TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN (FILSAFAT KETUHANAN) Oleh Kelompok 1 : Iin Anggriani Lakoro Riskawati Gobel Sari Heldiyanti Sakban Sitty Rakhmatia Tuki Yuningsih Gobel Zeane Tangahu
Tuhan Yang Maha Esa Definisi Tuhan Tuhan merupakan pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta, Yang Mahatahu (mengetahui segalanya), Mahakuasa (memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir di mana pun), Mahamulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi yang hanya ada satu, serta tidak berwujud.
Tuhan merupakan pencipta segala alam semesta berisi isinya Tuhan merupakan pencipta segala alam semesta berisi isinya. Salah satu ciptaan Allah yaitu manusia. Definisi Manusia Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibanding yang lainnya. Dibandingkan dengan malaikat, manusialah yang paling sempurna. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi, yang diciptakan untuk mengmakmurkan dan meramaikan bumi dengan bekal ilmu dan semua yang ada di bumi di ciptakan untuknya. Untuk mempercayai Tuhan, manusia memerlukan Agama.
Definisi Agama Banyak definisi tentang agama, yang agaknya dapat dibagi menjadi dua kelompok. Definisi agama yang menekankan segi rasa iman atau kepercayaan. Menekankan segi agama sebagai peraturan tentang cara hidup. Jadi agama ialah sistem sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut atau peraturan tentang cara hidup lahir dan batin.
Jenis dan keberadaan Agama Keberadaan agama yang menjadi anutan bagi setiap umat didunia ini terdiri dari dua jenis, yakni agama samawi (agama langit), dan agama ardhi (agama bumi). Agama samawi (agama langit) lebih dikenal agama wahyu yang berasal dari Allah SWT, dan diturunkan melalui jibril kepada nabi/rasul dan selanjutnya diteruskan kepada umat manusia untuk menjadi anutan dalam hidupnya. Agama ardhi (agama bumi) lebih dikenal sebagai agama budaya yang merupakan hasil produk manusia sendiri dan menjadi anutan bagi manusia tertentu. Ada enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia yaitu Agama Islam, Kristen (Protestan) Dan Khatolik, Hindu, Budha, Dan Konghucu.
Agama sangat penting bagi manusia, karena agama merupakan suatu landasan utama dalam hidup manusia untuk menata cara hidup selama didunia maupun diakhirat. Agama yang paling sempurna dimata Allah SWT yaitu agama Islam. Islam berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan kepada kehendak Allah. Berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima. Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Makna perkataan Islam intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh, dan taat sepenuh hati pada kehendak illahi.
Hubungan Agama dan Manusia Kebutuhan manusia dapat dikelompokan menjadi dua yaitu alamiah dan non alamiah. Kebutuhan alamiah atau fitriah ialah hal-hal yang dibutuhkan manusia sebagai yang tidak mungkin ditinggalkannya dan dilupakannya. Agama merupakan salah satu kebutuhan fitriah itu. Tak seorang pun manusia yang dapat menafikan, meninggalkan dan melupakan agama bahkan orang yang mengaku tak beragama pun masih mengaku adanya kekuatan “maha besar” yang lebih dari kekuatannya yang dapat mempengaruhi dirinya.
Hal ini dikuatkan oleh penemuan ilmiah dari Prof Hal ini dikuatkan oleh penemuan ilmiah dari Prof. Vilayanur Ramachandran, ahli ilmu saraf berdarah India dari Universitas California di San Diego mengklaim menemukan “jaringan baru” disebut god spot di otak manusia yang dikatakannya mempengaruhi “keimanan” seseorang.
Manusia memerlukan agama karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik datang dari luar maupun yang datang dari dalam. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Karena itu manusia memerlukan agama untuk mengetahui dan mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai tujuan hidup selama didunia dan akhirat sehingga manusia tidak tersesat dalam siksaan api neraka dan dapat mencapai surga Allah diakhirat.
Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan) 1. Pengertian Filsafat Ketuhanan Dilihat dari segi bahasa, filsafat adalah bentuk kata arab yang berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yaitu Philo berarti suka/cinta, dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat ketuhanan adalah hikmah (kebijaksanaan) menggunakan akal pemikiran dalam menyelidiki ada dan Esa Nya Tuhan. Disinilah letak persamaan falsafah agama. Tujuan agama adalah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, sedang falsafah juga menerangkan apa yang benar dan apa yang baik. Yang benar pertama (Alhaqqul Awwalu : The First Truth) menurut Al Kindi adalah Tuhan.
Falsafah yang paling tinggi adalah falsafah tentang Tuhan, sebagaimana dinyatakan Al Kindi : “Falsafah yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafah utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar (Harun Nasution, 1978 : 15).
2. Filsafat Ketuhanan dan Agama Dari uraian diatas jelas adanya hubungan antara filsafat ketuhanan dengan agama, yakni adanya saling isi mengisi dan melengkapi. Keduanya terdapat persamaan dasar, yakni sama- sama membahas masalah ketuhanan. Perbedaan antara filsafat ketuhanan dengan agama terdapat dalam sistem yang dipergunakan. Agama mengajarkan manusia untuk mengenal Tuhannya atas dasar wahyu (kitab suci) yang kebenarannya dapat diuji dengan akal pikiran. Sebaliknya filsafat ketuhanan mengajarkan manusia mengenal Tuhan melalui akal pikiran semata-mata yang kemudian kebenarannya didapati sesuai dengan wahyu (kitab suci).
Dengan kata lain, bahwa baik agama maupun filsafat ketuhanan sama-sama bertolak dari pangkalan pelajaran ketuhanan, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Masing-masing menempuh cara dan jalannya sendiri, namun keduanya akan bertemu kembali di tempat yang dituju dengan kesimpulan yang sama yaitu : Tuhan Ada dan Maha Esa.
3. Hikmah Mempelajari Filsafat Ketuhanan Sesuatu ilmu dipelajari karena ada manfaatnya. Kian sadar orang akan gunanya kian sabar pula mempelajarinya. Demikianlah halnya dengan filsafat ketuhanan sebagai suatu cabang filsafat mempunyai manfaat tertentu. Manfaat-manfaat itu antara lain dapat mengetahui bukti-bukti adanya Tuhan menurut akal pikiran, mengetahui sistem dan metode masing-masing ahli pikir (filosof) dalam membuktikan adanya Tuhan dengan argumentasi logika. Dengan filsafat ketuhanan dapat diketahui kelemahan dan kebathilan paham-paham atheis dan materialisme yang hanya mempercayai adanya benda-benda fisika yang nyata.
Dengan argumen akal itu pulalah seseorang yang mempelajari ketuhanan dapat terhindar dari taklid buta dan sebaliknya bersifat kritis, sehingga keimanannya kepada Tuhan bukan hanya atas dasar agama, melainkan keimanan yang didukung oleh kekuatan rasio. a. Pembuktian adanya Tuhan dengan pikiran Suatu nikmat yang ada dalam diri manusia adalah akal pikiran yang membuatnya melebihi makhluk-makhluk lainnya yang ada di muka bumi. Dengan akal pikiran itulah manusia dapat mencapai kemajuan yang bertangga-tangga dan merubah wajah dunia. Tetapi manusia tidak hanya merasa puas dengan perubahan-perubahan yang dialaminya dalam bidang kebudayaan, tetapi juga mencari kemajuan dalam nilai-nilai kerohanian yang dijadikannya sebagai pegangan hidup.
Ketidaksanggupan manusia menjangkau dan menelusuri seluruh isi alam ini mengharuskan mereka tidak mengelak dari kemungkinan adanya yang ghaib (metafisika). Oleh karena metafisika tidak sanggup dijangkau oleh panca indera, maka ditampilkanlah akal untuk mencoba mengkaji dan mengambil kepastian. Ternyata akal ini dapat melaksanakan fungsinya dan sebagian dapat diketahui dengan pasti, dan sebagian lagi akal merasa lemah tidak mampu mengambil kesimpulan. Demikianlah filsafat ketuhanan ini dengan metode dan sistematika tertentu dapatlah mengantarkan akal itu kepada penemuan yang pasti tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Kesimpulan pastinya wujud Tuhan, sama dengan kepastian 2 + 2 = 4.
b. Mengetahui jalan-jalan pikiran para filosof Dengan mempelajari filsafat ketuhanan ini pula dapatlah diketahui sistem dan metode para ahli pikir (filosof) yang jujur yang mempunyai arah yang sama dalam mencari Tuhan. Mereka kadang-kadang menempuh jalan yang berbeda, tetapi akhirnya sampai ke tempat tujuan dengan kesimpulan yang sama : Tuhan Ada dan Maha Esa. Para ahli pikir yang mencari Tuhan saling mendukung dalam mendirikan menara tinggi ilmu pengetahuan yang sebenarnya adalah menara kebesaran Allah.
c. Membuahkan ketaqwaan yang bernilai tinggi Keimanan orang yang berilmu tidaklah sama dengan keimanannya orang yang buta hati. Hal ini ditegaskan dalam Al Qur’an : Artinya : “ Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran “ ( QS. Az Zumar : 9 ). Dengan demikian mukmin yang berilmu lebih tinggi martabatnya dibandingkan dengan mukmin yang tidak berilmu. Iman tanpa ilmu mudah goyah, sebaliknya iman yang didukung ilmu itulah yang kuat dan tangguh.
Karena iman yang didukung oleh ilmu dan akal itu lebih tinggi derajatnya, maka yang demikian itu dapat mencapai tingkat kesempurnaan. Segala kebenaran yang diterangkan melalui wahyu dicerna dan diresap dalam akal pikiran. Dari tingkat inilah akan memancarkan ketaqwaan yang bernilai tinggi. Tetaplah firman Allah dalam Al Qur’an : Artinya : “ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun “( QS. Al Fathir : 28 ).
d Filsafat ketuhanan penunjang agama Segolongan ulama’ Islam yang terdahulu menolak filsafat karena dipandang sebagai hasil pikiran Yunani yang menyesatkan. Tetapi segolongan pula yang menerima filsafat itu karena dipandangnya sebagai “hikmah” yang menunjang dalil- dalil naqli. Filsafat yang harus ditolak dalam Islam adalah yang mengarah kepada penentangan aqidah tauhid. Sedangkan filsafat yang sejalan dengan wahyu, tidak perlu ditolak, bahkan dapat dijadikan sebagai penunjang yang memperkuat akar agama.
Khususnya filsafat ketuhanan yang menguraikan dalil-dalil adanya Tuhan, maka argumen itu sendiri jelas memperkuat keterangan Al Qur’an tentang ada dan Esa Nya Allah. Dalam pada itu Al Qur’an itu sendiri menghimbau pendayagunaan akal pikiran yang sehat, sejalan firman Allah : Artinya : “Apakah kamu tidak memikirkan (nya)” ( QS. Al An’am : 50 ). Para nabi dan rasul Allah sebenarnya dibekali dengan hikmah, kecerdasan dalam mendayagunakan akalnya dalam menterjemahkan, menerangkan dan menerapkan wahyu Ilahi.
DAFTAR PUSTAKA Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1978. Hamka, Pelajaran Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1984. Hamzah Ya’kub, Filsafat Ketuhanan, Bandung, PT. Al Ma’arif, 1984. Rahmad Rais (et.all), Pengembangan Kepribadian Islam, Aneka Ilmu, 2006. Sudarno, Shobron (et.all), Studi Islam I, Lembaga Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, [t.th]. http://modulislam.blogspot.co.id/2009/10/normal-0-false-false- false.html https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan Dr. Sulaiman ibrahim, Pengantar Agama Islam, Gorontalo, 2015
TERIMA KASIH