HAM serta Hak dan Kewajiban Warga Negara
Membicarakan Hak Asasi Manusia (HAM) berarti membicarakan manusia dengan kemanusiaannya, yakni membicarakan hak-hak yang melekat kepada manusia secara kodrati yang tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Melekat secara kodrati inilah yang membedakan antara HAM dengan hak-hak yang lainnya.
Secara etimologis, sebagaimana diuraikan Majda (2013) hak asasi manusia terdiri dari tiga kata, yakni, hak, asasi, dan manusia. Dua kata pertama berasal dari Bahasa Arab, sementara kata manusia kata dalam bahasa Indonesia. Kata haqq merupakan bentuk tunggal dari kata haquq yang diambil dari kata haqqa, yahiqqu, haqqaan yang berarti benar, nyata, pasti, tetap dan wajib. jadi haqq adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kata asasiy berasal dari kata assa, yaussu, asasaan yang artinya membangun, mendirikan, dan meletakan. kata asas merupakan bentuk tunggal dari kata asus yang berarti asal, esensial, pangkal dari segala sesuatu. Sehingga kata asasi di adobsi ke dalam Bahasa Indonesia menjadi bersifat dasar atau pokok (majda: 2013)
Berikut beberapa defenisi tentang HAM: Soetandyo Wignjosoebroto: HAM adalah hak-hak mendasar (fundamental) yang diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia (Dalam Eko Praetyo, dkk: 2008) Muladi: HAM adalah hak yang melekat secara alamiah (inheren) pada diri manusia sejak manusia itu lahir, dan tanpa hak tersebut manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh (Dalam Eko Prasetyo, dkk: 2008). Berikut beberapa defenisi tentang HAM: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 1 angka 1): HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan kebaradaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Melekat pada manusia Kewajiban Negara Pengakuan sah atas kewajiban negara untuk menjamin bahwa hak-hak tersebut dihormati, dilindungi, dan dapat dipenuhi bagi semua warga negara. Universal Tidak diberi, tidak bisa dibeli, tidak diperoleh dengan cara apapun atau diwariskan. HAM berlaku bagi semua orang Fundamental HAM membentuk landasan bagi keberadaannya sebagai manusia Perlindungan Minimal Memberikan pengakuan moral tentang martabat dan kesataraan semua manusia serta setiap orang perlu diberi kesempatan mengembangkan diri secara penuh. HAM adalah perlindungan minimal yang bisa diperoleh setiap orang. Setara Sifat Dasar HAM Semua orang mempunyai hak yang sama. Tidak Absolut Dapat dikorbankan pada jika ada kepentingan sosial yang lain yang lebih penting, dalam situasi khusus, waktu terbatas dan dengan tujuan yang dianggap benar-benar perlu (misalnya dalam keadaan perang). Tidak Dapat Dibagi Tidak Dapat Dipisahkan HAM tidak dapat dilepaskan, dihilangkan, atau diserahkan, dan tidak dapat dibatasi kecuali dengan dinyatakan lain menurut undang- undang. HAM tidak dapat dipisah- pisahkan, semuanya saling berkaitan dan tidak dapat dibagi
Tonggak sejarah perkembangan HAM Perjanjian Agung (Magna Charta) di Inggris pada 15 Juni 1215 Tonggak sejarah perkembangan HAM Petition of Rights di Inggris tahun 1628 Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat pada 6 Juli 1776 Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia dan Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and of the Citizen) di Prancis tahun 1789 Deklarasi Universal tentang Hak- hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) pada 10 Desember 1948
Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia/DUHAM) yang di deklrasrikan pada tanggal 10 Desember 1948 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Tahun 1966. Telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) tahun 1966. Telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 Instrumen Internasional HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia antara lain: Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination Tahun 1969. Telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 Convention on the Elimination of All Forums of Discrimination against Women Tahun 1981. Telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1984.
Instrumen nasional HAM antara lain: Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UUDNRI Tahun 1945; 06 01 Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; 05 02 Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis 04 03 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Pancasila sebagai dasar negara juga mengandung muatan HAM, diantaranya sebagai berikut: Sila berisi jaminan kepada setiap orang untuk bebas menganut agama menurut agama dan kepercayaannya masing-masing serta setiap agama mempunyai kedudukan yang sama terhadap negara. Sila Pertama Sila Ketiga Sila ini berarti mengutamakan persatuan dan kepentingan bangsa di atas kepentingan suku, golongan, partai, dan organisasi sosial lainnya. Sila Kedua Sila ini berisi pengakuan terhadap kesataraan umat manusia dan adanya hak bagi setiap bangsa untuk hidup merdeka, bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Sila Keempat Sila Kelima Sila mengandung jaminan terhadap hak- hak politik untuk bebas menyalurkan aspirasinya melalui pemilihan umum. Sila ini berarti setiap orang berhak menikmati kehidupan yang layak sebagai manusia terhormat.
Lembaga-lembaga terkait HAM Nasional, diantaranya: Komisi Perlindingan Anak Indonesia (KPAI), didirikan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang didirikan berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), didirikan berdasarkan Kepres No. 181 Tahun 1998 tentang Komnas Anti-Kekerasan terhadap Perempuan. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia), didirikan berdasarkan Kepres No. 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
Secara umum belum ada definisi pelanggaran HAM yang disepakati secara umum. Meski demikian, sebagai diuraikan oleh Rhona K.M Smith, dkk (2008), beberapa ahli mendefenisikan pelanggara HAM sebagai pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen internasiol HAM baik dilakukan dengan perbuatannya sendiri (acts of commission) maupun oleh karena kelalaiannya sendiri (acts of ommission).
Untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di bentuk Pengadilan HAM baik bersifat permanen ataupun sementara (ad hoc). Kasus pelanggaran HAM yang pernah disidangkan oleh Pengadilan HAM Ad Hoc ini diantaranya Kasus Pelanggaran HAM Berat di Timor-Timor Pasca Jejak Pendapat yang disidangkan pada Pengadilan HAM Ad Hoc di Jakarta tahun 2002- 2003 dan kasus Pelanggaran HAM pada Peristiwa Tanjung Periok yang disidangkan pada Pengadilan HAM Ad Hoc di Jakarta tahun 2003-2004.
Pengadilan HAM bersifat ad hoc yang pernah dibentuk Pengadilan Nuremberg (Trial of the Major War Criminals Before the International Military Tribunal (IMT)). Pengadilan Tokyo (International Military Tribunal for the Far East, disingkat IMTFE). Pengadilan Yugoslavia (International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia). Pengadilan Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda/ICTR).