REFERAT UNDESENSUS TESTIS Penyusun : Ranti Apriliani Putri S.ked Atsilah Ulfah S.ked Pembimbing : dr. H. Yusmaidi, Sp.B KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG 2014
Definisi Undesensus testis adalah suatu keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur desensus normal. Kriptorkismus : cryptos (Yunani) tersembunyi Dan orchis (latin) testis
Epidemologi Undesensus testis anak laki – laki. Angka kejadian : pada bayi prematur ± 30% yaitu 10 kali lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa.
Embriology FASE DESENSUS TESTIS Faktor yang menyebabkan : Tekanan intra abdomen Regresi ekstraabdomen gubernakulum Hormonal Androgen dan SPM (subtansi penghambat muleri) yaitu sel sertoli.
Embriology Fascia transversalis menjadi fascia spermatica interna. Embriologi pembentukan organ : Musculus obliqus abdominis eksternus menjadi fascia spermatica eksterna Musculus obliqus abdominis internus menjadi m.cremaster dan fascia cremastica Fascia transversalis menjadi fascia spermatica interna. Peritoneum menjadi tunika albuginea ini (prosesus vaginalis) dilapisan luar menjadi tunika vaginalis
Etiologi Undesensus testis dapat terjadi karena adanya kelainan pada gubernakulum testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis
Klasifikasi 1. Undesensus testis sesungguhnya ( true undescended) : testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba ( impalpable) 2. Testis ektopik : testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal. 3.Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
Testis retraktil, 2. Inguinal, dan 3. Abdominal, 4. Inguinal superfisial, 5. Penil, 6. Femoral
Anamnesis Orang tua pasien biasanya mengeluh karenapada anaknya tidak dijumpainya testis pada kantong skrotum, sedangkan pada dewasa mengeluh karena infertilitas dengan tidak mempunyai anak, dan merasa ada benjolan diperut bagian bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio dan berubah menjadi tumor testis
Pemeriksaan Fisik Inspeksi pada regio skrotalis terlhat hipolasia kulit skrotum karena tidak ditempati oleh testis. Palpasi testis tidak berada dikantong skrotum melainkan berada diingunal atau tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat.
Pemeriksaan penujang Radiologi : a. Plebografi : Plebografi selektif adalah usaha untuk mencari keberadaan testis secara tidak langsung yaitu dengan mencari keberadaan pleksus pampiniformis. Jika tidak didapatkan pleksus pampiniformis kemungkinan testis tidak pernah ada
USG USG :Pemakaian Ultrasonografi untuk mencari letak testis seringkali tidak banyak manfaatnya, sehingga jarang dikerjakan(2). USG pada maldesensus testis terdapat daerah anechoic
Patologi Klinik Hormon testosteron Uji pemeberian hormon hCG (human chorionic gonadotrophin)
Penatalaksanaan Pada prinsipnya testis yang tidak berada diskrotum harus diturunkan ketempatnya, baik dengan medika mentosa maupun operatif. Dengan asusmsi bahwa jika dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Medika mentosa Pemberian hormonal banyak memberikan hasil terutama pada kelaian bilateral, sedangkan pada unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Hormon yang digunakan adalah hCG yang disemprotkan intranasal.
Penatalaksanaan Operatif Tujuan : i. Mempertahankan fertilitas ii. Mencegah degenerasi maligna iii. Mencegah terjadinya torsio testis iv. Melakukan koreksi hernia v. Secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri Tindakan : Orkidopeksi , yaitu meletakan testis kedalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong subdartos.
Tindakan operatif Orkidopeksi Pada stadium anastesi, posisi supine, daerah lipat paha dan skrotum dibersihkan dengan antiseptic solution. Insisi dilakukan pada lipat paha pada daerah yang mengalami UDT. Kemudian MOE dibuka hingga tampak funikulus spermatikus testis diidentifikasi kemudian gubernakulum dipotong, procecus vaginalis peritonii ditordir dan diikat seproksimal mungkin. Testis dibebaskan dari jaringan ikat sekitarnya perhatikan panjang testicle cort hingga dapat mencapai skrotum dengan bantuan jari mendorong tunika dartos mencapai skrotum. Kemudian testis dimasukkan ke tunika dartos dan difiksasi di kulit skrotum. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Daftar Pustaka Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbellµs Urology Vol 1. 8thedition. Philadelphia: WB Saunders Company. 2000. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System. Dalam:Tanagho EA, McAninch JW.Smiths General Urology . Edisi 17. California:The McGraw Hill companies; 2000. h.23-45. Basuki Purnomo. Testis Maldesensus. Dalam: Dasar – Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto. 2009 h. 137-140. Michael JM, Herbert S, dkk. The Undecended Testis: Diagnosis, Treatment and Long-Term Consequences. Dalam : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/ ( diakses : 15 November 2013) Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Undescendcus Testis Pada Anak. Dalam : http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf (diakses 15 November 2013) Adi S, Any R. Tjahjodjati, dkk. Panduan Penatalaksanaan Pediatrik Urologi di Indonesia. Dalam : http://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc