HUKUM ISLAM DALAM MUAMALAH Pengajar: DR. TITIK INAYATI.,MM
MANUSIA Dalam Hukum Islam, manusia yang sudah dapat dibebani Hukum disebut dengan Mukallaf
Next… Dalam Ensiklopedi Hukum Islam Mukallaf adalah: Orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT. Maupun dengan larangan-Nya. Seluruh tindakan hukum mukallaf harus dipertanggungjawabkan.
Mukallaf dalam Ensiklopedi Hukum Islam Apabila ia mengerjakan perintah Allah SWT, maka ia mendapat imbalan pahala dan kewajibannya terpenuhi, sedangkan apabila ia mengerjakan larangan Allah SWT, maka ia mendapat risiko dosa dan kewajibannya belum terpenuhi
Dari segi kecakapan untuk melakukan akad Manusia dapat terbagi atas 3 (tiga) bentuk, yakni: Manusia yang tidak dapat melakukan akad apapun, misalnya karena cacat jiwa, cacat mental, atau anak kecil yang belum mumayyiz. Manusia yang dapat melakukan akad tertentu, misalnya anak yang sudah mumayyiz, tetapi belum mencapai baligh.
Akad-akad tertentu ini adalah suatu akad atau kegiatan muamalah dalam bentuk penerimaan hak, seperti menerima hibah. Sedangkan akad atau kegiatan muamalah yang mungkin merugikan atau mengurangi haknya adalah tidak sah, seperti memberi hibabh atau berwasiat, kecuali mendapat izin atau pengesahan dari walinya.
Dari segi kecakapan untuk melakukan akad C. Manusia yang dapat melakukan seluruh akad, yakni untuk yang telah memenuhi syarat-syarat mukallaf.
Syarat sebagai Subyek Syarat yang harus dipenuhi oleh manusia untuk dapat menjadi subyek menurut Hamzah Ya’cub adalah: a. Aqil b. Tamyiz c. Mukhtar
AQIL Yakni: Orang yang harus berakal sehat. Nabi Muhammad SAW, bersabda: “ Diangkatkan pembebanan hukum dari tiga jenis orang: orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh, dan orang gila sampai ia sembuh”
TAMYIZ Yakni: Orang yang dapat membedakan baik dan buruk
MUKHTAR Yakni: Orang yang bebas dari paksaan. Dalam QS. an-Nisa (4):29, dikemukakan bahwa: Suatu akad harus dilaksanakan secara suka sama suka di antara para pihak
BALIGH Selain ketiga syarat yang disebutkan, hal yang paling umum disyaratkan dalam mukallaf adalah baligh sebagai ukuran kedewasaan seseorang. Hal ini terjadi pada laki-laki yang telah bermimpi (ikhtilam) dan apad perempuan yang telah haid.
BALIGH Seseorang dikatakan sudah baligh juga pada usianya yang sudah 15 tahun. Berdasarkan Hadits dari Ibnu Umar, bahwa Ibnu Umar tidak diizinkan Nabi Muhammad SAW, untuk ikut berperang (perang Uhud) ketika usianya masih 14 tahun
BALIGH Ketika usianya sudah mencapai 15 tahun ia diizinkan untuk ikut berperang (perang Khandaq). Menurut Imam Muhammad Abu Zahrah, pada usia baligh ini, seseorang sudah dapat dibebani hukum taklif atau sudah dapat bertindak hukum, karena ia dianggap sudah berakal dan memiliki kecakapan bertindak dalam hukum secara sempurna (ahliyyah al-ada’ al-kamilah).
Ada 3 (tiga) komponen yang berkenaan dengan Subyek Hukum Ahliyah (Kecakapan) 1. Ahliyah Wujub 2. Ahliyah Ada’ 2.a. Ahliyah ada’ al naqishah 2.b.Ahliyah ada’ al kamilah b Wilayah (Kewenangan) 1. Niyabah Ashliyah 2. Niyabah Syar’iyyah c. Wakalah (Perwakilan)
AHLIYAH (Kecakapan) Kecakapan seseorang untuk memiliki hak dan kewajiban atas orang itu dan kecakapan melakukan tasharruf
AHLIYAH (Kecakapan) Ahliyah Wujub kecakapan untuk memiliki suatu hak kebendaan 2. Ahliyah ada’ Kecakapan memiliki tasharruf dan dikenai tanggung jawab atau kewajibab, baik berupa hak Allah SWT, atau hak manusia.
Ahliyah Ada’ Ahliyah ada’ al naqishah Kecakapan bertindak yang tidak sempurna yang terdapat pada mumayyiz dan berakal sehat. Ia dapat ber-tasharruf tetapi tidak cakap melakukan akad. b. Ahliyah ada’ al kamilah Kecakapan bertindak yang sempurna yang terdapat pada aqil baligh dan berakal sehat. Ia dapat ber-tasharruf dan cakap untuk melakukan akad.
WILAYAH (Kewenangan) Kekuasaan hukum yang pemiliknya dapat ber-tasharruf dan melakukan akad dan menunaikan segala akibat hukum yang ditimbulkan. Syarat seseorang untuk mendapatkan wilayah akad adalah orang yang cakap ber-tasharruf secara sempurna.
WILAYAH (Kewenangan) Sedangkan orang yang kecakapan bertindaknya tidak sempurna tidak memiliki wilayah, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain untuk melakukan tasharruf.
Niyabah Ashliyah Seseorang yang mempunyai kecakapan sempurna dan melakukan tindaka hukum untuk kepentingan dirinya sendiri.
Niyabah al-Syar’iyyah (Wilayah niyabiyah) Kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepada pihak lain yang mempunyai kecakapan sempurna untuk melakukan tasharruf atas nama orang lain. Kewenangan ini dapat didasarkan pada ikhtiyariyah (memilih menentukan sendiri) atau pada ijbariyah (keputusan hakim)
Niyabah al-Syar’iyyah (Wilayah niyabiyah) Syarat yang harus dipenuhi oleh wali dalam mendapatkan wilayah ini adalah sebagai berikut: a). Mempunyai kecakapan yang sempurna dalam melakukan tasharruf; b). Memiliki agama yang sama (Islam) antara wali dan maula’alaihi (yang diwakili)
Niyabah al-Syar’iyyah (Wilayah niyabiyah c). Mempunyai sifat adil, yakni Istiqamah dalam menjalankan ajaran agama dan berakhlak mulia; d). Mempunyai sifat amanah, dapat dipercaya. e). Menjaga kepentingan orang yang ada dalam perwaliannya
WAKALAH (Perwakilan) Pengalihan kewenangann perihal harta dan perbuatan tertentu dari seseorang kepada orang lain untuk mengambil tindakan tertentu dalam hidupnya. Wakil dan muwakil (yang diwakili) harus memiliki kecakapan ber-tasharruf yang sempurna dan dilaksanakan dalam bentuk akad berupa ijab dan kabul.
WAKALAH (Perwakilan) Dengan demikian, harus jelas objek dan tujuan akad tersebut. Biasanya, wakil memiliki hak untuk mendapatkan upah.
BADAN HUKUM Merupakan badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. Dalam Islam, badan hukum disebut juga al-syirkah
Next…. Dalam QS. An-Nisa (4):12 “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu….” QS. Shaad (38):24 “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman…..”
Next… Dari Hadits Qudsi, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.”
Perbedaan antara Badan Hukum dan Manusia sebagai Subjek Hukum Menurut TM Hasbi Ash Shiddieqy Hak-hak Badan Hukum berbeda dengan hak-hak yang dimiliki manusia, seperti hak berkeluarga, hak pusaka, dan lain-lain. Badan Hukum tidak hilang dengan meninggalnya pengurus Badan Hukum. Badan Hukum akan hilang apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi lagi.
Perbedaan antara Badan Hukum dan Manusia sebagai Subjek Hukum Badan Hukum diperlukan adanya pengakuan hukum. Ruang gerak Badan Hukum dalam bertindak hukum dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum dan dibatasi dalam bidang-bidang tertentu.
Perbedaan antara Badan Hukum dan Manusia sebagai Subjek Hukum Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Badan Hukum adalah tetap, tidak berkembang. Badan Hukum tidak dapat dijatuhi hukuman pidanan, tetapi hanya dapat dijatuhi hukuman perdata.
Syarat-syarat transaksi/Akad : 1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1) 2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun. 3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29) 4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim) 5. Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi.
PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM 1. JUAL BELI Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hiduonya manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman : qul yaa qawmi i'maluu 'alaa makaanatikum innii 'aamilun fasawfa ta'lamuuna Artinya : [39:39] Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, (QS Az Zumar : 39)
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, Hud : 93)
Hukum Jual Beli Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. Allah berfirman dalam An Nisa Ayat 28 . Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Rukun dan syarat Jual Beli Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam). Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi yaitu sbb: a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya. b. Syarat Ijab dan Kabul. c. Benda yang diperjualbelikan
Perilaku atau sikap yang harus dimiliki oleh penjual a. Berlaku Benar (Lurus) b. Menepati Amanat. c. Jujur
Khiyar Khiyar artinya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada tiga macam khiyar yaitu sebagai berikut : 1) Khiyar Majelis, hak untuk membatalkan jual beli selama masih berada dalam tempat tersebut. 2) Khiyar Syarat, hak yang memperbolehkan salah satu pihak memberikan syarat tertentu. 3) Khiyar Aib (cacat), khiyar yang disyaratkan karena tidak terwujudnya kriteria yang dinginkan pada barang.