Pengakuan dan pengukuran Pendapatan dan Beban dalam akuntansi syariah Muhamad SE. MM. Email: Muh_syariah@yahoo.com
Demikianlah penting bagi kita untuk mengklasifikasikan jenis transaksi apa saja yang dilakukan oleh lembaga berbasis ekonomi syariah. Ditarik ke belakang, jenis transaksi tentunya mengacu kepada akad yang disepakati di awal. Secara garis besar transaksi dalam perspektif eknomi syariah dibagi menjadi 2 yakni tabarru'/kebaikan (non profit transaction) dan tijarah/komersial (profit transaction).
tabarru Transaksi dengan akad tabarru' adalah transaksi dimana kita tidak boleh mengambil manfaat/keuntungan/tambahan darinya. Sedangkan terhadap transaksi tijarah seperti jual beli, sewa, atau sewa beli kita diperkenankan untuk mengambil keuntungan dari transaksi tersebut dalam bentuk margin. Sedangkan terhadap transaksi usaha atau investasi, kita diperkenankan untuk mengambil keuntungan dari transaksi tersebut dengan pola bagi hasil.
pembahasan kepada transaksi-transaksi tijarah pembahasan kepada transaksi-transaksi tijarah. Keuntungan berdasarkan transaksi tijarah dapat diambil dari dua pola, yakni pola margin dan pola bagi hasil. Pola margin dapat diterapkan kepada akad murabahah (jual beli), akad ijarah (sewa), dan akan ijaroh muntahiya bi tamlik (sewa beli). Sedangkan pola bagi hasil dapat diwujudkan dari transaksi yang mempergunakan akad musyarokah, mudharabah, musytarokah, muzara'ah, dan musaqah. Prinsip musyarokah mengambil porsi lebih dari 99% dibandingkan dengan prinsip akad bagi hasil lainnya.
Murabahah Adalah jual beli barang dengan harga pokok yang ditambah dengan tingkat keuntungan tertentu yang disepakati. Lembaga dalam hal ini diposisikan sebagai penjual sedangkan nasabah diposisikan sebagai pembeli. Penjual harus memberitahukan kepada pembeli berapa harga pokok barang yang akan dijual tersebut. Kemudian atas harga pokok tersebut penjual meminta keuntungan dalam jumlah tertentu yang dapat melalui proses tawar menawar dan disepakati sebagai sebuah tingkat margin. Murabahah dapat dilakukan dengan prinsip tunai, prinsip angsuran, atau prinsip jatuh tempo. Sebagian besar murabahah dilakukan melalui prinsip pesanan walaupun tidak menutup kemungkinan adanya jual beli tanpa didasarkan atas pesanan.
Ijarah Ijarah Selain murabahah transaksi tijaroh yang mendapatkan keuntungan dengan pola margin adalah Ijaroh. Ijaroh adalah transaksi sewa di mana pihak BMT adalah pihak yang menyewakan sedangkan mitra dalam hal ini adalah pihak yang menyewa. Transaksi ijaroh dapat diwujudkan dalam 2 hal yakni ijaroh terhadap barang dan sewa atau jasa dan upah. Transaksi dalam sewa rumah atau sewa kantor dapat dikategorikan sebagai Ijaroh terhadap barang. Sedangkan biaya pengobatan, biaya pendidikan, atau biaya pernikahan dapat dikelompokkan sebagai transaksi Ijaroh Jasa.
Musyarokah Musyarokah Bertolak belakang dengan pengakuan pendapatan dengan basis margin, maka pengakuan pendapatan dengan pola bagi hasil tidak diperkenankan ditentukan di awal. Musyarokah adalah transaksi dengan pola keuntungan bagi hasil yang paling banyak dipergunakan oleh lembaga kami. Musyarokah secara sederhana dapat diartikan sebagai penyertaan modal kepada usaha yang sudah berjalan. Pelaku usaha juga dipersyaratkan untuk memiliki modal sendiri selain diposisikan juga sebagai pengelolanya. Musyarokah tidak memperkenankan adanya pengakuan pendapatan di awal periode
Sifat dari musyarokah yang melekat bahwa setiap usaha pasti mempunyai risiko adalah hal yang mendasari hal tersebut. Yang ditetapkan di awal periode hanyalah sebatas nisbahnya saja (dalam satuan prosen). Sedangkan proses distribusi pendapatan diberikan sesuai dengan nisbah yang dikalikan dengan sisa hasil usaha. Yang dapat dipastikan dibayar tiap bulan adalah angsuran pokoknya saja. Dalam skema musyarokah tidak dikenal adanya angsuran margin, tidak dikenal pula adanya angsuran bagi hasil karena pada dasarnya bagi hasil yang diberikan kepada peserta musyarokah berfluktuatif tergantung sisa hasil usaha yang diperoleh
Tampak jelas perbedaan pengakuan pendapatan dari masing-masing akad yang disepakati. Bagi konsep keuntungan berdasarkan margin (Ijaroh dan Murabahah) berlaku prinsip Accrual Basis dimana pendapatan dicatat dan dibukukan pada saat jasa, manfaat, atau barang diserahkan. Nilai keuntungan sudah dapat dipastikan di awal, sedangkan angsuran bulanan merupakan perwakilan dari cara pembayarannya. Namun demikian tidak halnya dengan Musyarokah yang harus berlaku prinsip Cash Basis. Bagi Musyarokah yang menganut keuntungan berdasarkan bagi hasil adalah tidak mungkin untuk mencatat keuntungan di awal karena tidak ada kepastian jumlah yang harus dicatat dan memang tidak boleh memastikan terhadap keuntungan yang akan diraih. Kiranya memang demikian yang lebih adil bagi konsep usaha karena sifat yang lebih adil dan mencerminkan pembagian risiko yang lebih proporsional antara pemilik dana.
Islamic financing techniques (tehnik pembiayaan syariah) terdiri atas : 1. Mudarabah (trust financing) bank bertindak sebagai partner, menyediakan kas kepada borrower and berbagi dalam net profits dan net losses dari bisnis. Pinjaman untuk jangka waktu yang tidak terbatas. 2. Murabaha (cost-plus trade financing): Bank bertindak partner, menyediakan pembiayaan untuk membeli barang dan mendapat bagian keuntungan ketika barang terjual.Bank tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang terjadi. 3. Musharaka (participation financing): bank menyediakan bagian dari equity dan working capital untuk bisnis peminjam, dan berbagi dalam keuntungan maupun kerugian. 4. Ijara (rental financing): Bank membeli peralatan dan menyewakannya kepada perusahaan, perusahaan dapat pula melakukan capital lease.
Transaksi musharakah dan mudaraba memerlukan nilai pendapatan untuk menentukan dan mendistribusikan keuntungan pada deposit holders. Abdelgader (1990) menemukan kesulitan-kesulitan berikut ini dalam menentukan dan mendistribusikan profit pada bank-bank di Sudan :
Time lag antara deposit dan investasi, dimana profit depositor didasarkan pada jangka waktu penyimpanannya, sementara investasi tidak dapat dihubungkan secara langsung kepada jangka waktu deposito. 2) Hak depositor untuk menarik dananya kapan saja sementara investasi tidak se-flexible itu. 3) Kebutuhan untuk memastikan fairness terhadap depositor yang menarik uangnya padahal bagiannya dalam profit belum diketahui. 4) The pooling berbagai jenis dana, misalnya savings, investment, current account dan equity bank sendiri dibandingkan dengan penghasilan dari berbagai aktivitas bank. 5) Masalah bank expenses: haruskah proporsi tertentu dari banks own expenses dibebankan kepada investment profit?