DAMPAK KEMERDEKAAN TIMOR –TIMUR BAGI MASYARAKAT INDONESIA YANG TINGGAL DI TIMOR-TIMUR Oleh LUSIANUS SAKU NPM: INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BUDI UTOMO MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH DAN SOSIOLOGI MEI 2018
BAB I LATAR BELAKANG A.Konflik Antara Indonesia Dan Timor-Timur Konflik antara Indonesia dan Timor-Timur sudah dimulai pada saat invansi militer Indonesia pada tahun Salah satu konflik yang menyita perhatian Internasional yaitu peristiwa Santa Crus pada 12 november 1991, yang membantu Timor-Timur untuk mematahkan isolasi internasionalnya. Peristiwa ini terjadi karena adanya demonstrasi dari mahasiswa dan pemuda Timor-Timur memprotes meninggalnya salah satu aktifis (Sebastiao Gomes) yang di tembak mati oleh militer Indonesia. Aksi demonstrasi tersebut mendapat respon dari pihak keamanan dengan menembaki para demonstran tersebut, yang menyebabkan ratusan jiwa mennggal dunia. Peristiwa Santa Crus inilah yang merupakan awal dari kebangkitan masyarakat Timor-Timur dalam menuntut kemerdekaan. B.Perilaku Aparat Pendatang di Timor-Timur Arogansi kaum pendatang terutama Aparat pemerintah, TNI dan POLRI di Timor- Timur sebagai salah satu penyebab munculnya kecemburuan sosial antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang. Akibatnya timbulnya rasa kurang percaya dari masyarakat lokal terhadap Pemerintah Indonesia.
C. Rakyat Timor-Timur Menuntut Referendum Kejadian-kejadian dan masalah-masalah yang terjadi terus menerus di Timor-Timur pasca berintegrasi dengan Indonesia memicu rakyat Timor-Timur menuntut referendum. Kelompok-kelompok mahasiswa Timor-Timur menyelenggarakan forum-forum terbuka di Dili dan di daerah-daerah Timor-Timur lainnya untuk membahas dan memperdebatkan status politik Timor-Timur. pada hari Minggu 28 Juni 1998 ribuan massa Timor-Timur memenuhi halaman Hotel Mahkota, tempat para duta besar anggota Dewan Uni Eropa tinggal. Massa mendesak delegasi Dewan Uni Eropa supaya segera diadakan referendum di Timor-Timur. Selain massa, seorang tokoh Fretilin yang ditahan di LP Cipinang yaitu Xanana Gusmao, juga menyarankan diadakan referendum. Xanana Gusmao menyampaikan sarannya kepada mantan Panglima Komando Pelaksana Operasi (Pangkolakops) Mayjen Theo Syafei di LP Cipinang bahwa untuk menyelesaikan masalah Timor-Timur perlu dilakukan referendum. Apapun hasilnya, referendum akan bisa diterima semua pihak. D. Hubungan rakyat Timor-Timur dengan pihak lain 1.Relasi dengan Gereja Katholik dan Uskup Bello Para pemimpin agama tentu selalu berorientasi pada kemanusiaan dan peradaban yang layak. Jika terjadi kekerasan atau kejahatan kemanusiaan, mereka berada di garis terdepan untuk menghadang. Gereja di Timor-Timur juga demikian. Beberapa kasus kekerasan yang terjadi sejak awal kehadiran Indonesia atau TNI di Timor-Timur kadang memicu kekecewaan, antipati, dan kritik keras Gereja.
2. Hubungan dengan Media Media lokal yang paling berpengaruh di Timor-Timur adalah Suara Timor-Timur. Hampir semua pegawai Suara Timor-Timur beragama Katolik. Oleh karena itu mereka memiliki hubungan yang akrab dengan gereja, termasuk dengan Uskup Belo. Kedekatan tersebut membuat Suara Timor-Timur cenderung memihak gereja sesuai dengan misi kemanusiaannya. Setiap kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh TNI segera diberitakan lewat media. Kebijakan pemberitaan Suara Timor-Timur lebih disejajarkan dengan suara serta kebijakan gereja dan masyarakat luas yang memiliki pandangan negatif dan kecurigaan terhadap Indonesia. E. Tanggapan internasionalterhadap konflik di Timor-Timur 1.Amerika Serikat Pada bulan Mei 1992, Tony Hall mengajukan satu undang-undang dalam Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghentikan semua bantuan ekonomi dan militer kepada Indonesia selama Indonesia tidak mematuhi resolusi PBB. Resolusi PBB tersebut menyerukan kepada Indonesia supaya mundur dari Timor-Timur dan membiarkan penyelenggaraan referendum oleh PBB mengenai penentuan nasib sendiri. 2. Australia Pertemuan Tingkat Tinggi Howard-Habibie pada bulan April 1999 di Bali membantu membuka jalan untuk menciptakan keadaan bagi konsultasi rakyat. Upaya diplomatik dan politik Australia yang penting telah membantu memperkuat dukungan internasional untuk tindakan penentuan nasib sendiri dan selanjutnya untuk memulihkan keamanan.
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB sebagai penegah bagi Pemerintah Indonesia dan Portugal menyelesaikan perundingan yang menghasilkan sebuah kesepakatan, Perjanjian 5 Mei yang ditandatangani di markas besar PBB di New York pada tanggal 25 Mei Isi Perjanjian 5 Mei adalah memberi wewenang kepada PBB untuk memberikan tawaran pemerintah Indonesia kepada rakyat Timor-Timur otonomi khusus untuk di pertimbangkan dan diterima atau ditolak melalui suatu konsultasi rakyat berdasarkan pemungutan suara langsung, rahasia, dan umum. F. Sikap Indonesia terhadap Timor-Timur Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri dari Presiden republik Indonesia dan digantikan oleh B.J. Habibie, Presiden Habibie menghendaki supaya setelah tahun 2000 masalah Timor-Timur dapat diselesaikan. Untuk itu walaupun mendapatkan berbagai kritikan dari berbagai pihak di Indonesia, pada tanggal 11 Februari 1999 Presiden Habibie menyatakan akan memberikan kemerdekaan kepada Timor-Timur. Dan keputusan akhir tanggal 5 Mei 1999 adalah kesepakatan untuk melaksanakan referendum atau jajak pendapat di Timor-Timur dengan dua opsi yaitu: otonomi khusus dan merdeka.
BAB II PROSES KEMERDEKAAN TIMOR- TIMUR A.Persiapan Referendum Pada tahun 1999 sejak Presiden Habibie memberikan opsi referendum kepada rakyat Timor- Timur, maka dibentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1246 (1999) tanggal 11 Juni 1999 untuk mengorganisasi, mengawasi, dan memfasilitasi persiapan dan pelaksanaan referendum di Timor-Timur sesuai dengan persetujuan antara RI- Portugal-PBB pada tanggal 5 Mei Isi persetujuan New York antara lain: 1.Kesepakatan tentang persetujuan RI-Portugal mengenai masalah Timor-Timur. 2. Persetujuan bagi modalitas atau tatacara Jajak Pendapat melalui pemungutan suara secara langsung, bebas, dan jujur serta adil. 3.Persetujuan tentang pengaturan keamanan Jajak Pendapat. Dalam proses pelaksanaan Referendum dibagi dalam empat tahap, yaitu tahap Pertama adalah pendaftaran, mulai dari tanggal 16 Juli sampai 4 Agustus. Diikuti masa kampanye sampai tanggal 27 Agustus, tiga hari sebelum referendum. Selanjutnya pemungutan suara pada tanggal 30 Agustus.Terakhir adalah pengumuman hasil referendum pada tanggal 4 September
B. Jalanya Referendum Referendum diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus Setelah diadakannya pemungutan suara, maka hasil referendum tersebut diumumkan secara resmi pada tanggal 4 September 1999 di Dili. Setelah diumumkan hasilnya rakyat Timor-Timur menginginkan kemerdekaan. Jumlah surat suara dalam referendum adalah ; jumlah suara yang sah atau 98,2% dan jumlah suara yang tidak sah atau 1,8%. Berdasarkan hasil perhitungan surat suara yang sah, rakyat yang menghendaki otonomi luas dalam lingkup Negara Republik Indonesia hanya atau 21,5%, sedangkan mayoritas rakyat memilih untuk merdeka. Rakyat yang memilih merdeka sejumlah atau 78,5%. Pada tanggal 4 September 1999 pasca pengumuman hasil referendum yang dimenangi oleh kelompok pro kemerdekaan, terjadi kerusuhan di hampir seluruh wilayah Timor-Timur, terutama di Dili. Pihak yang kalah dan kecewa dengan hasil jajak pendapat melakukan tindak kekerasan, teror, dan intimidasi terhadap para pendukung anti-integrasi.Pertikaian dan konflik antara kedua pihak semakin meningkat setelah masing-masing pihak menyatakan siap untuk perang. Untuk mengatasi situasi yang tidak kondusif tersebut, maka Dewan Keamanan PBB kemudian mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang disetujui secara aklamasi oleh 15 anggota DK PBB. Berdasar Bab VII Piagam PBB, maka DK PBB memberi wewenang pembentukan pasukan multinasional (Multinational Force/MNF) yaitu INTERFET (International Force East Timor). Badan ini bertugas untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor-Timur, melindungi dan mendukung UNAMET dalam melakukan tugasnya, dan memfasilitasi operasi bantuan keamanan PBB serta harus bersikap netral.
C. Pemerintahan Transisi di Timor-Timur Setelah proses referendum selesai maka pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR melakukan Sidang Pleno. Dalam pertemuan itu MPR mengakui hasil dari jajak pendapat yang telah dilakukan dan membatalkan undang-undang pengintegrasian Timor-Timur ke NKRI. Kemerdekaan Timor-Timur secara konstitual diperkuat dengan TAP MPR NO.V/MPR/1999.dengan demikian pemerintah Republik Indonesia tidak memiliki tanggung jawab atas masa depan Timor-Timur. Untuk itu, jalannya masa pemerintahan diwilayah tersebut dilakukan oleh United Nation Transition Administration Of East Timor (UNTAET) yang tunjuk oleh PBB sampai pemerintahan defenitif Timor-Timur terbentuk. UNTAET didirikan oleh dewan keamanan PBB pada tanggal 25 Oktober Badan ini bertugas untuk memelihara keamanan dan menjaga hukum serta ketertiban diseluruh wilayah Timor-Timur. Selain itu juga bertanggung jawab secara menyeluruh atas penataan Timor-Timur dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kekuasaan legislatif dan eksekutif termasuk administrasi pengadilan. Keberadaan UNTAET memiliki landasan hukum yang disahkan dengan Resolusi Nomor UNTAET membentuk suatu lembaga penting yaitu Pemerintahan Peralihan Timor-Timur atau East Timor Transitional Administration (ETTA) pada tanggal 7 Agustus 2000 untuk lebih meningkatkan partisipasi orang Timor (Timorisasi). Langkah UNTAET ini dimaksudkan untuk membantu memulihkan situasi dan kondisi di Timor-Timur, baik prasarana fisik yang hancur sekitar 70-80% serta perekonomian yang stagnan supaya segera bekerja. Tetapi yang paling penting adalah menggerakkan roda pemerintahan sementara.
D. Kemerdekaan Definitif Timor Leste 1.Persiapan rakyat untuk menyambut kemerdekaan Dalam rangka menyambut proklamasi kemerdekaan Timor Leste, penduduk Dili mendandani gedung yang terkena peluru dan merapikan jalanan yang penuh dengan kubangan besar. Taman Makam Pahlawan Seroja, tempat TNI yang gugur dimakamkan kembali kelihatan asri setelah tidak dirawat. Semuanya dilakukan oleh penduduk Dili supaya penyerahan kedaulatan dari Pemerintahan Transisi PBB untuk Timor-Timur (UNTAET) kepada Presiden Terpilih Republik Demokratik Timor Leste, Xanana Gusmao berjalan dengan baik. 2.Jalannya proklamasi kemerdekaan Tepat pada tanggal 20 Mei 2002 jam 00:00 malam waktu setempat, merupakan hari bersejarah bagi seluruh rakyat Timor-Timur dan dikenang selama akhir hayat. Turut hadir dalam peristiwa tersebut beberapa pemimpin dunia, tamu terhormat seperti Senator dari Amerika Serikat Hillary Clinton, Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan sekitar rakyat Timor Leste yang telah memenuhi lapangan Taci Tolu, Dili. Tujuannya kehadiran dari pihak-pihak tersebut itu untuk menyaksikan perayaan kemerdekaan yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, sekaligus pengambilan sumpah Presiden terpilih Alexander Kay Rala Xanana Gusmao, dan penurunan bendera biru berlambangkan PBB. Puncakdari peristiwa itu adalah pengibaran bendera kebangsaan Timor Leste.
DAMPAK KEMERDEKAAN TIMOR-TIMUR A.Dampak Politik 1.Kompleksitas masalah eks Pejuang ProIntegrasi Persoalan yang harus ditangani oleh pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan Timor Leste adalah keberadaan para mantan pejuang prointegrasi (PPI) yang tersebar di wilayah Timor Barat Indonesia. Para Pejuang Integrasi tersebut antara lain: Besi Merah Putih yang bergerak dibawah komando Manuel Sousa, Pasukan Halilintar dengan Komandannya Joao Tavares, Jati Merah Putih yang dipimpin langsung oleh Edmundo Da Concencao, Mahidi dibawah kendali Cancio Lopez, dan Kelompok Aitarak yang digerakan oleh Eurico Guteres. Menurut catatan, kelompok yang lahir secara sporalis itu berjumlah 20 group. Pada akhirnya mereka bergabung dalam organisasi masa bernama Pasukan Pejuang Integrasi (PPI), yang oleh kalangan barat disebut Milisi. 2.Ketegangan di perbatasan Pasca kemerdekaan Timor Timur ketegangan diperbatasan sering terjadi baik dari pihak Milisi, maupun TNI dengan pasukan Interfet dan kelompok Pro Kemerdekaan. Salah satu kejadian yang terjadi pasca referendum adalah, bentrokan antara TNI dengan pasukan Interfet di perbatasan Motaain.
3.Pengadilan terhadap Milisi Pro Indonesia Setelah kemerdekaan Timor Leste, maka untuk mencari keadilan terhadap kasus pelanggaran HAM yang terjadi pasca referendum PBB terus mencari ratusan milisi yang tercantum dalam daftar orang yang dicari di unit kejahatan serius (Serious Crime Unit) atau SCU PBB, dengan tuduhan melakukan pelanggaran HAM pada tahun Untuk menindaklanjuti tekanan internasional terhadap para pelanggar HAM di Timor- Timur ketika itu, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan dengan pertama dalam kasus hak asasi manusia di Timor-Timur, dengan menjatuhkan hukuman penjara terhadap Abilio Soares dengan tuntutan tiga tahun penjara pada mantan gubernur wilayah itu. Abilio dinyatakan bersalah oleh hakim pengadilan adhoc karena tidak mencegah kekerasan yang dilakukan oleh bawahannya. Selain Abilio Soares, pengadilan Indonesia juga menjatuhkan hukuman bagi pemimpin milisi Aitarak yaitu Eurico Gutteres yang diduga melakukan pelanggaran HAM di Timor-Timur. 4.Embargo militer oleh Amerika Serikat Salah satu dampak politik yang harus diterima oleh Indonesia setelah kemerdekaan Timor Leste yakni embargo militer yang di terapkan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap Pemerintah Indonesia. Walaupun keputusaan dari Pentagon dianggap oleh berbagai pihak terutama masyarak Indonesia yang dinilai bertolak belakang dengan kejadian tahun 1975.
B. Dampak Sosial dan Budaya 1.Persoalan Pengunsi Pergolakan politik yang terjadi di Timor-Timur pasca jajak pendapat pada tahun 1999, menyebabkan kurang lebih penduduk baik pribumi maupun pendatang yang pada ketika itu menetap dii wilayah tersebut mengungsi ke wilayah Timor Barat NTT dan sekitarnya. Banyak warga eks Timor-Timur yang sudah kembali setelah ditawari repatriasi, tetapi banyak pula yang memilih tetap tinggal di wilayah NKRI karena persoalan harga diri dan cinta pada Merah Putih. Keberdadaan para pengunsi dari Timor-Timur di Indonesia hingga saat ini menjadi sala dari Pemerintah Indonesia dalm mensejahterakan kehidupan mereka. 2.Masalah Perbatasan Persoalan perbatasan antara Timor Barat dan Timor-Timur sudah ada sejak jaman kolonial antara Belanda yang menguasai Timor barat dan Portugis yang menguasai Timor bagian timur. Pada masa integrasi setelah Timot-Timur secara resmi bagian dari wilayah NKRI pada tanggal 17 Juli 1976 garis batas yang digunakan pada saat itu adalah batas lama. Akan tetapi atas desakan warga Timor Leste kepada pemerintah setempat agar diperbolehkan untuk menggarap lahan di wilayah sengketa sebelumnya. Oleh karena itu pada tahun 1988, tim TNI-AD, Kepolisian dan BPN melakukan pemasangan pilar batas yang baru sebagai tanda batas administratif antara privinsi timor- timur dan provinsi NTT (wilayah Timor Barat). Pada beberapa titik batas baru ini digeser masuk ke wilayah timor barat, penggeseran wilayah ini untuk menarik simpati warga Timor Leste yang baru bergabung sebagai bangsa Indonesia.
Pasca kemerdekaan Timor Leste yang secara resmi disahkan oleh PBB pada tanggal 20 mei 2002, dan menjadi sebuah negara yang dan berdaulat sepenuhnya atas wilayah teritorialnya, pada saat itulah persoalah perbatasan kembali mengemuka. Untuk mengantisipasi persoalan perbatasan tersebut kedua negara mulai melakukan survei delineasi bersama, guna mengetahuai titik-titik batas darat. Penentuan garis batas ini tanpa melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang mengetahui sejarah perbatasan antara Timor Barat dan Timor-Timur. Sehingga hasil dari penetapan perbatasan ini tidak diterima baik oleh masyarakat kedua negara yang saling mengklaim atas kepemilikan tanah tersebut, sehingga sering terjadi konflik sosial antar kedua masyarakat tersebut di zona perbatasan. Masalah perbatasan tidak hanya terjadi karena saling klaim wilayah antar kedua masyarakat. Namun persoalan perbatasan yang muncul pasca kemerdekaan Timor-Timur muncul dari beberapa oknum baik yang berada di wilayah perbatasan maupun dari luar yang memanfaatkan teritorial kedua negara tersebut, untuk melakukan tindakan kejahatan berupa pencurian, perdagangan ilegal, penyebaran narkoba maupun perlintasan ilegal oleh kedua warga negara tersebut tanpa sepengetahuan pihak keamanan setempat.
3.Budaya dan Adat Istiadat Dari aspek budaya maupun adat istiadat kedua masyarakat khususnya yang mendiami wilayah teritorial kedua negara memiliki banyak kesamaan yakni suku yang sama dengan bahasa yang sama, cara berpakaian, ritual adat maupun kepercayaan berupa agama. Oleh karena itu, batas geografis tidak dapat menjadi batas sosial dan kultur antara orang Timor yang ada di Indonesia maupun yang ada di Timor Leste. Hal ini diperkuat dengan argumentasi yang dikemukankan oleh Yanuarius Koli Bau bahwa:”Tampaknya pembatasan wilayah geografis ini tidak mampu menimbulkan perbatasan budaya yang tegas, terutama untuk kelompok etnis Buna, Dawan, Kemak dan Tenun yang mendiami budaya bekas jajahan Portugis dan Belanda” Oleh karena itu pasca kemerdekaan Timor Leste dampak terhadap budaya dan adat istiadat tidak begitu signifikan, yang membedakan hanyalah status kewarganegaraan. Akan tetapi dalam hal silahturahmi tidak semudah pada masa integrasi karena terikat dengan status kewarganegaraan yang melekat pada kedua masyarakat tersebut.
C. Dampak Eknomi 1.Kerugian harta benda Kerugian dalam bidang perekonomian turut dirasakan oleh warga Indonesia yang kala itu menetap di Timor-Timur sebelum referendum. Semua harta benda berupa tanah dan bangunan harus di tinggalkan, selain harta benda milik masyarakat aset-aset pemerintah Indonesia berupa tanah dan bangunan tak luput dari dampak kemerdekaan Timor-Timur. Untuk itu mengenai harta WNI yang dipandang sebagai warga negara asing, masih dalam pengawasan negara Timor Leste, karena merujuk pada hukum yang mengatur mengenai pertanahan di negara tersebut. 2.Lahan untuk berwirausaha Pasca kemerdekaan Timor-Timur pada tahun 2002 perekonomian di negara baru tersebebut lumpuh total, akibat konflik berkepanjangan yang terjadi sebelum mencapai kemerdekaan. Untuk membangun kembali perekonomian di negara tersebut, pemerintah Timor Leste berusaha menjalin kerja sama dengan negara-negara lain termasuk Indonesia. Atas kesempatan tersebut, tanpa memandang masalalu pemerintah Indonesia berusaha untuk turut serta dalam pembangunan infrastruktur di negara tersebut. Oleh karena itu pemeritah Timor Leste menanggapi usaha dari pemerintah Indonesia dengan memberikan sebagian besar proyek negara tersebut kepada BUMN Indonesia, dengan alasan pemerintah Indonesia memiliki pengalaman dalam hal pembangunan di Timor-Timur pada masa integrasi. Oleh karena itu banyak warga negara Indonesia yang direkrut oleh BUMN untuk ikut bekerja dalam perusahaan-perusahaan tersebut. Kurang lebih ribuan masyarakat Indonesia yang kini menetap disana, baik yang kerja di BUMN maupun yang membuka usaha secara mandiri.
BAB. V UPAYA PEMERINTAH INDONESIA A.Upaya Dalam Bidang Politik 1.Normalisasi hubungan dan reknsiliasi Untuk mengatasi berbagai problem yang terjadi pada masa lalu maka pemerintah Indonesia dan Timor Leste membentuk suatu komisi yang bernama Commision of Truth and Friendship (CTF) atau Komisi kebenaran dan Persahabatan. Komisi ini bertujuaan untuk mencari kebenaran atas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Komosi ini mulai melaksanakan kegiatannya pada bulan agustus 2005 setelah pelantikan anggota komisi pada tanggal 11 Agustus 2005 di Denpasar oleh Presiden Republik Indonesia dan Presiden Timor Leste. setelah dibentuk dan dilantik, adapun berbagai tugas yang harus diselesaikan oleh Komisi Kebenaran dan Persahabatan seperti: Telaah ulang dokumen, Pencarian fakta melalui pengambilan pernyatan dan wawancara, Pencarian fakta melalui submisi atau rekomendasi, Pencarian fakta melalui dengar pendapat, Pencarian fakta melalui penelitian, Pencarian fakta melalui diskusi dengan pakar atau narasumber khusus.
2.Penyelesaian garis batas teritrial Negara Perbatasan merupakan sebuah konsep yang sangat penting dalam hubungan antar negara. Dari sudut pandang perdamaian, tanpa hubungan lintas batas yang saling dapat diterima, hubungan baik diantara kedua negara yang bertetangga hampir tidak mungkin tercapai. Untuk menghindari sengketa atau klaim tumpang tindih dengan negara tetangga, maka penetapan batas wilayah adalah sangat penting. Untuk menentukan batas wilayah Indonesia dengan Timor leste, Indonesia telah melaksanakan penetapan perbatasan pada periode tahun , yang dilaksanakan pada tiga level atau tingkatan yaitu level Joint Ministerial Commision (JMC), level Joint Border Committe (JBC), dan level Technical sub-Committe on Border Demarcation and Regulatian (TSBDR). Referensi yang dipakai oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menentukan batas wilayah kedua negara adalah peta produk konferensi Belanda dan Portugal yang telah diperbaiki oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakonsutanal). Pada level JMC, aktor diplomasi perbatasan adalah berbagai lembaga kementerian dan non kementetrian yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan penyelesaian masalah-masalah residual antara RI dan RDTL. Pada level JBC, aktor diplomasi perbatasan adalah berbagai lembaga kementerian dan nonkementerian yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan pengelolaan perbatasan. Untuk level TSC-BDR, pemeran di perbatasan adalah berbagai lembaga kementerian dan nonkementerian yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan kerja teknis penetapan batas darat.
B. Ekonomi Berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri Indonesia perdagangan bilateral kedua negara menunjukan tren yang meningkat, dimana surplus untuk Indonesia. Pada tahun 2012 tercatat kenaikan presentasi dunia usaha Indonesia di Timor Leste sebesar 30%, dari 450 usaha menjadi 588 usaha yang dimiliki WNI di Timor Leste. Penandatanganan MoU Development on Regional Integrated Economic Approach (DRIEA) sebagai upaya pembangunan ekonomi yang terintegrasi di kawasan-kawasan perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Dengan adanya pembangunan perbatasan itu bertujuan selain untuk upaya peningkatan ekonomi di masyarakat sekitar perbatasan namun juga diharapkan sebagai jalur perlintasan demi kelancaran berbagai macam proyek strategis yang di kerjakan oleh berbagai macam BUMN Indonesia di Timor Leste. Seiring dengan adanya peningkatan tersebut, semakin banyak Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) yang saat ini berdiam, bekerja dan menjalankan profesi, dan memiliki usaha di Timor Leste. Menurut catatan KBRI-Dili (Buku Saku KBRI 2013), jumlah WNI yang berdiam di Timor Leste mencapai lebuh dari 6000 orang, sementara Badan Hukum Indonesia yang memiliki usaha di Timor Leste mencapai kuarang lebih Jumlah WNI dan BHI yang berdiam dan berada di Timor Leste di perkirakan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang di wakili oleh KBRI di Dili yaitu:
1.Penyelesaian aset-aset Pemerintah dan WNI yang ada di Timor-Tmur Selama sekitar 23 tahun berintegrasi dengan NKRI, pemerintah Indonesia telah melakukan usaha pembangunan dan perbaikan di wilayah Timor-Timur. Dalam proses pembangunan banyak aset milik pemerintah Indonesia, BUMN, swasta, ataupun perorangan yang diinvestasikan di Timor-Timur. Penyelesaian aset milik Pemerintah Indonesia yang telah di investasikan di Timor- Timur sejak tahun 1976 melalui pembangunan, tidak mudah dilakukan karena semua pihak masih mementingkan penyelesaian masalah politik. Disamping itu perundingan yang dilakukan oleh kedua pihak untuk menyelesaikan persoalan tersebut selalu mendapat titik temu. Pihak Indonesia menghendaki aset-aset milik Pemerintah republik Indonesia di tarik dari Timor-Timur dan sebagian tetap berada di negara itu sebagai bentuk Penanaman Modal Asing (PMA), sedangkan pihak Timor-Timur menghendaki aset-aset tersebut tetap berada di negara itu dan menjadi milik Pemerintah Timor Leste sebagai ganti rugi atas penderitaan yang dialami oleh rakyat Timor-Timur selama berintegrasi dengan NKRI. Kesulitan lain adalah proses pemulihan atau bentuk transfer dari seluruh aset milik Pemerintah Indonesia, BUMN, swasta, dan perorangan tersebut. Berkaitan dengan hal ini, pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat bahwa pemamamfaatan aset pemerintah Republik Indonesia adalah menjadi hak Pemerintah Timor Leste tetapi pengusaha Indonesia dapat terlibat seandainya ada kesempatan berbisnis yang bagus. Hal yang lebih penting menurutnya adalah membina hubungan baik dengan rakyat dan Pemerintah Timor Leste dengan melupakan luka lama.
2.Pelayanan informasi terkait bisnis di Timor Leste Bagi warga negara Indonesia yang berada di Timor Leste maupun di Indonesia yang ingin berwirausaha di Timor Leste, informasi terkait ketentuan berbisnis di negara tersebut sangat di perlukan. Untuk itu kedutaan Republik Indonesia yang berada di Timor Leste mengedarkan peraturan Kementerian Perdagangan, Industri dan lingkungan (MCIA) Timor Leste, mengenai Penerbitan Ijin Usaha. Tujuan dari penerbitan Ijun Usaha ini untuk mengatur semua kegiatan di seluruh wilayah Timor Leste, mengurangi kegiatan usaha ilegal, memberikan perlindungan dalam persaingan yang bebas dan adil antara pengusaha serta memberikan perlindungan terhadap hak pelanggan yang telah ditetapkan. Untuk itu berkaitan dengan ketentuan berinvestasi di Timor Leste KBRI di Dili memberikan informasi bagi Warga Negara Indonesia berkaitan dengan prosedur berinvestasi di negara terebut. Selain itu juga Pemerintah Timor Leste menawarkan berbagai bentuk insentif kepada para investor asing, yakni; Jaminan waktu yang lebih singkat dalam pengurusan Ijin Investasi; Rencana pembentukan One Stop Service, yang turut melibatkan beberapa instansi terkait dalam pengurusan visa kerja dan Ijin Usaha; Pembebasan pajak (bagi inpor bahan mentah atau raw material selama lima tahun); Lease lahan yang berlaku sampai dengan lima puluh tahun.
C. Sosial dan Budaya Untuk memudahkan memudahkan masyarakat yang mendiami sekitar perbatasan kedua negara maka berdasarkan Arrangement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Democratic Republic of Timor Leste on Tradisional Border Crossings and Regulated Market (Arrangement 2003) yang ditandatangani pada Juni 2003, Pemerintah Indonesia dan Timor Leste memberlakukan Pas Lintas Batas (PLB) bagi masyarakat yang tinggal di perbatasan darat RI-RDTL. Tujuan pemberian Pas Lintas Batas (PLB) adalah untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat tradisional di perbatasan kedua negara untuk melakukan saling kunjung dan kegiatan tradisional lainnya, seperti upacara adat, kegiatan olahraga dan perdagangan tradisional. Pemerintah Indonesia juga memberikan layanan visa dan paspor bagi WNI di Timor Leste. Pelayanan keimigrasian Oleh Pemerintah Indonesia berupa paspor dan visa sangat penting dan merupakan salah satu kebutuhan utama WNI di luar negeri. terdapat tiga jenis paspor Republik Indonesia yaitu: 1.Paspor biasa (berwarna hijau) yang pada umumnya digunakan oleh WNI 2.Paspor dinas (berwarna biru) khusus untuk Pejabat Pemerintah Indonesia yang mengadakan perjalanan ke luar negeri untuk tugas-tugas kedinasan 3.Paspor diplomatik (berwarna hitam) khusunya untuk para diplomat Republik Indonesia dan keluarga yang ditugaskan di berbagai perwakilan Indonesia di luar negeri serta Pejabat Republik Indonesia yang mengadakan perjalanan ke luar negeri untuk tugas- tugas diplomatik.
Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia (SPLP RI) adalah dokumen pengganti paspor yang diberikan dalam keadaan tertentu yang berlaku selama jangka waktu tertentu (paling lama 2 tahun). Khususnya bagi yang sejak lahir sudah berada di Timor Leste atau yang kawin campur warga negara Timor Leste atau WNA lainnya dan belum memiliki keterangan identitas diri (bukti domisili dan bukti identitas diri) dan akan kembali ke Indonesia, KBRI Dili dapat memberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang hanya dapat dipergunakan untuk satu kali perjalanan saja. Selanjutnya perlu untuk mengurus Paspor RI di kantor imigrasi mana saja dalam wilayah hukum Indonesia untuk dapat kembali ke Timor Leste. Seiring dengan semakin berkembangnya warga negara Indonesia di luar negeri, maka pada hakekatnya WNI maupun BHI diluar negeri, termasuk di Timor Leste merupakan duta- duta bangsa yang melalui peranan dan tanggung jawabnya masing-masing memberikan kontribusi tidak hanya untuk memajukan kepentingan nasional Indonesia, tetapi juga bagi peningkatan kerja sama dengan negara, bangsa dan pemerintah dimana mereka tinggal. Perlu dipahami bahwa Pemerintah Republik Indonesia mewajibkan WNI di luar negeri untuk mentaati peraturan hukum dinegara dimana yang bersangkutan berada. Dengan demikian, prinsip perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri bukan untuk membela yang sala atau membebaskan seorang WNI dari kewajiban dan tuntutan hukum setempat, tapi untuk menjamin tersedianya keadilan bagi yang bersangkutan, apalagi berkaitan dengan statusnya sebagai seorang WNI. Adapun berbagai macam persoalan Warga Negara Indonesia di Timor Leste yang bisa mendapatkan perlindungan dari pemerintah Indonesia misalnya: Keterlantaran WNI, Tersangkut kasus pidana, Mengalami Pelanggaran HAM dan Intimidasi, Korban Tindak Kriminal, dalam keadaan sakit (Dirawat di Rumah Sakit) dan lain sebagainya dapat melaporkan ke perwakilan Pemerintah Indonesia setempat guna mendapatkan perlindungan dan ditindak lanjuti.