Recidive di Berbagai Negara Oleh: Riswan Munthe
Masalah Recidive Dalam KUHPidana Indonesia, ada 3 (tiga) dasar umum pemberatan atau penambahan pidana bagi pelaku tindak pidana adalah sbb: Kedudukan sebagai pegawai Negeri. Recidive (pengulangan delik). Samenloop (gabungan atau pembarengan dua atau lebih delik) atau disebut juga concursus. Recidive atau pengulangan kejahatan tertentu terjadi bilamana oleh orang yang sama mewujudkan lagi suatu delik, yang diantarai oleh putusan pengadilan negeri yang telah memidana pembuat delik. Adapun putusan hakim yang mengantarai kedua delik itu lah yang membedakan recidive dengan concursus (samenloop, gabungan, pembarengan).
Beberapa KUHP Asing yang mengatur masalah recidive ini dalam aturan umum, antara lain: KUHP Thailand yang mengaturnya dalam buku I (General Provisions), Bab 8 yang berjudul Recidivism, Pasal 92-94; KUHP Korea yang mengatur nya dalam Buku I (General Provisions), Bab 2 sub 4 berjudul Repeated Crime, Pasal 35-36; KUHP Jepang, mengaturnya dalam Buku I (General Provisions), Bab X berjudul Repeated Crimes, Pasal 56-59. KUHP Norwegia, mengaturnya dalam Buku I tentang (General Part), bab 5 tentang alasan peringana atau pemberatan Pidana (Grounds for Mitigating or Aggravating Punishment), Pasal 61; KUHP Austria, mengaturnya dalam buku I tentang Felonies, Bab III Pasal 44 sebagai salah satu alasan yang memperberat sifat kejahatan pada umumnya. KUHP Polandia, mengaturnya dalam Buku I (General Part), Bab VIII tentang Residivism, Pasal 60-65. KUHP Yugoslavia, mengaturnya dalam bagian Umum (General Part), bab IV Pasal 40 (Recidivity) dan Pasal 40 A (Multiple Recidivity)
Mengenai kapan dikatakan ada recidive, pada umumnya beberapa KUHP asing diatas tidak berbeda dengan Indonesia, yaitu dihubungkan dengan persyaratan: Si pelaku pernah melakukan tindak pidana. Terhadap tindak pidana terdahulu itu, sipelaku telah dipidana dengan keputusan hakim yang tetap. Setelah dipidana si pelaku melakukan tindak pidana lagi dalam tenggang waktu tertentu. Beberapa ketentuan mengenai recidive dari berbagai KUHP asing yang cukup menarik diperbandingkan dengan ketentuan yang sama ini ada di dalam KUHP Indonesia, antara lain sbb: Dalam KUHPidana Norwegia (Pasal 61 ) ada ketentuan yang menyatakan bahwa:
“ketentuan-ketentuan mengenai pemberatan pidana dalam perkara recidive hanya dapat dikenakan pada orang-orang yang telah mencapai/genap usia 18 tahun pada saat melakukan tindak pidana yang terdahulu”. Ketentuan lain yang menarik dari Pasal 61 KUHP Norwegia itu ialah ketentuan yang berbunyi: “Pengadilan dapat memperhitungkan pidana-pidana terdahulu yang dijatuhkan (kepada terdakwa) di negara-negara lain untuk digunakan sebagai dasar pemberatan pidana sebagaimana halnya pidana-pidana itu dijatuhkan di negara ini”. Dalam KUHP Thailand, ketentuan yang menarik adalah Pasal 94 yang pada intinya menyatakan, bahwa aturan pemberatan pidana dalam hal recidive tidak berlaku untuk: 1) tindak pidana karena kealpaan (delik culpa); 2) tindak pidana ringan. 3) si pelaku tindak pidana tidak lebih (di bawah) umur 17 tahun.
Dalam KUHP Korea (pasal 35) ada penegasan, bahwa seseorang dikatakan telah melakukan pengulangan (recidive) apabila tiindak pidana yang diulangi atau dilakukan kemudian diancam dengan pidana penjara atau pidana yang lebih berat. Dalam KUHP Jepang (Pasal 56), yaitu untuk dikatakan ada recidive, seseorang harus pernah dijatuhkani pidana imprisonment at forced labor atau pernah dijatuhi pidana mati yang kemudian diganti dengan pidana imprisonment at forced labor, kemudian orang itu dipidana lagi dengan imprisonment at forced labor (pe.njara dengan kerja paksa). Hal yang menarik dari KUHP Polandia adalah adanya ketentuan khusus mengenai “pengulangan yang dilakukan berulang kali” (multiple recidivism) disamping pengulangan yang biasa atau baru yang pertama kali. Multiple recidivism ini diatur dalam Pasal 60 ayat (2) yang memberi batasan atau syarat-syarat multiple recidivism sbb: 1 ) seseorang yang telah dipidana 2 kali. 2 ) telah menjalani pidana seluruhnya atau sekurang-kurangnya telah menjalani 1 (satu) tahun pidana perampasan kemerdekaan.
Melakukan lagi tindak pidana sengaja yang sama dengan yang terdahulu (sekurang-kurangnya sama dengan salah satu tindak pidana terdahulu) dalam waktu 5 tahun setelah menjalani pidana yang terakhir. Pengulangan itu dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan materiil atau melakukan karena watak jahat.
SEKIAN dan TERIMA KASIH