ASAS LEGALITAS
Pasal 1 KUHP menjelaskan kepada kita , bahwa : Suatu perubuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut undang-undang. Oleh karena itu pemidanaan berdasarkan hukum tidak tertulis tidak dimungkinkan;
Pasal 1 KUHP menjelaskan kepada kita , bahwa : Ketentuan pidana itu harus lebih dahulu ada daripada perbuatan itu; dengan perkataan lain, ketentuan pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu dilakukan. Oleh karena itu ketenttuan tersebut tidak berlaku surut, baik mengenai ketetapan dapat dipidana maupun sanksinya Ayat 2 Pasal 1 KUHP membuat pengecualian atas ketentutan tidak berlaku surut untuk kepentingan terdakwa
Asas legalitas mengandung dua (2) fungsi Fungsi melindungi : undang-undang pidana melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan tanpa batas dari pemerintah Fungsi instrumental : Di dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang, pelaksanaan kekuasaan pemerintah tegas-tegas diperbolehkan
Anslem von Feurerbach merumuskan asas legalitas dalam bahasa latin Nulla poena sine lege : tiada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang Nulla poena sine crime ; tidak ada pidana tanpa perbuatn pidana Nullum crimen sine pena legali : tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang
Nullum crimen, nulla poena sine praevia lege Rumusan tersebut dirangkum dalam suatu kalimat : Nullum crimen, nulla poena sine praevia lege Tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa ketentuan undang-undang terlebih dahulu
BERBAGAI ASPEK ASAS LEGALITAS Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang Tidak ada penerapan undang-undang berdasarkan analogi Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas Tidak ada kekuatan sururt dari ketentuan pidana Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang
Apakah ketentuan hukum pidana adat yang terdapat dalam hukum adat (delik adat) termasuk dalam pengertian undang-Undang?
Terdapat dalam Pasal 15 AB (Algemene Bepaling van wetgeving) Secara Harfiah “TIDAK” Terdapat dalam Pasal 15 AB (Algemene Bepaling van wetgeving) “ Selain daripada pengecualian-pengecualian mengenai orang-orang Indonesia dan yang dipersamakan, maka kebiasaan tidak merupakan hukum, kecuali undang-undang menyatakan demikian”
Apakah Hukum (pidana) adat dapat mempengaruhi ketentuan-ketentuan undang-undang hukum pidana?
Pasal yang patut diperhatikan undang-undang No Pasal yang patut diperhatikan undang-undang No. 1 drt Tahun 1951 yang pada pasal 5 ayat (3) b ke-4 yang berbunyi : …“ Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan yang ada bandingannya dalam kitab hukum pidana sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang sama dengan hukuman bandingannya yang paling mirip kepada perbuatan pidana itu”
Undang-undang Kekuasaan kehakiman (UU No.14 thn 1970) menetapkan : Pasal 14 ayat (1) “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak/kurangjelas , melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya Pasal 23 ayat (1) Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis
Pasal 27 ayat (1) “ Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup”
Rumusan di dalam Konsep Ketentuan dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana bilamana perbuatan itu tidak ada persamaan dalam peraturan perundang-undangan
Asas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP Bahwa hukum pidana yang berlaku di negara kita merupakan suatu hukum yang tertulis Bahwa undang-undang pidana yang berlaku di negara kita tidak dapat berlaku surut Bahwa penafsiran secara analogis itu tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan undang-undang pidana
Asas tidak berlaku surut Pada awalnya dianut bahwa setiap orang dianggap (suatu fiksi) mengetahui isi undang-undang. Tetapi kemudian diganti dengan suatu pendapat “ Setiap orang terikat pada suatu unang-undang sejak dinyatakan berlaku” (putusan Mahkamah Agung Tahun 1955)
Dasar pemikiran retroaktif Untuk menjamin kebebasan individu dari kesewenang-wenangan penguasa Pidana itu juga sebagai paksaan psikis . Dengan ancaman pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana, penguasa berusaha mempengaruhi jiwa pembuat untuk tidak berbuat
Dalam UU HAM Pasal 4 UU No. 39 1999 “ hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, termasuk salah satu HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun