Konsep ketuhanan dalam Islam Oleh: MUHAMMAD HAIDLOR, Lc.,M.Pd.I Disampaikan dalam kuliah MKU Agama Islam UNEJ
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM Filsafat Ketuhanan Dalam Islam Merupakan filsafat yang tertinggi karena menggali persoalan yang pertama, utama, dan menjadi sebab dari segala yang ada. Siapakah Tuhan Itu ? Tuhan dalam bahasa Arab disebut dengan ILAAHUN – ILAAHAINI - AALIHATUN Dalam Al-Qur’an kata tersebut dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang diagungkan, dibesarkan atau dipentingkan oleh manusia. (QS. 45:23, 28:38, dll.) Dengan demikian Tuhan (ilah) adalah segala sesuatu yang dipentingkan, dianggap mutlak oleh manusia sedemikian rupa sehingga mereka merelakan dirinya untuk dikuasai oleh sesuatu tersebut.
Yang dipentingkan oleh manusia dapat juga diartikan dengan: Yang dipuja / disembah Yang dicintai / diagungkan Yang diharap kebaikannya Yang diharap pertolongannya Yang ditakuti bahayanya, dll. Dengan demikian makna tuhan itu dapat berbentuk apa saja, asal ia diperankan atau diposisikan sebagaimana di atas.
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan Pemikiran Barat Teori Evolusionisme : Menyatakan bahwa penentuan tuhan itu terjadi melalui proses kepercayaan yang amat sederhana, kemudian meningkat menjadi sempurna (dikemukakan oleh Max Muller, EB Taylor, Robertson Smith, dll.) Proses evolusi tersebut melewati beberapa proses/tahap : Animisme – Dinamisme – Politeisme – Henoteisme – Monoteisme. Animisme: Mengakui bahwa roh adalah sesuatu yang selalu hidup (punya rasa senang, sedih, punya kebutuhan) Dinamisme: percaya bahwa benda-benda itu punya kekuatan Politeisme: Kepercayaan pada banyak dewa, dewa: roh-roh yang unggul Henoteisme: Satu tuhan untuk satu bangsa Monoteisme: Satu tuhan untuk seluruh bangsa
Teori ini ditentang boleh Andrew lang yang menyatakan bahwa dalam masyarakat primitifpun sudah dikenal monoteisme. Ia menyatakan bahwa ide atau penentuan tentang tuhan itu tidak datang secara evolusi, tetapi datang dengan relevansi atau wahyu. Pemikiran Umat Islam Pemikiran tentang tuhan itu tertuang dalam bidang ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu ushuluddin Pada dasarnya semua sepakat bahwa tuhan itu esa atau hanya satu yaitu ALLAH SWT. Perbedaannya hanya terjadi dalam memandang masalah tertentu yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan tuhan: seperti masalah mukmin dan kafir, masalah baik dan buruk, masalah keterpakasaan atau kekuasaan manusia, masalah status al qur’an, dll.
Beberapa aliran dalam teologis Islam antara lain: Mu’tazilah: Di antara pendapatnya, muslim yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak mukmin, Al-Qur’an adalah makhluk, mengutamakan akal dalam memahami Islam Qadariyah: Di antara pendapatnya: Manusia itu punya kebebasan/ kekuasaan dalam berkehendak, apakah ia jadi kafir atau mukmin, semua tergantung ia sendiri, sehingga ia harus mempertanggungjawabkannya. Jabbariyah: Manusia itu tidak punya kemerdekaan dan kekuasaan apa-apa, semua tingkah lakunya adalah sudah ditentukan atau dipaksakan oleh Allah. Asy’ariyah dan Maturidiyah: Memadukan pendapat Qadariyah dan Jabbariyah
Tuhan menurut agama-agama wahyu Pada dasarnya semua agama wahyu mengajarkan bahwa tuhan yang benar itu hanyalah satu (esa), namun dalam perkembangannya ada yang melakukan penyimpangan-penyimpangan sehingga menganggap adanya tuhan lain selain Allah Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an antara lain: QS. 2:75, QS. 21:92, QS. 5:72, QS. 112: 1-4, QS. 3:62, QS. Shaad: 4, 35, 65, QS. Hud: 84, QS. Thoha: 98, QS. Al-Ankabut: 46, dll. Agama Yahudi juga mengakui tuhan itu esa, tapi karena tidak beriman pada Nabi Muhammad, sehingga tergolong kafirin Agama Nasrani di samping tidak beriman pada Nabi Muhammad juga menganggap bahwa tuhan itu sebagai trinitas yaitu Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Jadi termasuk kafir nan musyrik.
Pembuktian wujud tuhan Melalui pembuktian ilmiah: Yaitu dengan menggunakan analogi-analogi ilmiah, karena ilmiah itu tidak hanya harus bisa diamati dengan indera, atau pengamatan mata, karena kenyataannya banyak hakikat keberadaan itu yang tidak bisa diamati, seperti: gaya, energi, setrum, dll. Juga dengan pendekatan fisika seperti Hukum Termodinamika II yaitu hukum tentang keterbatasan energi. Alam itu mula-mula panas kemudian mendingin, jadi alam itu tidak mungkin bersifat azali, sebab kalau begitu berarti ia telah kehilangan energinya, padahal energi alam masih sangat tinggi.
Melalui dalil keberadaan dan keteraturan alam Baik alam yang makrokosmos maupun mikrokosmos, termasuk di sini meliputi pendekatan astronomi (adanya ribuan sistem orbit benda-benda angkasa yang sangat menakjubkan). Menurut Ibnu Rusyd disebut sebagai dalil nidham/inayah wal ikhtira’ (keteraturan, pemeliharaan dan penciptaan) Dengan dalil-dalil naqli (Q.S. 4:82, 17:88) Dengan dalil fitrah (Q.S. 7:172, 29:61) Dalil akal / rasional (Q.S. 27:88, 41:53) Dalil sejarah. (Q.S. 3:137, 7:176), dll.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٢٣) Al-Jatsiyat 23. Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? [1384] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ (٣٨) 38. Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat[1124] kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta". [1124] Maksudnya: membuat batu bata.
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا (٨٢) 82. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (٨٨) 88. Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (١٧٢) 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (٦١) 61. Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ (٨٨) 88. Dan kamu Lihat gunung-gunung itu, kamu sangka Dia tetap di tempatnya, Padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (٥٣) 53. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
قَد خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (١٣٧)ْ 137. Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah[230]; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). [230] Yang dimaksud dengan sunnah Allah di sini ialah hukuman-hukuman Allah yang berupa malapetaka, bencana yang ditimpakan kepada orang-orang yang mendustakan rasul.
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (١٧٦) 176. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.