PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
STRATEGI POKOK Kebijakan Fiskal Kebijakan Perbankan/Keuangan
Advertisements

Jakarta Convention Centre, 29 Januari 2010
B. Kombaitan dan Ridwan Sutriadi
PENGEMBANGAN ROTAN INDONESIA MELALUI POLA SENTRA HHBK
DINAS PERTANIAN PROVINSI BENGKULU 2012
PERMENDAG 35/M-DAG/PER/11/2011 KETENTUAN EKSPOR ROTAN DAN PRODUK ROTAN
POKOK-POKOK PIKIRAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ”SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD” DENGAN TEMA : ”MENUJU SWASEMBADA YANG KOMPETITIF DAN BERKELANJUTAN SERTA.
PELUANG AGROINDUSTRI PEDESAAN BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN
PERTANIAN PERTEMUAN 8 Powerpoint Templates.
KEBIJAKAN DAN REVITALISASI PERTANIAN
KEBIJAKAN DAN STRATEGI DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN
KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI BERBASIS AGRO
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERTEMUAN PENDAHULUAN PENYUSUNAN RKP 2013 Oleh: Menteri Negara PPN/Kepala.
PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN
Asisten Pemerintahan dan Kesra
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pemalang
PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
Berita Resmi Statistik
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi
PANGAN Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia, termasuk.
PELATIHAN TEKNIS PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBAHAN BAKU LOKAL
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN
Peranan Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Menengah (UMKM)
KEBIJAKAN IMPOR PANGAN
Perdagangan Internasional
Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi Pusat-Daerah
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah
Direktur Industri Minuman Dan Tembakau
MODEL KEMITRAAN JAGUNG DAN KEDELAI DIPROVINSI SULAWESI TENGAH
Penyediaan Bahan Baku Tembakau untuk Industri Hasil Tembakau
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TANAMAN KOPI, KAKAO DAN TEH INDONESIA
PAGU ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017
AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
Arah Kebijakan Persusuan
Dirjen Industri Agro pada
STRATEGI PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT
Oleh: M. Wahid Supriyadi Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya
BAHAN RAPAT KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN
INDUSTRI & PERDAGANGAN
Industrialisasi Perikanan untuk Kesejahteraan Masyarakat
PERTUMBUHAN INDUSTRI AGRO SAMPAI DENGAN PERIODE TW III 2016
PEMBANGUNAN PERTANIAN
Maria Lusia Hutagalung D1B011024
Implementasi Pemahaman Globalisasi Ekonomi dalam Pembangunan Wilayah: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DI ERA MASYARAT EKONOMI ASEAN (MEA) Oleh : Dr. Kurniyati.
Arah Kebijakan Persusuan
Arah Kebijakan Persusuan
Kebijakan pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan
Peranan Pertanian dalam Pembangunan Perekonomian Di Indonesia
PERAN SERTA DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
Kinerja Kebijakan Ekonomi & Perekonomian
Industri pangan berbasis hasil UNGGAS
Arah Kebijakan Persusuan
KINERJA PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN
PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KIMIA HILIR
DIREKTORAT INDUSTRI BAHAN GALIAN NON LOGAM
Oleh: Risyana Hermawan
PROFIL PETERNAKAN SAPI PERAH DI JAWA TIMUR TH 2008
PROGRAM KEGIATAN DIREKTORAT INDUSTRI TEKSTIL KULIT ALAS KAKI DAN ANEKA TAHUN 2018 Jakarta, 10 Januari 2018.
PEMBANGUNAN PERIKANAN
Pangan PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2016 DAN 2017.
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 35 TAHUN 2018
Perkembangan Ekonomi Indonesia dan Prospek Ekonomi Sektoral
PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI DAN PEMBERDAYAAN TENAGA KERJA DIFABEL
LEADERSHIP AND ENTREPRENEURSHIP
DIREKTUR PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL HORTIKULTURA
Ketahanan Pangan dan Gizi Ade Saputra Nasution. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun.
Judul : Perkembangan industri di Era globalisasi Terhadap pendapatan nasional indonesia Nama : Agustinus Jono Npm :
PEMBANGUNAN PERTANIAN
Disampaikan pada Apresiasi dan Pembinaan Teknis bagi Tenga Pendamping Teknologi (TPT) Tahun 2008.
Transcript presentasi:

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN Pangan PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Jakarta, 11 Maret 2015 Penyegar Pakan

I. PENDAHULUAN

GAMBARAN UMUM Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup besar yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, dan perkebunan, yang dapat dimanfaatkan oleh industri dalam memproduksikan bahan makanan. Produksi sumber daya alam tahun 2014 meliputi : CPO & CPKO (30 juta ton) No.1 di Dunia Lada (88 ribu ton) No.3 Di Dunia Kakao (450 ribu ton) No.3 di Dunia Rumput Laut (273 Ribu ton) Kelapa (3,3 Juta ton) Ikan & Udang (10,5 Juta ton) No.2 di Dunia Di samping itu, industri makanan juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014: Jagung (16,72 Juta Ton) Impor (3,2 Juta Ton) Kedelai (2,67 juta Ton) (2,16 Juta Ton) Daging (594 ribu Ton) (69 ribu Ton) Gula (5,88 Juta Ton) (2,86 Juta Ton) Beras (30,13 juta Ton) (537 ribu Ton) Ubi Kayu (24 Juta Ton) (0)

Potensi yang besar didukung pula oleh bonus demografi Indonesia, dengan jumlah penduduk 253 juta orang, jumlah masyarakat kelas menengah + 45 juta orang dengan 42% hidup di perkotaan dan pendapatan per kapita + US$ 3.200, yang merupakan potensi tenaga kerja dan pasar di dalam negeri. Industri makanan, hasil laut dan perikanan merupakan industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan menjadi bahan setengah jadi (intermediate products) dan produk jadi yang siap dikonsumsi. Pemanfaatan SDA sebagai bahan baku industri makanan, hasil laut dan perikanan akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.

KINERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN INDIKATOR 2011 2012 2013 2014* Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 10,98 10,33 4,07 9,54 Kontribusi Terhadap PDB industri pengolahan non-migas (%) 28,90 29,52 29,01 29,77 Nilai Ekspor (US$ Miliar) 4,51 4,65 5,38 5,51 Nilai Impor (US$ Miliar) 6,85 6,16 5,80 5,76 Nilai Investasi PMDN (IDR Triliun) PMA (US$ Miliar) 7,94 1,1 11,16 1,78 15,08 2,12 19,59 3,14 Tingkat Utilitas (%) 66 68 72 71 Ket : *) Sementara Sumber : BPS diolah Kemenperin

KONTRIBUSI INDUSTRI AGRO TERHADAP SEKTOR INDUSTRI KONTRIBUSI PDB INDUSTRI MAKANAN & MINUMAN TERHADAP PDB SEKTOR INDUSTRI NON MIGAS B. KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU TERHADAP PDB INDUSTRI NON MIGAS KONTRIBUSI INDUSTRI AGRO TERHADAP SEKTOR INDUSTRI Sumber : BPS diolah Kemenperin

II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN UU NO. 3/2014 Tentang Perindustrian : Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Strategi : Hilirisasi dan Diversifikasi Fokus : Kebijakan Fiskal dan Penyediaan Infrastruktur (termasuk Listrik dan Gas Bumi) Jangka Panjang : - Peningkatan R & D dan SDM - Pengembangan Mesin Pengolahan TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN HASIL LAUT DAN PERIKANAN 1. INDUSTRI PANGAN 2. INDUSTRI BAHAN PENYEGAR 3. INDUSTRI PAKAN INDUSTRI PRIORITAS FOKUS RENCANA AKSI (Kebijakan Industri Nasional) 3 Kelompok Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Prioritas

INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN PRIORITAS Industri Pengolahan Ikan dan Hasil Laut INDUSTRI PANGAN Industri Pengolahan Minyak Nabati Industri Oleofood Industri Tepung Industri Gula Berbasis Tebu INDUSTRI BAHAN PENYEGAR Industri Pengolahan Kakao INDUSTRI PAKAN Ransum Pakan Ternak/Ikan

III. ISU-ISU STRATEGIS

ISU-ISU STRATEGIS Belum terintegrasinya suplay chain terhadap bahan baku, industri dan pasar. Dampak resesi global yang masih berlanjut (masalah restrukturisasi utang dan krisis perbankan Eropa), berakibat melambatnya daya beli konsumen dan penurunan permintaan produk makanan di luar negeri. Adanya hambatan tarif (diskriminasi bea masuk) dan non-tarif barrier di beberapa negara tujuan ekspor. Penerapan UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan : Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Konsumen berpendidikan dan berwawasan lebih tinggi sehingga lebih menuntut akan produk-produk makanan yang berkualitas tinggi, sehat/aman dan halal dikonsumsi. Terganggunya pasar industri makanan akibat isu negatif penggunaan bahan tambahan pangan yang mengganggu kesehatan, pencantuman label peringatan kandungan kholesterol, gula dan isu lainnya.

ISU-ISU STRATEGIS Terganggunya pemasaran produk industri makanan dalam negeri oleh produk ilegal dan produk impor kualitas rendah dengan harga murah. Persaingan Global : Indonesia saat ini berpartisipasi aktif di dalam forum Codex Allimentarius Commission (CAC) yang bertujuan untuk membahas standar mutu dan keamanan pangan dunia yang terkait dengan kepentingan industri. Proses integrasi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, dimana sektor pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat pelaksanaannya. Pembahasan dilakukan melalui Prepared Foodstuff Product-Working Group (PFPWG) yang merupakan bagian dari forum ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ). Proses perintisan integrasi ekonomi ASEAN, melalui harmonisasi standar dan perintisan saling pengakuan (MRA) untuk sektor pangan olahan (HS 16-21).

IV. KEGIATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015

PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015 Kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan tahun 2015 dalam rangka mendukung pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan, adalah sebagai berikut : A. Revitalisasi Industri Gula Bantuan mesin dan/atau peralatan dalam rangka peningkatan kapasitas pada industri gula Fasilitasi dan Koordinasi Pelaksanaan Revitalisasi Permesinan Industri Gula B. Pengembangan Komoditi Fasilitasi dan koordinasi dalam rangka pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan (kakao, kelapa, gula, ikan dan hasil laut, pakan ternak, tepung non gandum dan industri makanan berbasis CPO). Fasilitasi dalam rangka rapat koordinasi peningkatan iklim usaha dibidang industri makanan, hasil laut dan perikanan (bahan baku, tarif, insentif dan kebijakan lainnya). Penerapan dan Pembinaan Keamanan Pangan Melalui Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) Pada Industri Makanan Hasil Laut dan Perikanan

PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015 C. Standardisasi Perumusan, Revisi dan Penyusunan Peraturan Penerapan SNI wajib produk industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Sosialisasi dan penerapan SNI wajib produk industri makanan, hasil laut dan perikanan, Pelaksanaan Pengawasan Penerapan SNI Wajib Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan D. Pengembangan SDM Peningkatan kemampuan SDM industri makanan, hasil laut dan perikanan melalui pelatihan. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang produksi pengolahan kakao dan daging. E. Promosi Produk Partisipasi dan fasilitasi promosi produk industri makanan, hasil laut dan perikanan pada pameran dalam negeri dan luar negeri.

PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN TAHUN 2015 F. Kerjasama Internasional Partisipasi Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Dalam Rangka Fora Kerjasama Internasional dan Organisasi Internasional Lainnya Partisipasi Dit. Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan pada Sidang Standarisasi Internasional, Sidang ICCO, ACC serta Peningkatan Konsumsi Cokelat G. Kegiatan pendukung lainnya Penyusunan program pengembangan dan evaluasi kinerja industri makanan, hasil alut dan perikanan. Pemetaan Potensi bahan baku Industri Tepung Non Gandum Verifikasi Kontrak Penjualan dan Penyaluran GKR Evaluasi Persediaan Raw Sugar dan Gula Kristal Rafinasi Survey dan verifikasi kebutuhan daging untuk industri pengolahan daging dalam negeri Survey dan verifikasi kinerja industri berbasis bahan baku beras pecah 100% dan beras ketan 100%.

V. KEGIATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015

Hasil Laut/Pakan Ternak PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015 Untuk mendukung pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan di daerah, telah dialokasikan anggaran dana dekonsentrasi yang ditujukan dalam rangka fasilitasi dan koordinasi pengembangan industri unggulan sesuai dengan kompetensi masing-masing daerah, yaitu : No. Provinsi Komoditi 1 Jawa Timur Gula 2 Sumatera Barat Kakao 3 Sulawesi Utara Kelapa 4 Sulawesi Tengah 5 Sulawesi Selatan 6 Sulawesi Tenggara 7 Maluku Hasil Laut 8 Papua Barat Hasil Laut/Pakan Ternak

PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015 Pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan melalui bantuan mesin dan peralatan di beberapa daerah, seperti : No. Kegiatan Provinsi 1 Revitalisasi industri gula Jawa Timur 2 Bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao Sulawesi Tengah 3 Sulawesi Tenggara 4 Bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut Sulawesi Selatan Pelatihan SDM industri makanan, hasil laut dan perikanan di beberapa daerah, yaitu : No. Kegiatan Provinsi 1 Pelatihan SDM industri pengolahan ikan Kalimantan Barat 2 Pelatihan SDM industri pengolahan rumput laut Sulawesi Selatan 3 Pelatihan SDM industri pengolahan pakan ternak dan kelapa Jawa Timur 4 Pelatihan SDM industri pengolahan cokelat DKI Jakarta

PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DI DAERAH TAHUN 2015 Peningkatan standardisasi di bidang industri makanan, hasil laut dan perikanan, melalui : No. Kegiatan Provinsi 1 Sosialisasi SNI produk makanan Yogyakarta 2 Sosialisasi pengawasan SNI wajib produk makanan Sulawesi Selatan 3 Sosialisasi penerapan SNI wajib produk makanan Bali

VI. HILIRISASI INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

HILIRISASI KAKAO A. Gambaran Umum Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun 2014 mencapai 425 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 10% dari produksi kakao dunia (4,35 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2 juta ton. Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,04 milyar. Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah: cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk mendorong kemajuan perkakaoan nasional baik di sektor on-farm maupun off-farm diantaranya pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka investasi, penerapan bea keluar biji kakao, tax allowance dan penerapan SNI wajib kakao bubuk.

B. Profil Industri No. Uraian Satuan Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 18 19 2 Jumlah Tenaga Kerja Orang 4.000 4.300 5.300 5.800 3 Jumlah Investasi Juta Rupiah 1.500.000 2.000.000 3.000.000 4.200.000 4.650.000 4 Kapasitas Terpasang Ton 345.000 560.000 580.000 735.000 805.000 5 Kapasitas Produksi 125.000 150.000 250.000 306.000 413.000 478.000 6 Utilisasi % 36,23% 43,48% 44,64% 52,76% 55,51% 59,38% 23

Kurangnya pasokan listrik dari PLN dan Gas; C. Permasalahan Kurangnya pasokan listrik dari PLN dan Gas; Terbatasnya infrastruktur seperti akses jalan di sentra produksi kakao; Terbatasnya R & D untuk diversifikasi produk olahan; Mutu biji kakao masih rendah (ada kadar kotoran, jamur dan masih banyak yang belum difermentasi); Produktifitas di tingkat on farm masih rendah; Utilisasi kapasitas industri olahan kakao masih rendah (66 %); Adanya perbedaan Bea Masuk kakao olahan di negara-negara tujuan ekspor, antara lain: Afrika dikenakan bea masuk 0%, sementara dari Indonesia sebesar 7,7%-9,6% untuk ekspor ke UE; 24

D. Hasil Yang Dicapai Ekspor Kakao 2009 - 2014 Uraian Nilai ( US $) 2009 2010 2011 2012 2013 Jan-Oktober 2014 Pertumbuhan % (2009-2013) Biji Kakao 1.087.484.653 1.190.739.688 614.496.350 384.829.793 446.094.720 175.786.376 -25,26 Kakao Olahan 295.574.353 406.083.946 676.900.401 609.982.910 653.641.769 823.005.177 22,07 Volume (Ton) 439.305 432.427 210.067 163.501 188.420 57.347 -23,40 82.539 103.055 178.951 196.480 196.333 201.843 26,85 Volume ekspor biji kakao sejak tahun 2009 s/d 2013 mengalami penurunan rata-rata 23,4%, sedangkan ekspor kakao olahan mengalami peningkatan dari tahun 2009 s/d 2013 sebesar 26,86%.

Impor Uraian Nilai (US $) Pertumbuhan % (2009-2013) 2009 2010 2011 2012 2013 Jan-Okt 2014 Biji Kakao 76.312.425 89.497.057 62.881.032 62.977.833 77.422.094 245.939.184 -3,17 Kakao Olahan 23.269.513 47.584.735 73.828.621 68.530.766 70.111.925 46.856.307 29,31 Volume (Ton) 27.230 24.831 19.100 23.943 30.766 80.546 2,10 11.767 13.852 15.400 13.338 18.480 12.775 9,04 Volume impor biji kakao sejak tahun 2009 s/d 2013 mengalami peningkatan rata-rata 2,10%, disamping itu impor kakao olahan juga mengalami peningkatan dari tahun 2009 s/d 2013 sebesar 9,04%.

Nilai Investasi (US$ Juta) 3. Adanya beberapa investor asing yang membangun industri pengolahan kakao di Indonesia. 4. Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat seperti Nestle, Indolakto, Mayora, Unilever dan Garuda Food Putra Putri Jaya dengan investasi mencapai Rp. 4,57 Triliun. Perusahaan Lokasi Kapasitas (MT) Nilai Investasi (US$ Juta) 1 PT. Asia Cocoa Indonesia, Malaysia Batam 120.000 50 2 Jebe Koko, Malaysia Gresik 20.000 21,5 3 Barry-Comextra, Swiss Makassar 25.550 41,6 4 PT. Cargill Cocoa, USA 67.000 124,25 No. Perusahaan Lokasi Nilai Investasi (Rp Triliun) 1 Nestle Indonesia Karawang 1,90 2 Indolakto Pasuruan 1,24 3 Mayora Indah Tangerang 0,75 4 Unilever Bekasi 0,30 5 Garuda Food Putra Putri Jaya Rancaekek 0,38 27

Tumbuhnya beberapa industri cokelat skala kecil dibeberapa daerah antara lain di Garut, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Sumbar dan Bali. Tingkat konsumsi Kakao perkapita di Indonesia mengalami peningkatan dari 0,2 menjadi 0,5 kg/kapita/tahun.

Harmonisasi tarif bea keluar biji kakao dan turunannya. E. Kebijakan 5 Tahun Kedepan Koordinasi antar instansi dan dunia usaha dalam rangka pembahasan jaminan pasokan biji kakao Harmonisasi tarif bea keluar biji kakao dan turunannya. Promosi peningkatan konsumsi cokelat di dalam negeri dari 0,25 kg/kapita/tahun sampai dengan 0,6 kg/kapita/tahun. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi industri pengolahan kakao. Promosi investasi industri hilir kakao dan terbangunnya 1 industri hilir kakao baik berupa investasi baru atau perluasan. Peningkatan ekspor produk kakao olahan. Meningkatnya kapasitas produksi industri pengolahan kakao dan meningkatnya utilisasi industri kakao olahan di dalam negeri dari 50% menjadi 70%. 29

HILIRISASI RUMPUT LAUT A. Latar Belakang Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan produksi sebesar 237.774 ton atau 60% dari total produksi dunia (395.627 ton), yang terdiri dari: Euchema Sp. dengan produksi sebesar 176.000 ton Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar 59.374 ton Sargassum Sp. dengan produksi sebesar 2.400 ton Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering, yaitu sebesar 156.380 ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru sebesar 81.394 ton (34,2%). Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan pemerintah : Mendorong kesempatan kerja (pro-job), Pertumbuhan ekonomi (pro-growth), Kesejahteraan masyarakat (pro- poor).

B. Potensi Area Budidaya Rumput Laut

C. Data Produksi Rumput Laut Dalam Negeri Tahun 2014 (Satuan dalam Ton) No Uraian Jenis Rumput Laut Total Euchema sp Gracillaria sp 1 Total produksi rumput laut kering dunia 304.502 91.125 395.627 2 Total produksi rumput laut kering Indonesia *) 176.000 59.374 235.374   a) Ekspor 125.286 28.694 153.980 b) Suplai untuk industri saat ini 50.714 30.680 81.394 3 Total kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri 77.500 51.133 128.633 (Full Capacity) 4 Kekurangan pasokan bahan baku industri dalam negeri 26.786 20.453 47.239 * Keterangan : * tanpa Sargassum sp 2.400 ton

D. Data Industri Pengolahan Rumput Laut Dalam Negeri Tahun 2014 No Uraian Karaginan Agar Total 1 Kapasitas terpasang industri dalam negeri (Ton) 18.000 6.000 24.000 2 Produksi saat ini (Ton) 12.000 3.000 15.000 3 Utilisasi Kapasitas Terpasang (%) 67 50 63 4 Jumlah Perusahaan   25 5 Ekspor rumput laut olahan (Jan-Okt) Nilai (USD) 31.797.704 11.910.738 43.708.442 Berat (Ton) 3.884 774 4.659 6 Impor rumput laut olahan (Jan-Okt) 4.513.090 707.069 5.220.159 352 133 486 7 Total investasi (juta USD) 130 8 Jumlah tenaga kerja (orang) 3100

TECHNOLOGY PRODUCT MARKET E. Klasifikasi Produk Rumput Laut Beserta Turunannya berdasarkan Teknologi Budidaya/Pengolahan Agarophyte: Gracilaria sp Alginophyte: Sargassum sp & Turbinaria sp Gelidium sp Pterocladia sp Gelidiela sp Carrageenophyte: Eucheuma sp food/dairy, pharmacy, cosmetics, tissue culture, others. food/dairy, dressing, meat products, sauce, feed, pharmacy, others food/dairy, bread, sauce, textile, cosmetics, pharmacy, others Agar Karaginan Alginat Agronomic characterize, cultivation technique Gen manipulation, tissue culture Processing technique, standardize Formulating technique, standardize Raw matterial Base Product (hydrocolloid) PRODUCT TECHNOLOGY End Products Local Industries & Exports MARKET

F. Permasalahan Utilisasi kapasitas terpasang masih belum optimal, disebabkan kurangnya suplai bahan baku bagi industri pengolahan rumput laut dalam negeri. Kekurangan suplai bahan baku ini disebabkan oleh: pengenaan PPN 10% untuk rumput laut yang dijual di dalam negeri, sedangkan jika diekspor dibebaskan dari PPN, sehingga rumput laut kering cenderung diekspor ke luar negeri. masih belum berkembangnya teknologi budidaya (secara kuantitas produksi rumput laut masih kurang). 2. Kualitas bahan baku rumput laut masih rendah, yang disebabkan oleh: masih terbatasnya ketersediaan bibit rumput laut dengan rendemen (gel strength) yang tinggi. penerapan teknik budidaya belum maksimal masih kurangnya kesadaran pembudidaya rumput laut yang melakukan panen sebelum waktunya. Dukungan kebijakan fiskal dari Pemerintah masih kurang menyebabkan produk olahan produksi dalam negeri sulit bersaing di pasar internasional. Masih mahalnya biaya logistik baik untuk bahan baku maupun produk olahannya Masih terbatasnya jumlah infrastruktur pendukung seperti jalan dan pelabuhan.

G. Kebijakan Pengembangan Meningkatkan kemitraan dan integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir dalam rangka meningkatkan jaminan pasokan bahan baku dengan instansi terkait dan dunia usaha. Peningkatan utilisasi dan pengembangan investasi industri pengolahan rumput laut yang berbasis industri hijau Harmonisasi dan penyesuaian pos tarif komoditi rumput laut beserta olahannya, seperti penurunan bea masuk untuk komponen pendukung, pemisahan kode HS untuk produk olahan rumput laut Pemberian insentif seperti tax allowance, tax holiday, pembebasan PPN, dan lain-lain. Penyusunan SNI sebagai jaminan kualitas produk olahan rumput laut Penyusunan SKKNI dalam rangka memberikan jaminan penyediaan SDM yang kompeten Meningkatkan dukungan R&D dalam rangka mengembangkan inovasi produk hilir rumput laut

H. Target Pertumbuhan Industri Pengolahan Rumput Laut No URAIAN SATUAN TAHUN   2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 1 Jumlah Investasi Juta USD 130 133 135 138 141 144 146 2 Kapasitas Terpasang Ton 24.000 24.480 24.970 25.469 25.978 26.498 27.028 3 Produksi 15.000 15.690 16.414 17.172 17.966 18.798 19.671 Karaginan 12.000 12.498 13.017 13.557 14.119 14.705 15.316 -ATC 2.011 2.094 2.181 2.272 2.366 2.464 2.567 -SRC 8.269 8.612 8.970 9.342 9.729 10.133 10.554 -RC 1.720 1.791 1.866 1.943 2.024 2.108 2.195 Agar 3.000 3.192 3.397 3.615 3.846 4.093 4.355 4 Utilitas Produksi % 63% 64% 66% 67% 69% 71% 73% 5 Tenaga Kerja orang 3.100 3.264 3.436 3.617 3.808 4.010 4.221 6 Ekspor - Volume 3.884 4.999 5.207 5.423 5.648 5.882 6.126 - Nilai USD 31.797.704 35.399.084 36.868.146 38.398.174 39.991.698 41.651.354 43.379.885 774 1.124 1.196 1.272 1.354 1.441 1.533 11.910.738 13.923.069 14.815.537 15.765.213 16.775.763 17.851.090 18.995.345 7 Impor 352 300 287 275 264 253 243 4.513.090 4.498.768 4.312.069 4.133.118 3.961.594 3.797.187 3.639.604 234 219 205 192 179 168 707.069 618.210 578.583 541.496 506.786 474.301 443.898 Keterangan : Data Ekspor-Impor Tahun 2014 bulan Januari-Oktober

VII. PENUTUP

PENUTUP Pengembangan industri makanan, hasil laut dan perikanan memerlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha. Pengembangan industri hilir makanan, hasil laut dan perikanan akan meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus, antara lain : Peningkatan infrastruktur Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin peralatan pabrik Peningkatan SDM Pemberian insentif terhadap pengembangan industri makanan dan minuman. 39

TERIMA KASIH