TANGGAPAN AKADEMIK DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Oleh: Dr. Harry Supriyono, S.H., M.Si.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Masukan PSHK terhadap RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum 27 September 2011.
Advertisements

Gedung Nusantara I Lantai I Jl. Gatot Subroto, Senayan
24/07/2013 PROSES PENYUSUNAN PROLEGNAS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 Oleh: Dr. Wicipto Setiadi , S.H., M.H. Kepala Badan Pembinaan.
PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RAPERDA PENDIDIKAN
NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bahan Perkuliahan Hukum Anggaran Negara
Materi Ke-11: PROGRAM LEGISLASI DPR-DPD
oleh : ANDRIE AMOES., SH,MH DIREKTORAT PERANCANGAN
BAB 3 Tata Urutan Perundang-Undangan
Materi Ke-14: MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KONSEPSI RPP PENYELENGGARAAN SPAM
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR
KAJIAN HARMONISASI RUU TENTANG BUMN
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 111 TAHUN 2014   TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA.
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
DRAFT Review UU Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dari Perspektif Penataan Ruang: POTENSI PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN KLARIFIKASI Sekretariat BKPRN.
DALAM PERSPEKTIF HUKUM TANAH NASIONAL (ASPEK PENGADAAN TANAH
KONSTITUSI NEGARA.
UU 30/2014 Administrasi Pemerintahan Drs. Yanuar Ahmad, MPA
S T R U K T U R PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI
DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Peran Ombudsman RI dalam pengawasan penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia (sesuai UU No. 37/2008 ttg Ombudsman RI dan UU No. 25/2009 ttg Pelayanan.
STRATA BANGUNAN BERTINGKAT
KAJIAN HARMONISASI RUU PENYIARAN
RPP PENYELENGGARAAN SPAM
KONSEP PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN
BADAN LEGISLASI DPR RI 19 APRIL 2016
ORGANISASI DAN TATA KERJA (OTK) UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MEKANISME PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 BY: SRIYANTO.
SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU
Penyusunan Peraturan Desa Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa M. RUM PRAMUDYA, S.H. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik.
BAHAN KULIAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH FAKULTAS HUKUM UII 2016
PERATURAN DAERAH Muchamad Ali Safa’at.
SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU
Pikiran-Pikiran Umum Masyarakat Sipil Terhadap Rancangan PP Perencanaan Hutan Bogor 28 Juni 2016.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi KEMENTERIN KELAUTAN DAN PERIKANAN
NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016.
Bahan Kuliah Mahasiswa FH UII Yogyakarta 205.
Materi: Sistem Pembagian Kekuasaan
KEPALA DAERAH & WAKIL KEPALA DAERAH DR. Ni’matul Huda, SH, MHum
Fungsi, Wewenang, dan Hak
Materi Ke-13: Pengujian Terhadap Perda (Toetzingrecht)
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
Materi Ke-13: Pengujian Terhadap Perda (Toetzingrecht)
HUKUM ADAT DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN (Dulu & Sekarang)
Perundang-undangan di Indonesia
BADAN LEGISLASI 23 AGUSTUS 2017
Disusun Oleh Pipit Fitriyani, S.Pd
Kelompok 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja.
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
(sebagai urusan pemerintahan)
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN (RPIK) LAMPUNG SELATAN TAHUN NASKAH AKADEMIK.
Mempelajari Sumber Hukum Undang-Undang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP APARATUR PEMERINTAH DAERAH DARI JERATAN PIDANA MELALUI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO 48 TAHUN 2016 Drs. TRI YUWONO, M.Si.
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI JAWA TENGAH
MEKANISME PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ASPEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM PELAKSANAAN PP 24/2018
WORKSHOP DRAF RAPERDA INISIATIF DPRD DIY TENTANG
KONSTITUSI NEGARA. A. KONSTITUSI NEGARA 1) Konsep Konstitusi  Konsep konstitusi berasal dari istilah “constituer” --- membentuk Artinya : untuk pembentukan.
PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA Sesuai dengan Permendagri NO. 111 TAHUN 2014 & Regulasi Terkait.
PELATIHAN DASAR TEKNIS BIDANG SUMBER DAYA AIR
KEBIJAKAN PENGATURAN PENGELOLAAN SDA
TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Transcript presentasi:

TANGGAPAN AKADEMIK DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Oleh: Dr. Harry Supriyono, S.H., M.Si. Ketua Departemen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada WORKSHOP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 14 Desember 2018

Legal Standing Penyusun Draft RAPERDA SEBAGAI HAK INISIATIF DPRD DIY Pergeseran atau pengalihan kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR yang dihasilkan dari Perubahan Pertama UUD 1945 (Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1), setidaknya mencatat beberapa hal: Pertama, dengan menggeser kekuasaan legislative dari Presiden ke DPR berarti memperkuat kedudukan dan fungsi DPR sebagai lembaga legisatif. Kedua, ketentuan Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan RUU, berhadapan dengan kewajiban konstitusional DPR dalam proses pembentukan UU. Ketiga, pergeseran kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR membawa konsekuensi peningkatan peran anggota DPR, khususnya dalam menggunakan hak inisiatifnya untuk mengajukan RUU. Demikian pula dengan di Daerah, bahwa DPRD dapat pula mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA). Karenanya saya mengapresiasi langkah DPRD DIY menyiapkan Draft Akademik dan Draft Raperda tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.

Mengapa Tidak Menunggu Diundangkannya UU Pengelolaan SD Air yang Baru? Perlu diingat bahwa berdasarkan Putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2015 atas uji materi UU Nomor 7 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Air, bahwa UU tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga harus kembali kepada UU No. 11 Tahun 1974. Dilihat dari sisi kebutuhan dan psikologis masyarakat sesungguhnya lebih menghendaki adanya Undang-undang Pengelolaan SD Air (Baru) yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan dan dinamika yang berkembang selama ini, termasuk mengatasi konflik air. Berbagai persoalan tersebut di antaranya mengenai keberadaan masyarakat yang berhubungan langsung dengan SD Air yang sangat vital dalam menjamin hidup dan kehidupannya, persoalan daerah aliran sungai, karst, persoalan privatisasi ataupun perizinan pengusahaan air, persoalan penataan dan/atau penggunaan air, hingga persoalan penegakan hukum atas pengelolaan SD Air.

Enam Prinsip Dasar Pengelolaan SD Air Pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air; Negara harus memenuhi hak rakyat atas air, akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri; Kelestarian fungsi lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya hak kualitas air dan kuantitas air sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan pasal 28 H ayat 1 UUD 1945; Cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, sehingga pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air bersifat mutlak; Prioritas utama dalam pengusahaan atas air diberikan kepada BUMN dan/atau BUMD; Apabila semua batasan tersebut telah terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, pemerintah dapat memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

Pengaturan dan Penegakan Hukum Pengelolaan SD Air Ada baiknya untuk mendisain pengaturan dan penegakan hukum Pengelolaan SD Air, dengan memahami dinamika baru dalam tipe kontrol hokum lingkungan: Pengaturan langsung (direct regulation) Mencakup perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu yang tercermin pada mekanisme perizinan maupun "general rules" , lazim dikenal sebagai command and control. Pengaturan tidak langsung (indirect regulation) Bermaksud memberikan pilihan atraktif untuk melakukan perubahan perilaku di bidang pengelolaan SDA- lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk instrumen-instrumen keuangan ("financiele instrumenten"). Pengaturan diri sendiri (self regulation) Sejalan dengan paradigma pengelolaan baru yang terus berkembang, seperti praktek pengelolaan SDA- lingkungan secara sukarela (voluntary environmental practice code) seperti misalnya: ISO-14000 yang dikeluarkan oleh International Standardization Organization (ISO). Rene Seerden dan Michiel Helderweg (dalam GH Addink, 1999)

Catatan Koreksi Beberapa Pasal Konsideran selain memuat pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis, ada baiknya mengungkapkan fakta persoalan “kevakuman” undang- undang yang memadai. Teori Hukum Pembangunan dapat membantu dan masuk dalam draft akademis. Teori ini menggunakan pendekatan normatif – sosiologis. Demikian pula dengan dasar hukum rujukan seharusnya tetap mengacu kepada beberapa PP sebagai pelaksanaan UU No. 7/2004 sepanjang tidak bertentangan tidak masalah, termasuk PP No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan. Asas Pasal 2  Perlu ditambahkan asas keberlanjutan (bisa saja cukup digabungkan ke huruf a atau huruf b, termasuk tambahan perlunya asas keterpaduan sebagai ciri utama pengelolaan SD Air.

Catatan Koreksi Beberapa Pasal Bab II Perencanaan belum ada mandat hukum legitimasi kewenangan perencanaan pengelolaan di DIY  logika hukumnya atribusi kewenangan oleh UU kepada Daerah  Daerah (DIY) berdasarkan atribusi dan/atau delegasi dapat pula menegaskan mandate kepada instansi di bawahnya untuk membantu pelaksanaannya. Adakah hasil perencanaan yang selanjutnya harus di akomodasi dalam RTRW – RDTRK, seperti keberadaan CAT, Konservasi Air dalam Karst, Bendungan, embung, mata air, dll. Perlindungan Pasal 11 huruf g harus disandingkan dengan pengaturan kebijakan daerah tentang penetapan insentif dan disinsentif yang mengikuti pajak jasa lingkungan (air) sesuai amanat PP 46/2017.

Catatan Koreksi Beberapa Pasal Pengawetan air Pasal 12 pada dasarnya mengimplementasikan suatu prinsip untuk menahan air selama mungkin di hulu. Namun tidak ada norma yang jelas, tegas mewajibkan pada Kepala Daerah atau instansi untuk membangun sarana prasarana guna menahan air di daerah hulu dan pemetaannya lebih lanjut dengan peraturan Gubernur/Bupati/Walikota. Pasal 13  Mengapa hanya koordinasi? Konteks pengelolaan adalah kejelasan kewenangan yang dilakukan secara terpadu. Pasal 13 ayat (5)  penyebutan hutan lindung terlalu sempit  kawasan hutan KSA – KPA. Demikian pula harusnya juga berlaku pada air tanah dangkal. Perlu penambahan bagian ketujuh (baru) pada Bab III yaitu dimasukkan cekungan air tanah  di DIY sesuai Keppres No. 26/2011  terdapat CAT Sleman, CAT Menoreh dan Wates, dan CAT Wonosari.

Catatan Koreksi Beberapa Pasal Bab IV  Ingat prinsip (6 prinsip). Pasal 28  Wilayah sungai Progo, Opak,… ? Apakah ke 3 sungai hanya pengusahaan media atau sebenarnya mencakup pengusahaan materi. Pasal 29 ayat (3) huruf g (hati2 nyelinap) karena kontradiksi dengan huruf a. Atau harus ada ayat tersendiri tentang subyek hukum pelaku pengusahaan. Pasal 30 Ingat prinsip, sehingga harus sudah ditentukan rambu-rambunya bila BUMD bekerjasama dengan swasta. Pasal 51 Perizinan. Perlu diingat fungsi izin, prasyarat (khususnya prasyarat lingkungan), mekanisme, pembatalan dan upaya hukum. Bab XIII  Norma larangan. Banyak hal belum masuk sebagai norma larangan, sehingga perlu perbaikan pula pada pasal-pasal sanksi pidana : Pasal 54 (2) ? Pasal 56 ayat (?)? Pasal 60  huruf b/c. Ataupun cukup dengan sanksi administrative.

Penegakan hukum administrative yang hanya mengandalkan pendekatan command and control dalam praktek justru hanya menambah beban biaya penegakan dan efektfitasnya diragukan. Demikian pula karena jenis sanksi yang semata bertujuan menghukum (putinief). Karenanya penegakan hukum harus dikombinasikan antara penegakan hokum preventif melalui pengawasan dan penerapan insentif-disinsentif, serta sanksi hukum administrative yang bertujuan perbaikan (reparatoar), menghukum (punitief), dan regresif. SELESAI