SEJARAH CARA PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH, MLI Guru Besar Hukum Agraria FHUI
Advertisements

Alasan2 lahirnya UU No.5 Th 1960 (UUPA)
BAB II Proses Pembentukan Undang-Undang
DEWI NURUL MUSJTARI,S.H., M.HUM DOSEN FAKULTAS HUKUM UMY
BAB 3. UNDANG UNDANG DASAR 1945
Pertemuan ke – 2 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA
KOPERASI.
Lembaga Negara; BPK RI Masnur Marzuki, SH, LLM.
PERIODEISASI HUKUM AGRARIA NASIONAL
MASALAH KEWARGANEGARAAN
HAK DAN KEWAJIBAN WARGANEGARA
BAB 2 Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
PEMBAHARUAN HUKUM TANAH
AGRARIA Istilah Agraria berasal dari kata :
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pasal 1.
WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Pertemuan ke – 4 HUKUM ADAT DALAM HUKUM TANAH NASIONAL
Kerancuan Hukum dalam Pengaturan Pertanahan akibat “Keistimewaan”
HUKUM ADAT DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN (Dulu & Sekarang)
KONSTITUSI & RULE OF LAW
Pertemuan ke 2 “SUMBER HUKUM TATA NEGARA”
Luruhnya Hak Publik (Bangsa) di Tangan Lembaga Publik (Negara)
BAB I PENGANTAR.
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
PEMBAHASAN UTS Hukum Agraria Minggu ke-8
Materi Ke-10: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / II
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA YANG MENCIPTAKAN HUKUM
Oleh : Upik Hamidah, S.H., M.H.
Presiden dan DPR.
Politik dan hukum agraria
Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
Perlindungan Hak Berserikat dan Berorganisasi
ASAS-ASAS DALAM HUKUM TANAH
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Materi Ke-10: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / II
KOPERASI Oleh: Rhido Jusmadi.
PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA
Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
Materi PertemuanXIV Kompilasi Hukum Islam.
HUKUM ADAT DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN (Dulu & Sekarang)
Oleh : Upik Hamidah, S.H., M.H.
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Sejarah Perumusan dan Pengesahan UUD NRI Tahun 1945
Konstitusi NKRI Pada Masa ORDE LAMA
Sistem Hukum Nasional Dan Peradilan Nasional.
PENGERTIAN HUKUM AGRARIA
PEMBAHARUAN HUKUM AGRARIA/LANDREFORM
Oleh: Dr. Danang Wahyu Muhammad, S.H., M.Hum.
KONTRAK KULIAH Nurul Laili Fadhilah,S.H.,M.H. Koordinator Kelas I 
BADAN LEGISLASI 23 AGUSTUS 2017
IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM UUD 1945
Tugas Presiden sebagai Kepala Negara
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
BAB III SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA
Peraturan Perundang-Undangan (UUD 1945)
Oleh: Dr. Danang Wahyu Muhammad, S.H., M.Hum.
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
Pend PS E.
DASAR-DASAR HUKUM PERDATA
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN
Hak dan Kewajiban Warga Negara
SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTENG BANTUAN HUKUM
Kedudukan Legislatif Di Indonesia
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945 Pembukaan
Transcript presentasi:

SEJARAH CARA PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA DR MARYATI BACHTIAR

Sejarah Pembentukan UUPA Proses penyusunan rancangan UUPA dilakukan melalui lima Panitia rancangan, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria Jakarta, Panitia Soewahjo, Rancangan Soenaryo dan Rancangan Sadjarwo.

Secara garis besar dpat dijelaskan sebagai berikut: 1. Panitia Agraria Yogyakarta Usaha-usaha nyata untuk menyusun hukum agraria nasional yang akan menggantikan hukum agraria kolonial telah dimulai tiga tahun setelah Indonesia merdeka, yaitu tahun 1948 dengan membentuk Panitia Agraria Yogyakarta berdasarkan Penetapan Presiden RI No. 16 Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948.

Usul-usul yang diajukan oleh Panitia ini mengenai asas-asas yang akan dijadikan dasar hukum agraria baru adalah sebagai berikut: Meniadakan asas domein dan pengakuan hak ulayat, yaitu hak masyarakat hukum adat. Mengadakan peraturan mengenai hak perseorangan yang kuat, yaitu hak milik atas tanah. Mengadakan study perbandingan ke negara tetangga sebelum menetukan apakah orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas tanah.

(4) Mengadakan penetapan luas minimum pemilik tanah agar para petani kecil dapat hidup layak, untuk pulau Jawa diusulkan 2 (dua) hektar. (5) Mengadakan penetapan luas maksimum pemilikan tanah dengan tidak memandang jenis tanahnya, untuk Pulau Jawa diusulkan 10 (sepuluh) hektar. (6) Menganjurkan menerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan oleh Panitia ini. (7) Mengadakan pendaftaran tanah milik.

2. Panitia Agraria Jakarta Hingga tahun 1951 Panitia Agraria Yogyakarta belum dapat menyelesaika tugasnya karena terjadi perubahan bentuk pemerintah dari RIS ke Negara Kesatuan RI. Setelah pjusat pemerintahan Yogyakarta pindah ke jakarfta, disebut Panitia Agraria Jakarta, maka Panitia Agraria Yogyakarta dibubarkan dan dibentuk Panitia baru yang bebrkedudukan di Jakarta, disebut Panitia Agraria Jakarta. Panitia ini diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo.

Tetapi karena pada tahun 1953 beliau dianggkat menjadi Gubrnur Nusa Tenggara Barat (NTB), maka kedudukan beliau di gannti oleh Singgih Praptdihardjo. Dalam laporannya kepada pemerintah mengenai tanah pertanian, Panitia ini mengusulkan: (1). Mengadakan batas minimum pemilikan tanah, yaitu 2 (dua) hektar (2). Menentukan batas maksimum pemilikan tanah, yaitu 25 (dua puluh lima) hektar untuk satu keluarga (3) Yang dapat memiliki tanah pertanian hanya warga negara Indonesia, sedangkan badan hukum tidak diperkenankan.

3. Panitia Soewahjo Karena panitia Agraria Jakarta tidak dapat menyelesaikan penysunan rancangan UUPA Nasional dalam waktu singkat, maka dengan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1956 tanggal 14 Januari 1956 Panitia Agraria Jakarta dibubarkan dan dibentuk panitaia Negara Urusan Agraria yang diketuai oleh Soewahjo Sumudilogo.

Panitia ini berkedudukan di Jakarta Panitia ini berkedudukan di Jakarta. Dalam waktu satu tahun, tepatnya tanggal 1 januari 1957 Panitia ini telah merampungkan penyusunan rancangan UUPA. Karena tugasnya telah selesai, maka dengan Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1958 tanggal 6 Mei 1958 Panitia ini dibubarkan.

4. Rancangan Soenarjo Setelah diadakan perubahan sistematika dan rumusan beberapa Pasal, Rancangan Panitia Soewahjo diajukan oleh Menteri Soenarjo ke Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk membahas rancangan tersebut, DPR perlu mengumpulkan bahan-bahan yang lebih lengkap. Untuk itu, DPR meminta kepada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk menyumbangkan pikirannya mengenai rancangan UUPA.

Setelah menerima bahan dari Universitas Gadjah Mada, dibentuklah Panitia Kerja ((Ad Hoc) yang terdiri dari : Ketua merangkap anggota : A. M. Tambunan Wakil Ketua Merangkap anggota : Mr. Memet Tanumidjaja Anggota-anggota : Notosoekardjo, Dr. Sahar glr Sutan Besar, K.H. Muslich, Soepeno Hadisiwojo, I. J. Kasimo.

Selain dari Universitas Gadjah Mada, bahan-bahan diperoleh juga dari Mahkamah Agung RI yang diketuai oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro. 5. Rancangan Sadjarwo Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali UUD 1945. Karena rancangan Soenarjo disusun berdasarkan UUDS 1950, maka pada tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali. Dalam rangka menyesuaikan rancangan UUPA dengan UUD 1945, perlu diminta saran dari Universitas Gadjah Mada.

Untuk itu, pada tanggal 29 Desember 1959, Menteri Agraria Mr Untuk itu, pada tanggal 29 Desember 1959, Menteri Agraria Mr. Sadjarwo berserta stafnya Singgih Praptodihardjo, Mr. Boedi Harsono, Mr. Soemitro pergi ke Yogyakarta untuk berbicara dengan pihak Universitas Gadjah Mada ayang diwakili oleh Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Drs. Iman Sutignyo.

Setelah selesai penyesuaian dengan UUD 1945 dan penyempurnaannaya maka rancangan UUPA diajukan kepada DPRGR. Pada hari Sabtu tanggal 24 september 1960 rancangan UUPA disetujui oleh DPRGR dan kemudian disahkan oleh Presiden RI menjadi UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lazim disebut Undang-undang Pokok Agraria dan disingkat UUPA.

6. Peraturan Lama yang Dicabut UUPA Dengan berlakunya UUPA, maka terjadi pencabutan beberapa peraturan hukum agraria lama, baik secara tegas maupun secara diam-diam. a. Pencabutan Secara Tegas Pencabutan secara tegas meliputi peraturan hukum agraria berikut ini : 1. Agrarisch Wet, Staatsblad No. 55 Tahun 1870. 2. Domeinverklaring, Staatsblad No. 118 Tahun 1870.

3. Agrarisch Eigendom, Staatsblad No. 117 Tahun 1872. 4 3. Agrarisch Eigendom, Staatsblad No. 117 Tahun 1872. 4. Buku II BW sebanyak 330 Pasal, kecuali pasal mengenai hypotheek dan staatsblad mengenai credietverband. Dengan diundangkannya UU. No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka ketentuan- ketentuan mengenai hypotheek dan credietverband dinyatakan tidak berlaku lagi.

b. Pencabutan Secara Diam-diam Pencabutan secara diam-diam meliputi ketentuan-ketentuan Buku III BW tentang perjanjian dan ketentuan-ketentuan Buku IV tentang pembuktian dan lampau waktu, kedua-dua sepanjang mengenai pengaturan hal-hal yang berkenan dengan agraria, dinyatakan tidak berlaku lagi walaupun UUPA tidak mencabutnya secara tegas.

Namun , pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sewa-menyewa tanah pada dasarnya masih dapat menggukan ketetuan pasal-pasal sewa-menyewa dalam BW, misalnya Pasal 1320 BW tentang syarat- syarat sah perjanjian, Pasal 1338 BW tentang akibat hukum perjanjian sah (asa kebebasan berkontrak).

7. Sifat Nasional UUPA Sebagai undang-undang nasional, UUPA mempunyai sifat nasional material dan sifat nasional formal. Sifat nasional material berkenan dengan substansi UUPA. Sedangkan sifat nasional formal berkenaan dengan pembentukan UUPA.

Sifat Nasional Material UUPA Sifat nasional material menunjukkan kepada substansi UUPA yang harus mengandung asas-asas berikut ini : 1. Berdasarkan hukum adat tanah 2. Sederhana 3. Menjamin kepastian hukum 4. tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria

5. Memungkinkan bumi, air ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat berfungsi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur 6. sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia 7. Memenuhi keperluan rakyat Indonesia mengenai soal agraria 8. Merupakan penjelmaan niali-nilai Pancasila 9. Meruapakan pelaksanaan GBHN (dahulu) Dekrit Presiden. 10. Melaksanakan ketentuan Pasal 33 UUD 1945.

b. Sifat Nasional Formal UUPA Sifat nasional formal menunjukan kepada pembentukan UUPA yang memenuhi sifat-sifat berikut ini: 1. Dibuat oleh pembentukan Undang-undang Nasional Indonesia, yaitu DPRGR 2. Disusun dalam bahsa nasional Indonesia. 3. Dibentuk di Indonesia. 4. Bersumber pada UUD 1945. 5. Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia.