" IMPLEMENTASI USULAN PERMOHONAN PENDIRIAN, PERUBAHAN PERGURUAN TINGGI, PENAMBAHAN PRODI DAN ALIH KELOLA PERGURUAN TINGGI “ ISIS IKHWANSYAH SISTEM INFORMASI DIREKTORAT PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERGURUAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI JATINANGOR, 8 OKTOBER 2016
Prosedur Usulan Permohonan Pendirian, Perubahan Perguruan Tinggi, Penambahan Prodi dan Alih Kelola Perguruan Tinggi Prosedur Pendirian PTS Badan penyelenggara yang akan mendirikan PTS meminta rekomendasi L2 Dikti di wilayah PTS akan didirikan. Dalam hal L2 Dikti belum terbentuk di wilayah di mana PTS akan didirikan, maka tugas dan fungsinya masih dijalankan oleh Kopertis wilayah tersebut. L2 Dikti atau Kopertis setempat memberi rekomendasi tentang: rekam jejak Badan Penyelenggara yang akan mendirikan PTS; tingkat kejenuhan berbagai prodi yang akan diselenggarakan dalam pendirian PTS tersebut di wilayah L2 Dikti; tingkat keberlanjutan PTS tersebut jika diberi izin oleh Pemerintah; Badan Penyelenggara yang akan mendirikan PTS menyiapkan dan menyusun dokumen sesuai persyaratan
Prosedur Perubahan Bentuk PTS Badan penyelenggara dari PTS baru yang akan dibentuk meminta rekomendasi L2 Dikti di wilayah PTS baru yang akan dibentuk. Dalam hal L2 Dikti belum terbentuk di wilayah di mana PTS baru yang akan dibentuk, maka tugas dan fungsinya masih dijalankan oleh Kopertis wilayah tersebut. L2 Dikti atau Kopertis setempat memberi rekomendasi tentang: rekam jejak Badan Penyelenggara dari PTS baru yang akan dibentuk; tingkat kejenuhan berbagai prodi yang akan diselenggarakan dalam PTS baru yang akan dibentuk di wilayah L2 Dikti; tingkat keberlanjutan PTS baru yang akan dibentuk, jika diberi izin perubahan bentuk PTS oleh Pemerintah. Badan Penyelenggara dari PTS baru yang akan dibentuk menyiapkan dan menyusun dokumen sesuai persyaratan
Prosedur Pembukaan Prodi untuk pendirian PTS atau perubahan bentuk PTS Prosedur pembukaan prodi untuk pendirian PTS atau perubahan bentuk PTS terintegrasi dalam prosedur pendirian PTS atau perubahan bentuk PTS sebagaimana dicantumkan dalam Bab II tentang Pendirian dan Perubahan Bentuk Perguruan Tinggi Swasta. Prosedur Pembukaan Prodi sebagai penambahan Prodi pada PTS Pemimpin PTS meminta Rekomendasi dari L2 Dikti di wilayah PTS yang akan menambah prodi. Dalam hal L2 Dikti belum terbentuk di wilayah PTS yang akan membuka prodi, maka tugas dan fungsinya masih dijalankan oleh Kopertis wilayah tersebut. L2 Dikti atau Kopertis setempat memberi rekomendasi tentang: rekam jejak Badan Penyelenggara dan PTS yang akan menambah prodi; tingkat kejenuhan prodi yang akan dibuka oleh PTS tersebut di wilayah L2 Dikti; tingkat keberlanjutan prodi yang akan ditambahkan jika diizinkan oleh Pemerintah; bebas konflik internal PTS di tingkat Badan Penyelenggara dan/atau tingkat PTS. b. Pemimpin PTS membuat dokumen sesuai persyaratan
Prosedur Alih Kelola Badan penyelenggara yang akan menerima alih kelola PTS meminta rekomendasi L2 Dikti di wilayah domisili PTS. Dalam hal L2 Dikti belum terbentuk di wilayah di mana PTS berdomisili, maka tugas dan fungsinya masih dijalankan oleh Kopertis wilayah tersebut. L2 Dikti atau Kopertis setempat memberi rekomendasi tentang: rekam jejak Badan Penyelenggara yang akan menerima alih kelola PTS; tingkat keberlanjutan PTS tersebut jika diberi izin alih kelola oleh Pemerintah; Badan Penyelenggara yang akan menerima alih kelola PTS menyiapkan dan menyusun dokumen sesuai persyaratan
ASPEK HUKUM INSTRUMEN AKREDITASI INSTITUSI PERGURUAN TINGGI BARU Badan penyelenggara (yayasan, persyarikatan, perkumpulan, paguyuban, ormas) memiliki akta notaris tentang pendirian atau perubahan badan penyelenggara tersebut. Persyaratan akta notaris untuk pendirian atau perubahan bentuk perguruan tinggi: a. Salinan akta notaris telah dilegalisasi (pernyataan sesuai dengan aslinya) oleh notaris dengan ‘cap basah’; b. Akta notaris tersebut mencantumkan ‘mendirikan perguruan tinggi’ atau istilah lain yang sejenis sebagai tujuan pendirian badan penyelenggara tersebut; c. Semua akta notaris tentang perubahan badan penyelenggara (jika badan penyelenggara melakukan perubahan badan penyelenggara) yang dapat menunjukkan hubungan antar akta notaris yang runtut. Pilih "Ya" jika dokumen telah dilegalisasi, tujuan pendirian menyebutkan tujuan penyelenggaraan pendidikan, ada kesinambungan akta apabila terjadi perubahan ya Pilih "Tidak" jika dokumen tidak dilegalisasi dan/atau tidak menyebutkan tujuan penyelenggaraan pendidikan, dan/atau kesinambungan akta apabila terjadi perubahan yayasan. yasan.
Badan penyelenggara telah memiliki: a. Surat keputusan pejabat berwenang (a.l.: Kemenkumham; Berita Negara) tentang pengesahan badan penyelenggara sebagai badan hukum, yang: 1) mencantumkan Nomor akta notaris pendirian badan penyelenggara yang cocok dengan Nomor akta notaris sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris pendirian badan penyelenggara ybs.; dan 2) mencantumkan Nama badan penyelenggara yang cocok dengan Nama badan penyelenggara sebagaimana tercantum dalam akta notaris pendirian badan penyelenggara ybs; dan/atau b. Surat dari pejabat berwenang (a.l.: Kemenkumham) tentang pencatatan penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan atau perubahan susunan pengurus badan penyelenggara. Salinan dokumen pada huruf a dan huruf b telah dilegalisasi (pernyataan sesuai dengan aslinya) oleh notaris dengan ‘cap basah’. Pilih "Ya" jika dokumen dilegalisasi dan kecocokan nomor akta yang tercantum di akta notaris dan nomor akta yang tercantum di SK atau surat pernyataan dan Kemkumham. Pilih "Tidak" jika dokumen tidak dilegalisasi dan tidak terdapat kecocokan nomor akta yang tercantum di akta notaris dan nomor akta yang tercantum di SK atau surat pernyataan dan Kemkumham.
PERUBAHAN PERATURAN PELAKSANA TENTANG YAYASAN SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA Pada tanggal 2 Januari 2013, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun Peraturan Pemerintah (PP) yang dimaksudkan sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan itu, berisi tambahan Pasal 15A di antara Pasal 15 dan Pasal 16 PP No. 63/2008, penambahan ayat (4) pada Pasal 18, penambahan ayat (3) pada Pasal 19, penambahan Pasal 37A di antara Pasal 37 dan Pasal 38, serta perubahan Pasal 39 dari PP No. 63/2008 itu Pada Pasal 15A PP ini menyebutkan, dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya, permohonan pengesahan wajib dilampiri di antaranya: a. salinan akta pendirian Yayasan yang menyebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan; b. laporan kegiatan Yayasan paling sedikit 5 (lima) tahun terakhir; c. surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan; d. foto copi NPWP Yayasan yang dielagisir Notaris; e. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus, dan diketahui oleh lurah/Kades setempat; dan f. pernyataan tertulis Pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian Anggaran Dasar (AD).
Luas lahan kampus minimal Lahan untuk Kampus dapat berstatus Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas nama Badan Penyelenggara, sebagaimana dibuktikan dengan Sertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Jika badan penyelenggara belum mempunyai hak atas lahan sebagaimana disebutkan di atas, maka: a. Badan Penyelenggara dapat menggunakan lahan dan/atau prasarana atas nama pihak lain berdasarkan perjanjian sewa-menyewa dengan hak opsi yang dibuat di hadapan Notaris; b. perjanjian sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada huruf a berlangsung paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak Peraturan Menteri tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta berlaku.
Perubahan Anggaran Dasar Yayasan berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan oleh Menteri Hukum dan HAM,” ( Pasal 18 Ayat (4) PP No. 2/2013 ) Pada Pasal 18 Ayat (3) PP ini disebutkan, Menteri berdasarkan pemberitahuan perubahan data oleh Pengurus Yayasan melakukan pencatatan perubahan data dan menerbitkan surat penerimaan pemberitahuan perubahan data. “Menteri hanya dapat menerima perubahan Anggaran Dasar dan/atau perubahan data Yayasan yang dilakukan oleh anggota organ yang telah diberitahukan kepada Menteri (Hukum dan HAM)” Adapun Pasal 37A PP ini menegaskan, dalam hal perubahan Anggaran Dasar dilakukan untuk Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya, maka Yayasan tersebut harus memenuhi persyaratan: a. paling sedikit selama 5 (lima) tahun masih melakukan kegiatan sesuai Anggaran Dasarnya; dan b. belum pernah dibubarkan. “Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 dan Pasal 37A mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan oleh Menteri Hukum dan HAM,” ( Pasal 38). Pasal 39 PP ini, Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM sebagaimana ketentuan dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya. Dan tidak lagi melakukan kegiatannya sesuai Anggaran Dasar selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sebagaimana dimaksud Pasal 71 ayat (4) UU tersebut, harus melikuidasai kekayaannya serta menyerahkan hasil likuidasi sesuai ketentuan Pasal 68 Undang-Undang tersebut.