Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter
HAK ASASI MANUSIA Pengertian : HAM yaitu hak dasar yg dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan YME
Macam-macam HAM HAM menurut bidangnya : Hak asasi pribadi (personal rights) contoh : kebebasan memeluk agama Hak Asasi ekonomi (property rights) contoh : hak memiliki sesuatu Hak asasi mendapatkan perlakuan yg sama dlm hukum dan pemerintahan (rights of legal equality) Macam-macam HAM
Hak asasi politik (political rights) contoh : hak untuk memilih Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights) contoh : hak memperoleh pendidikan Hak untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights)
HAM dilihat dari sifatnya : Hak asasi manusia klasik,hak yg timbul dari keberadaan manusia itu sendiri, contoh : hak hidup, hak beragama Hak asasi sosial, hak yg berhubungan dg kebutuhan manusia, contoh : hak memperoleh sesuatu, pendidikan, dll
Macam-macam Piagam HAM : Magna Charta(1215) di Inggris Habeas Corpus Act(1679) di Britania Raya Bill of Rights(1689) di Britania Raya Delaration of Independence(1776) di Amerika Declaration des Droits de L’homme et Du Citoyen (1789) di Perancis Atlantic Charter (1941) plopornya FD. Roosevelt Universal Declaration of Human Rights (1948), yaitu pernyataan sedunia tentang hak asasi manusia Pembukaan UUD 1945, merupakan piagam Hak asasi manusia di Indonesia Macam-macam Piagam HAM :
Langkah-langkah penegakan HAM di Indonesia Ada 2 macam cara, yaitu : Langkah secara politis, misalnya dengan keluarnya : Keppers No. 50/1993 tentang pembentukan Komnas HMA Keppres No. 181/1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Langkah-langkah penegakan HAM di Indonesia
Secara Yuridis, yaitu dengan melakukan penuntutan dimuka pengadilan. Contoh : Kasus penembakan di Semanggi Pembunuhan tokoh HAM yaitu Munir
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) diaksesi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 ICCPR mewajibkan negara untuk menghormati dan menjamin hak-hak sipil dan politik. Hak-hak sipil dan politik merupakan bagian integral dari human dignity HUKUM HUMANITER
ICCPR juga menjamin pelarangan terhadap ICCPR menjamin: Hak Penetuan nasib sendiri Hak Non- diskriminiasi Hak Kebebasan bergerak Hak hidup dll ICCPR juga menjamin pelarangan terhadap Penyiksaan Perbudakan Penahan secara sewenang-wenang
Penyimpangan (derogation) dalam ICCPR diperbolehkan dalam Pasal IV (1) “Dalam keadaan darurat yang dapat mengancam kehidupan bangsa dan keberadaanya,yang telah diumumkan secara resmi, Negara dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban mereka dalam Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut…”
Namun terdapat dalam Pasal IV (2) terdapat hak- hak yang tidak dapat diderogasi: Hak untuk hidup Hak untuk tidak disiksa Hak untuk tidak diperbudak Hak untuk tidak diperhamba Hak untuk tidak dipenjara atas dasar tidak menjalankan kewajiban kontratualnya Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut Hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum Hak untuk kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama.
Keadaan Darurat/Bahaya ICCPR tidak pernah menjelaskan definisi mengenai Keadaan Bahaya. The European Commission of Human Rights defined four criteria that a government invoking the exception must meet in order to conclude that a state of emergency exists: The emergency must be actual or imminent; Its effects must involve the nation as whole rather than a segment of it; The emergency must threaten the organized life of the community; and It must be exceptional, so that measures and restrictions permitted by the Convention are inadequate. Keadaan Darurat/Bahaya
The Siracusa Principles A threat to the life of the nation is one that: affects the whole of the population and either the whole or part of the territory of the State; and threaten the physical integrity of the population, the political independence or the territorial integrity of the State or the existence or basic functioning of institutions indispensable to ensure and project the rights recognized in the ICCPR. The Paris Standard Public Emergency means an exceptional situation of crisis or public danger, actual or imminent, which affects the whole population or the whole population of the area to which the declaration applies and constitutes a threat to the organized life of the community of which the state is composed.
Keadaan Darurat di Indonesia Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1946 yang diubah oleh (Perpu) No. 23 Pnrp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya , diubah Perpu No. 52 Tahun 1960. Presiden dalam hal ini menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara RI dalam keadaan Bahaya dengan tingkatan: Keadaan Darurat Sipil Keadaan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara RI terancam pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan negara secara biasa. Keadaan Darurat Militer Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara RI degan cara apapun juga. Keadaan Perang Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara. Keadaan Darurat di Indonesia
Sejarah Hk. Humaniter Internasional Pertempuran Solferino Inisiatif Henry Dunant beserta para koleganya Pengadopsian Konvesi Jenewa pertama Sejarah Hk. Humaniter Internasional
Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hukum hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang. Hukum Humaniter
Tujuan dari Hukum Humaniter untuk melindungi orang yang tidak terlibat atau tidak lagi terlibat dalam suatu permusuhan (hostilities), seperti orang-orang yang terluka, yang terdampar dari kapal, tawanan perang, dan orang-orang sipil (4 Konvensi Jenewa1949 (KJ) & 2 Protokol Tambahan KJ 1977 (PTKJ); untuk membatasi akibat kekerasan dalam peperangan dalam rangka mencapai tujuan terjadinya konflik tersebut.(Konvensi-Konvensi Den Haag & PTKJ) Tujuan dari Hukum Humaniter
Sumber Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan Internasional Perjanjian Internasional Hukum Den Haag, ketentuan ini dilandasi oleh hasil Konferensi Perdamaian yang diselenggarakan di Ibukota Belanda pada tahun 1899 dan 1907, yang utamanya menyangkut sarana dan metode perang yang diperkenankan; Hukum Jenewa, yakni Konvensi-konvensi dan protokol-protokol Internasional yang ditetapkan di bawah lingkup Komite Palang Merah Intersional atau ICRC, di mana perlindungan bagi korban konflik menjadi perhatian utama; Upaya-upaya PBB untuk memastikan agar dalam situasi konflik bersenjata, HAM tetap dihormati, dan sejumlah senjata dibatasi pemakaiannya
KONVENSI JENEWA I Perlindungan tentara dalam perang di darat tentara yang terluka harus dikumpulkan & dirawat tanpa diskriminasi personil Medis adalah NETRAL lambang Palang Merah adalah NETRAL
KONVENSI JENEWA II Perlindungan tentara dalam perang di laut anggota angkatan bersenjata yang terluka, sakit, dan korban kapal karam harus dikumpulkan & dirawat tanpa diskriminasi
KONVENSI JENEWA III Perlakuan terhadap tawanan perang BUKAN seorang kriminal selama ditahan harus diperlakukan secara manusiawi harus dibebaskan setelah permusuhan berakhir
KONVENSI JENEWA IV Perlindungan penduduk sipil waktu perang Harus dilindungi Menyerang penduduk sipil dan harta benda adalah DILARANG Serangan yang membabi buta adalah DILARANG
Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol I), 1125 U.N.T.S. 3, entered into force Dec. 7, 1978. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II), 1125 U.N.T.S. 609, entered into force Dec. 7, 1978. Protokol Tambahan
Asas dalam Hukum Humaniter Internasional Dalam hukum humaniter dikenal lima asas utama, yaitu: Asas Kepentingan militer (militery necessity) Asas kemanusiaan (humanity) Asas kesatriaan (chivalry) Asas pembedaan (distinction principle) Asas Proporsional Asas dalam Hukum Humaniter Internasional
Main principles of IHL HUMANITY Distinction Military necessity Proportionality
Hukum Humaniter Menyeimbangkan Antara MILTARY NECESSITY Kemanusiaan Penggunaan Senjata untuk melumpuhkan Objek Militer adalah tindakan Legal: It is forbidden to inflict suffering, injury or destruction not actually necessary to accomplish a legitimate military purpose This balance is achieved through the application of the principle of PROPORTIONALITY.
Penerapan Hukum Humniter Konflik bersenjata Internasional Perang atau konflik bersenjata antar Negara, Perang kemerdekaan, Operasi PBB Konflik bersenjata Non- Internasional/Internal Konflik bersenjata yang terjadi di dalam Negeri/ Pemberontakan (Insurgent) HHI/IHL IS NOT APPLICABLE TO SITUATIONS OF INTERNAL DISTURBANCES, TENSIONS, VIOLENCE OR RIOTS
”…..situations, in which there is no international armed conflict as such, but there exists a confrontation within the country, characterized by a certain seriousness or duration, and which involves acts of violence from the spontaneous generation of acts of revolt to the struggle between more or less organized groups the authorities in power call upon extensive police force or even armed forces to restore internal order the high number of victims had made necessary the applications of minimum of humanitarian rules…” Konflik Internal
PASAL 3 (Bersama)Konvensi Jenewa Dalam sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu dari Pihak Peserta Agung; tiap Pihak dalam sengketa itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut : Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam sengketa itu, … (hors de combat) karena sakit, terluka, penahanan atau sebab lain apapun, … harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, … dilarang dan tetap akan dilarang: tindakan kekerasan; penyanderaan; perkosaan; menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan. PASAL 3 (Bersama)Konvensi Jenewa
(Prinsip Kenetralan/ neutrality) Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Palang Merah Internasional, dapat menawarkan jasa- jasanya kepada Pihak-pihak dalam sengketa. (Prinsip Kenetralan/ neutrality)
Pelanggaran hukum yang terjadi dalam KONFLIK BERSENJATA Kejahatan Agresi (Pasal 4 Statuta ICC) Genosida (Pasal 6 Statuta ICC, Genocide Convention, UU No. 26/2000) Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Pasal 7 Statuta ICC, UU No. 26/2000) Kejahatan Perang (Pasal 8 Statuta ICC)
Kejahatan Perang (Pasal 8 Statuta ICC) Pelanggaran Berat (Grave Breaches) Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan dalam HHI Pelanggaran terhadap Pasal 3 bersama Konvensi Jenewa untuk konflik internal
Pelanggaran Berat (Grave Breaches) Willful killing;(Pasal 340 dan 338 KUHP) Torture or in human treatment, including biological experiment;(Konvensi Menentang Penyiksaan, Pasal 21 UU 39/1999) Willfully causing suffering or serious injury to body are health;(Pasal 351 dst KUHP tentang penganiayaan) Extensive destruction or appropriation of property; (Pasal 406 KUHP)
Compelling a prisoner of war or protected person to serve in the armed force of hostile power, Memaksa seorang tawanan perang atau orang yang melindungi (oleh hukum) untuk bekerja bagi angkatan bersenjata pihak musuh Willfully depriving a prisoner of war of protected person of the right to a fair and regular trial. Dengan sengaja menghalang-halangi tawanan perang untuk mempergunakan haknya untuk memperoleh peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Kejahatan Genosida (Pasal 8 UU No. 26/2000) Kejahatan genosida … adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap Kemanusiaan Kejahatan terhadap kemanusiaan … adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan;
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid.
Forum Penyelesaian Hukum Humaniter Internasional Internasional Criminal Tribunal ICTY, ICTR International Criminal Court Pengadilan Nasional (Ad Hoc HAM)
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) Tokyo dan Nureunberg Militery Tribunal setelah Perang Dunia II, untuk mengadili penjahat perang Jepang dan Jerman, International Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), untuk mengadili penjahat perang di bekas negara Yugoslavia International Tribunal for Rwanda (ICTR), untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas genosida di Rwanda.
Prinsip Komplementar MPI Prinsip yang paling mendasar dari Statuta Roma adalah prinsip “komplementar” yaitu MPI adalah pelengkap dari yurisdiksi pengadilan nasional. Maksudnya adalah MPI hanya dapat mengabil alih perkara yang merupakan kewenangannya dari pengadilan nasional apabila sistem hukum nasional suatu negara dianggap benar-benar tidak mampu (unable) dan tidak mau (unwilling) untuk melakukan penyelidikan atau penuntutan dan mengadili tindak pidana yang terjadi, maka akan diambil alih menjadi dibawah yurisdiksi MPI.
Hubungan Hukum Humaniter dan HAM HAM berlaku pada semua keadaan dan kondisi, baik pada kondisi damai maupun dalam kondisi konflik bersenjata atau perang. Pada titik tertentu pengesampingan beberapa HAM dapat dilakukan, tetapi ini hanya pada kondisi yang benar-benar ekstrim. Pada kondisi konflik yang tidak terlalu ekstrim dapat dilakukan pembatasan dalam penerapan HAM.
Hukum humaniter internasional mengatur mengenai perlindungan korban perang dan metode peperangan. Dalam Konvensi Jenewa 1949 megatur kewajiban negara dan juga mengatur mengenai hak- hak dari individu yang dilindungi. Penolakan terhadap Konvensi ini juga tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran hukum internasional. Pengaturan mengenai perlindungan individu juga terdapat dalam Pasal 3 Bersama yang mengatur perlindungan kemanusiaan pada konflik bersenjata non-internasional, yang merupakan syarat minimum. Karena itu hubungan antara hukum humaniter internasional dan HAM saling melengkapi dan mengisi satu dengan yang lainnya. Apa yang tidak diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 dilengkapi oleh HAM. Sehingga ada keterpaduan dan keserasian kaedah-kaedah dalam kedua hukum tersebut.
Kasus Dalam suatu daerah konflik di Aceh antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. GAM dalam melakukan tujuannya membentuk Angkatan GAM yang dipersenjatai, sehingga Pemerintah Indonesia harus mengerahkan Angkaran Bersenjatanya. Dalam sebuah kejadian sejumlah 32 orang laki-laki dan seorang anak berusia 2 tahun - kesemuanya berasal dari etnis Aceh - telah ditembak mati oleh sekelompok laki-laki bersenjata yang tiba-tiba muncul di perkebunan karet dan kelapa sawit. Setelah pembunuhan terjadi, kelompok bersenjata itu tiba-tiba menghilang. Polisi menuduh bahwa kelompok pemberontak bertanggung jawab atas kejadian itu. Sedangkan kelompok pemberontak sendiri bersikeras bahwa pembunuhnya adalah aparat keamanan.
Pertanyaan Apakah bentuk Konflik yang terjadi? Apakah telah terjadi pelanggaran Hukum Humaniter? Bagaimana perlindungan Hukum Humaniter terhadap penduduk sipil ? Siapa yang bertanggung jawab?