi oleh pemohon banding maupun terbanding Terbanding/ tergugat memberikan penjelasan Hakim ketua dan hakim anggota melakukan tanya jawab dengan terbanding/ tergugat sampai hakim ketua dan hakim anggota mendapat jawaban yang cukup Pemohon banding/ penggugat memberika penjelasan Hakim ketua dan hakim anggota melakukan tanya jawab dengan pemohon banding/ penggugat sampai hakim ketua dan hakim anggota mendapat jawaban yang cukup Apabila belum menemukan putusan, sidang ditunda Hakim akan meminta pemohon banding dan/ atau terbanding untuk menyampaikan kelengkapan atau hal-hal yang kurang atau perlu disampaikan pada persidangan selanjutnya
Dasar Bagian Kelima Pemeriksaan dengan Acara Biasa Pasal 49 Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis Pasal 50 (1) Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum. (2) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan Banding atau Gugatan. (3) Apabila Banding atau Gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sepanjang bukan merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), dan Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6), kelengkapan dan/atau kejelasan dimaksud dapat diberikan dalam persidangan.
Dasar Pasal 53 (1) Hakim Ketua memanggil terbanding atau tergugat dan dapat memanggil pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan. Pasal 54 (1) Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak-pihak yang bersengketa. (2) Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon Banding atau penggugat dalam Surat Banding atau Surat Gugatan dan dalam Surat Bantahan.
PT DATINDO INFONET PRIMA (Sidang Ke-7) Penggugat PT Datindo Infonet Prima Tergugat DJP
2005 Keberatan atas SKPKB Banding atas SKPKB Peninjauan Kembali Kepada DJP DJP Menolak dan Menyatakan Untuk Mengajukan PK ke MA Tidak Ada Tindak Lanjut dari DJP Mengajukan PK ke MA MA Menolak dan Menyatakan agar DJP Melakukan Pemeriksaan Kembali
2016 Menagajukan Restitusi Sidang Gugatan Mengajukan Gugatan Adanya Pemotongan Pajak Rp 5M Mengajukan Gugatan Sidang Gugatan
Poin Dalam Persidangan PT Datindo mengajukan gugatan atas restitusi pemotongan pajak sebesar Rp 5M saat PT Datindo mengajukan restitusi pajak. Menurut PT Datindo berdasarkan pada UU KUP Pasal 36 Ayat 1D yang berbunyi “ Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksankan tanpa: 1. Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau 2. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Dengan Wajib Pajak.” UU KUP Pasal 36 (1c) “Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1c) telah lewat, tetapi Direktur Jendera; Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dianggap dikabulkan”
Berdasarkan pasal tersebut PT Datindo berpendapat bahwa pengajuan atas SKPKB tahun 2005 telah dikabulkan karena tidak adanya tindak lanjut pemeriksaan dan penyampaian hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP pada tahun tersebut. Sehingga pemotongan pajak pada tahun 2016 pada saat mengajukan restitusi tersebut tidak dapat dilakukan. Selain itu DJP baru melakukan pemeriksaan kembali atas SKPKB 2005 pada tahun 2016 setelah adanya restitusi yang diajukan oleh PT Datindo. Berdasarkan pemeriksaan kembali tersebut DJP berpendapat bahwa PT Datindo masih memiliki utang pajak sebesar 5M atas kurang bayar pada tahun 2005.
PT Datindo juga berpendapat bahwa pajak tersebut telah daluarsa sebagaimana tertuang dalam UU KUP Pasal 22 Ayat 1 yang menyatakan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Sehingga tidak seharusnya DJP melakukan pemotongan pajak. DJP berpendapat bahwa meski penagihan pajak memiliki masa daluarsa tetapi utang pajak tidak memiliki masa daluarsa (tidak diatur dalam UU) sehingga utang pajak tersebut masih harus diperhitungkan dalam pajak terutang PT Datindo.
Putusan Sementara Majelis Hakim memutuskan untuk menunda sidang dan meminta DJP untuk dapat memberikan dasar hukum atas pernyataannya mengenai tidak adanya dalaursa terhadap utang pajak.
PT L’oreal Indonesia (Sidang Ke-2) Penggugat PT L’oreal Indonesia Tergugat DJP
Banding Sidang
Poin Dalam Persidangan PT L’oreal Indonesia mengajukan banding atas koreksi fiscal positif yang dilakukan oleh DJP atas royalty sebesar Rp 38M pada tahun 2009 dan Rp 48M tahun 2010. PT L’oreal Indonesia mengkalim bahwa perusahaannya tidak hanya bergerak sebagai perusahaan distributor tetapi sebagai pengusaha yang melakukan research and development dan memiliki Hak Kekayaan Intelektual sehingga royalty dapat dibebankan dalam perhitungan laba perusahaan DJP berpendapat bahwa PT L’oreal sebagai perusahaan distributor tidak seharusnya membebankan royalty, sehingga royalty tersebut dapat menambah jumlah pajak terutang.
Putusan Sementara Majalis Hakim memutuskan untuk menunda persidangan, dan meminta agar DJP untuk melakukan analisa atas pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh pihak L’oreal Indonesia. Selain itu, pihak L’oreal juga agar dapat menunjukan dokumen-dokumen pendukung pada persidangan selanjutnya seperti Surat Perjanjian L’oreal Indonesia dengan Yasulor Indonesia, Surat Ijin Usaha.
Thank You