Konsep Ketuhanan Dalam Islam H. Zamakhsyari, Lc, MA
Pengertian Tuhan Tuhan, dalam bahasa Arab disebut ilaah. Ilaah berarti sesuatu yg dipentingkan oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup didalamnya yg dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yg ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah: Yang dipuja dgn penuh kecintan hati, tunduk kepada-Nya,merendahkan diri dihadapannya,takut dan mengharapkannya,kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,berdoa, dan bertawakkal kepada-Nya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya (M.Imaduddin,1989 : 56). Selain kata (ilaah), Al-Qur’an juga menggunakan istilah (rabb), dan (Allah).
Pengertian Tuhan Dalam Islam, Tuhan adalah Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur‘an terdapat 99 nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
Pengertian Tuhan Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun. Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS Al-An’am:103) Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.” Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi. Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan non-Muslim
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan Sejarah pemikiran manusia yang dimaksud di sini adalah pemikiran yang berdasarkan pengalaman lahiriah-batiniah ( penelitian rasional atau pengalaman batin). Dalam konteks literatur historis agama pemikiran tentang Tuhan dikenal dengan teori evolusionisme ( suatu proses kepercayaan tingkat sederhana sampai menjadi tingkat sempurna). Dalam Pemikiran Barat, Tokoh atau Pemikir dan penganut yang mengemukakan teori evolusionisme : Max Muller, EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens. Dalam Al-Qur’an, dijelaskan bahwa Monotheisme (tauhid) adalah agama dasar yang dibawa manusia pertama, Adam AS. Politheisme, animisme, dan dinamisme, merupakan kepercayaan yang muncul kemudian. Jadi, Al-Qur’an secara jelas menolak teori evolusionisme.
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan A. Pemikiran Barat Proses perkembangan pemikiran ttg Tuhan menurut teori evolusionisme adalah : a.Dinamisme Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yg berpengaruh dlm kehidupan. Mula-mula sesuatu yg berpengaruh tsb ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pd manusia, ada yg berpengaruh positif dan ada pula yg berpengaruh negatif. b.Animisme Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif jg mempercayai adanya peran roh dlm hidupnya. Setiap benda yg dianggap benda baik mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sbg sesuatu yg aktif sekalipun bendanya telah mati. c.Politeisme Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tdk memberikan kepuasan, krn terlalu byk yg menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yg lebih dari yg lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dgn bidangnya.
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan d.Henoteisme Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yg disebut dgn Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan utk satu bangsa disebut dgn henoteisme (Tuhan tingkat Nasional). e.Monoteisme dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan satu Tuhan utk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam 3 paham yaitu : 1. Deisme ( Tuhan bersifat transenden: setelah penciptaan alam, Tuhan tidak terlibat lagi dengan hasil ciptaannya). 2. Panteisme ( Tuhan bersifat imanen: Tuhan menampakkan diri dalam berbagai fenomena alam). 3. Teisme ( Tuhan pada prinsip bersifat transenden, mengatasi semesta kenyataan, tetapi Tuhan juga selalu terlibat dengan alam semesta). Evolusionisme dlm kepercayaan thd Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yg menekankan adanya monoteisme dlm masyarakat primitif. Dia mengemukakan bhw orang-orang yg berbudaya rendah jg sama monoteismenya dgn orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pd wujud yg Agung dan sifat-sifat yg khas thd Tuhan mereka, yg tdk mereka berikan kpd wujud yg lain.
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan B. Pemikiran Umat Islam Secara garis besar pemikiran umat Islam tentang ketuhanan timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara sederhana ada aliran pemikiran bersifat liberal, tradisional, dan di antara keduanya. Sebab timbulnya berbagai aliran Islam tersebut lantaran karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami alqur’an dan hadits dengan pendekatan kontekstual, sehingga lahir aliran bersifat liberal. Sebagian umat Islam memahami dengan pendekatan tekstual, lahirlah aliran bersifat tradisional. Sedangkan “memadukan” kedua pemikiran tersebut lahirlah aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Di antara aliran tersebut adalah sebagai berikut:
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan a.Mu’tazilah Kelompok ini merupakan kaum rasionalis dikalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dlm memahami semua ajaran dan keimanan dlm Islam. Orang Islam yg berbuat dosa besar, tdk kafir dan tdk mukmin. Ia berada diantara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain). Mu’tazilah lahir sbg pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij. b.Qadariah. kelompok ini berpendapat bhw manusia mempunyai kebebasan dlm berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yg menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yg menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. c.Jabariah. kelompok ini merupakan pecahan dari Murji’ah, dan berteori bhw manusia tdk mempunyai kemerdekaan dlm berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. d.Asy’ariyah dan Maturidiyah. kelompok ini memiliki pendapat yg berbeda diantara Qadariah dan Jabariah.
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan Didalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan konsep tentang tuhan dalam ayat – ayat berikut; 1. QS.21 (al-Anbiya’):92: Sesungguhnya agama yg diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh krn itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka kan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka. QS.5 (al-Maidah):72: “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yg mempersekutukan (sesuatu dgn) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya surga, dan tempat mereka adalah neraka” 3. QS.112 (al-Ikhlas):1-4: “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tdk ada seorangpun yg setara dgn Dia”
Pembuktian Adanya Tuhan Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga menginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-A’raf/7: 143. (“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".)
Pembuktian Adanya Tuhan Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk memperkuat pembuktian dalam al- Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat al-Mulk/67:10 “(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".) Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd memakai cara falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian susunan alam) yang disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan).
Pembuktian Adanya Tuhan Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia. Firman Allah dalam surat al-Lukman/31: 20. Dan an-Naba’/78:6-16 (“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”) (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji- bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”)
Pembuktian adanya Tuhan Selain Ibnu Rusyd, dengan dalil nidzamnya, ada juga al-kindi yg menyampaikan lima bukti, yang dapat disebut sebagai argumen al-huduts (argumen a noviate mundi). Dan bukti-bukti tsb adalah: Bukti pertama, disandarkan pada premis bahwa alam semesta itu terbatas pada sudut jasad (jism), waktu (zaman) dan gerak (harakah). Lantaran keterbatasan itu, maka alam semesta haruslah diciptakan. Karena menurut hukum kausalitas, segala sesuatu haruslah memiliki sebab. Karena alam semesta merupakan akibat, maka siapakah yang menjadi sebab bagi alam semesta? Tuhan adalah sebab pertama bagi alam semesta. Oleh karena itu, ia adalah penyebab dan pencipta alam semesta ini. Maka ia harus ada. Bukti kedua, bahwa alam semesta ini adalah tersusun (murakkab) dan beragam (katsrah). Dan hal yang tersusun dan beragam itu sesungguhnya tergantung secara mutlak pada satu sebab yang berada di luar alam; satu sebab itu tidak lain adalah dzat Tuhan yang Esa. Bukti ketiga, bahwa sesuatu -secara logis- tidak bisa menjadi penyebab bagi dirinya sendiri. karena ketidakmampuan sesuatu menjadi penyebab bagi dirinya sendiri, maka segala sesuatu secara niscaya memerlukan sebab luar untuk mewujudkan dirinya. Tetapi sebab luar tadi, juga tidak mampu mewujudkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sebab luar itu pun memerlukan sebab lain untuk mengadakan dirinya. Kondisi demikian terjadi secara terus- menerus sampai rangkaian sebab tersebut mencapai sebab terakhir yang tidak tersebabkan.
Pembuktian adanya Tuhan Bukti keempat, didasarkan pada perumpamaan antara jiwa yang terdapat di dalam jasad manusia dengan Tuhan yang merupakan sandaran bagi alam. Dengan kata lain, jika mekanisme jasad manusia yang teratur menunjukkan adanya kekuatan yang non kasat mata, yang disebut sebagai jiwa, maka mekanisme alam yang berjalan secara teratur, menyiratkan adanya seorang manajer yang mengaturnya. Manajer itulah yang disebut oleh al-Kindi sebagai Tuhan. Bukti kelima, Al-Kindi menyandarkan bukti yang kelima ini pada rancangan, keteraturan, dan tujuan dari alam semesta. Hal demikian dapat kita lihat ketika ia berkata bahwa: Susunan yang mengagumkan pada alam semesta ini, keteraturannya, interaksi yang selaras antara bagian-bagiannya, cara yang menakjubkan, dimana beberapa bagian tunduk kepada pengarahan bagian-bagian lainnya, pengaturan yang begitu sempurna sehingga yang terbaik selalu terpelihara dan yang terburuk selalu terbinasakan. Semua ini adalah petunjuk yang paling baik tentang adanya suatu pengatur yang paling cerdas. Berbeda dengan al-Kindi yang mendasarkan buktinya pada keterbatasan (temporalitas) alam. Bukti yang diajukan oleh Ibn Sina itu dibangun berdasarkan pada konsepsinya tentang al-wujud. Bahkan menurutnya, keberadaan Tuhan hanya dapat diketahui melalui wujud-Nya bukan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya