1. Pengertian Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi harus membuat obat sesuai aturan CPOB agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan konsumen, baik karena ketidakamanan, ketidakefektifan, maupun mutu obat yang substandar (Menkes RI, 2010).
Persyaratan untuk memperoleh Izin Industri Farmasi tercantum dalam Permenkes RI Nomor1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah sebagai berikut: 1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. 2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. 4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. 5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian (Menkes RI, 2010).
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010, untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi diperlukan persetujuan prinsip. Tata cara permohonan persetujuan prinsip Industri Farmasi sebagai berikut: a.Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi. b.Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan. c.Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk Pembangunan (RIP) paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima. d.Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapannya. e.Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima atau menolaknya.
f. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini (Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2011).
a. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. b. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh Direktur Utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu diajukan ke Kementerian Kesehatan beserta kelengkapannya. c. Permohonan izin industri diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB.
e. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. f. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon. g. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon. h. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi (Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2011).
Izin produksi industri farmasi dapat dicabut apabila melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2011).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/Xii/2010 Tentang Industri Farmasi pasal 15 Industri Farmasi mempunyai fungsí: a. pembuatan obat dan/atau bahan obat; b. pendidikan dan pelatihan; dan c. penelitian dan pengembangan.
Pasal 21 1)Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri Farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. 2)Industri Farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. 3)Industri Farmasi pemberi kontrak dan Industri Farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat. 4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan obat kontrak ditetapkan oleh Kepala Badan.
1. TUJUAN - Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa: a.Untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan b.Memperkecil resiko pencemaran silang dankesalahan lain c.Memudahkan pembersihan, sanitasi danperawatan yang efektif untuk menghindarkan hal-hal yang dapat menurunkan mutu obat
Konstruksi bangunan memenuhi syarat apabila: terlindung dari pengaruh cuaca,banjir, rodents " insects $erta mempermudah prosedurrodent " pest control Disain ruangan suatu pabrik hendaklah mempertimbangkan a.penerimaan bahan awal b.keluar-masuk karyawan c.pemakaian seragam kerja d.mandi, cuci tangan dan buang air kecil e.penyerahan produk jadi untuk distribusi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang suatu pabrik: a.luas ruangan b.peralatan c. alur proses produksi d.Pipa-pipa saluran e.Penerangan f.permukaan langit-langit, dinding,lantai dan sarana lain g.ventilasi pengendali udara (prefilter,medium filter,hepa filter)
1. Area penimbangan Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yangdidesain khusus. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
2. Area produksi Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat pencemaran silang,pengendali suhu dan,bila perlu, pengendali kelembaban udara sesuai kebutuhan. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,permukaannya rata dan memungkinkan pelaksanaan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan.
Tata letak ruang dalam area produksi yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut: 1.Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self- contained harus disediakan untuk produksi obat tertentu. 2.Luas area kerja produksi minimal 2 kali luas yang diperlukan untuk penempatan peralatan (termasuk wadah yang diperlukan untuk suatu kegiatan) ditambah luas area untuk keperluan pembersihan dan perawatan mesin oleh operator produksi atau teknisi. 3.Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah: a.Kedap air. b.Tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel.
3. Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk,menjamin kondisi penyimpnan yang baik, memberikan perlindungan terhadap bahan dan produk terhadap cuaca serta aman. Hendaklah dapat memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca, didesain dan dilengkapidengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat penyimpanan.
4. Area Pengawasan Mutu Lab. QC terpisah dari area produksi Desain sesuai kegiaan Ruangan terpisag dengan instrumen
5. sarana pendukung Toilet tidak boleh berhubungan langsungdengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang istirahat dan kantin. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubunganlangsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.
Daftar pustaka Permenkes RI Nomor1799/Menkes/Per/XII/2010 ttng industri farmasi CPOB 2016 Direktorat jendral Bidang farmasi dan Alkes RI, 2011 ttng industri farmasi