Masyarakat Hukum Adat: Dalam Refleksi Perubahan Kebijakan Kehutanan Grahat Nagara, Yayasan Auriga Agustus, 2015
Potret Awal Ruang kelola sumber daya alam menjadi ruang konflik, solusi menjauhkan penyelesaian persoalan. Masyarakat dianggap tidak memiliki kapasitas untuk mengelola hutan. Ketimpangan penguasaan lahan. Kepentingan transaksional-oligarki. Kriminalisasi.
Status Quo MHA disebutkan dalam berbagai perundang-undangan urusan sumber daya alam, termasuk kehutanan. MHA menjadi penyandang hak dalam pengelolaan SDA termasuk kehutanan. Pengukuhan kawasan hutan berjalan, penataan batas hingga 77%. Kebijakan perhutanan sosial masuk ke dalam bagian yang diselenggarakan pemerintah – target nasional, renstra KLHK. Pengukuhan kawasan hutan Penunjukan (126 juta hektar kawasan hutan dan lindung perairan) Penataan batas Realisasi tata batas (2009), 219 ribu km (77,64%) Penetapan kawasan hutan (2014), 62 juta hektar (63%) Penetapan kawasan hutan (2009), 13 juta hektar (11,4%)
Aktivisme Konstitusionalisme Hutan Adat K Kawasan Hutan Apa yang diperoleh: Penegasan regulasi bahwa secara konstitusional MHA dapat menjadi subyek hukum dalam pengelolaan hutan. Pelaksanaan kebijakan kehutanan – khususnya perencanaan hutan atau pengukuhan kawasan hutan harus melalui sesuai prinsip afirmasi (FPIC), tidak boleh otoriter. Hutan Hak Hutan Negara
Pekerjaan Rumah Menyisakan persoalan: Efektivitas di lapangan. Perubahan di undang-undang tidak serta merta berlaku di lapangan (perubahan paradigma SE KLH, retroaktivitas, ceruk hukum, dsbg) Konsensus tentang definisi subyek hukum dan bagaimana mendelineasinya. Perubahan dalam UU tidak menjelaskan siapa disebut sebagai MHA. (kekhawatiran ‘free rider’ dan ‘elite capture’, pemetaan partisipatif) Sinkronisasi dengan berbagai kebijakan lain – dan situasi lapangan. Bagaimana mekanisme transisi dan penyelesaian persoalan untuk mewujudkan tercapainya hak MHA dalam kawasan hutan (keterlanjuran, perubahan kewenangan, konflik)
Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Korsupmonev Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Harmonisasi regulasi (pengukuhan kawasan hutan, perencanaan ruang, penegakan hukum) Penyelarasan prosedur dan teknis pengukuhan kawasan hutan (peta partisipatif, batas wilayah, identifikasi masyarakat, hutan adat) Penyelesaian konflik (inkuiri nasional, desk penyelesaian konflik) Monev GN-PSDA di 34 Provinsi Penyelesaian konflik di daerah (pemetaan konflik dan aksi penyelesaian) Perluasan wilayah kelola rakyat Kepastian hukum dalam kawasan hutan
Kerangka (Persoalan) Regulasi UU 5/1960, UU 26/2007, UU 41/1999 Subyek Hukum (RPP Hutan Adat) Permendagri 52/2014 Penguasaan Tanah PP 24/1992 PermenATR 9/2015 Perber 4 Menteri Penguasaan Tanah PP 44/2004 Permenhut P.44/2012 jo. P.62/2013 PP 16/2004 Pengelolaan dan Akses PP 6/2007 jo. PP 3/2008 Catatan Tidak ada kesamaan tentang definisi MHA di dalam regulasi Bentuk hukum pengakuan. Batas penyelenggaraan urusan negara dalam hutan adat. Bentuk pengelolaan MHA. Tumpang tindih regulasi.
Pengakuan MHA melalui Permendagri 52/2014 Pengakuan MHA melalui Permendagri 52/2014. Hingga saat ini sebagian besar pengakuan hanya dilakukan secara umum, tanpa subyek MHA yang spesifik dan wilayahnya. Pengakuan MHA Malik, Arizona, dan Muhajir (2015) Identifikasi Bupati melalui Camat Verifikasi oleh Panitia Masyarakat Hukum adat Penetapan Masyarakat adat dg SK Bupati/SK Bupati Bersama 5 hal yg diidentifikasi antara lain: sejarah MHA, wilayah adat, hukum adat, harta kekayaan dan benda adat, kelembagaan/sistem pemerintahan Mekanisme keberatan dari masyarakat bersebelahan Panitia MHA terdiri dari: Sekda, Kepala SKPD Pemberdayaan masyarakat adat terkait, Kabag Hukum, Camat, SKPD terkait Muhajir (2015)
Tentang Pengukuhan Hutan Inventarisasi Pengukuhan Rencana Kehutanan Menyamakan ruang permainan Pembuktian penguasaaan Identifikasi MHA Kelembagaan Panitia Tata Batas Penunjukan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Penataanbatas PENGELOLAAN Menentukan siapa yang mengelola hutan secara langsung Penetapan Penatagunaan PERENCANAAN
Menegaskan penguasaan tanah dan akses dalam kawasan hutan Apa yang diisi oleh Perber 4 K/L dalam mekanisme pengukuhan: Penunjukan Penataan Batas Pemetaan Penetapan Penetapan hak atas tanah Mengharmonisasi fungsi administrasi pemerintah dalam mengatur tata kuasa dan tata guna kawasan hutan: Identifikasi subyek hukum yang diatur dalam P.44/2012 jo. P.62/2013 bertentangan dengan PP 24/1997 Pendaftaran Tanah. Menyelesaikan pekerjaan rumah pengukuhan yang tidak selesai: Mengacu pada PP 44/2004 dan Permenhut P.44/2012, penataan batas kawasan hutan diberikan ruang untuk tidak menyelesaikan konflik dan penguasaan. Membangun mekanisme tambahan di luar panitia tata batas untuk melengkapi pengakuhan hak masyarakat. Memberikan opsi penyelesaian hak yang secara rasional untuk tetap mempertahankan hutan: Permenhut P.44/2012 jo. P.62/2013 tidak banyak memberikan skema penyelesaian. Di luar itu, kriminalisasi.Perber mendorong juga alokasi kepada masyarakat atas hutan negara
Menegaskan penguasaan tanah dan akses dalam kawasan hutan Sumber: Perber 4 K/L Tgl 17 Okt 2014 Pemohon Pemohon Pemerintah Kabupaten/ Kota Pembuktian Klaim Pihak Ketiga Peta Kawasan Hutan Peta penggunaan tanah saat ini Surat Keterangan yg dimiliki Hak Akses/Ruang Kelola Bersama (HKm, HD, Kemitraan) BPN Penelitian Data Fisik dan Data Yuridis ** Peta Penggunaan, Penguasaan Tanah dan tekstual. Tidak Ya Surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara sporadik (kades + 2 saksi) Kementerian Kehutanan Perubahan Batas Kawasan Hutan/RTRW Penerbitan Tanda Bukti Hak Penegasan/ Pengakuan Hak dari BPN
Pembuktian menurut Perber dan Menurut P.44/2012. Bukti tertulis Bukti tidak tertulis Sebelum penunjukan Setelah Penunjukan a. hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak pengelolaan (Sebelum penunjukan KH) bagaimana dengan yang hadir sesudah penunjukan KH?) permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial didasarkan pada sejarah keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam desa/kampung b. Hak atas tanah lain (a. hak eigendom, opstal, erfpacht; b. petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, Verponding Indonesia dll; c. SK riwayat tanah yg dibuat PBB untuk hak seperti ini harus ada KLARIFIKASI dari instansi pertanahan Dengan syarat: 1) Telah ditetapkan dalam Perda, dan 2) Tercatat pada statistik desa/ Kecamatan, dan 3) Penduduk > 10 KK dan terdiri dari < 10 rumah. 4) tidak berlaku pada provinsi yang luas kawasan Hutannya <30%
Menegaskan penguasaan tanah dan akses dalam kawasan hutan Pengakuan hak komunal melalui Permen Agraria dan Penataan Ruang 9/2015. Pengajuan permohonan pada Bupati/Walikota/Gubernur IP4T melaksanakan identifikasi dan pemeriksaan lapangan Musyawarah para pihak Penetapan hak komunal oleh Bupati/Walikota/Gubernur Penetapan hak atas tanah dan pendaftaran sertifikat oleh Kepala Kantor Pertanahan Jika berada di dalam kawasan hutan. Diusulkan untuk dilepaskan kepada Dirjen Planologi Kehutanan.
Tentang Pengelolaan Hutan Hak dan Hutan Adat Kawasan Hutan Hutan Negara Tanah dikuasai negara Hutan Desa, HKm, HTR, Zonasi, PHBM, akses non komersial Hutan Hak Tanah dibebankan hak (Pendaftaran tanah/penetapan hak atas tanah, PP 24/1997) Pengelolaan hutan hak (Permen LHK 32/2015) Hutan Adat Tanah dikuasai MHA (Permendagri 52/2014, PermenAg dan PR 9/2015) Pengelolaan hutan ada (belum ada aturan khusus)
Hatur Nuhun Grahat Nagara grahat@auriga.or.id