ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PERADANGAN PADA SISTEM CARDIOVASCULAR : RHD (Rhematic Heart Desease) Ahmat Shofiy( ) Lailatul Rizqi N( ) Ratih Wulandari N ( ) Riska Aulia Ananda( ) Shela Aulia( )
Penyakit jantung reumatik merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang didapat baik yang pada anak maupun orang dewasa. Penyakit jantung reumatik adalah syatu proses peradangan yang mengenai jaringan jaringan penyongkong tubuh terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitik B group A (Riskesdas, 2018 ) Penyakit jantung reumatik (RHD) merupakan penyakit jantung yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Terutama mengenai katup mitral (75%) aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulakn stenosis atau infusiensi atau keduanya (Rudolph, 2011) Definisi rhematic heart desease Penyakit jantung rematik adalah kerusakan pada otot jantung dan katup jantung dari demam rematik yang disebabkan oleh bakteri steptokokus (WHO,2016)
Batas-batas jantung: Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI) Kiri: ujung ventrikel kiri Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang diafragma sampai apeks jantung Superior : apendiks atrium kiri A. Anatomi Jantung Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum. Anatomi dan fisiologi rhematic heart desease
B. Fisiologi Jantung Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkaitfungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya. Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.
Sirkulasi darah fetal pada janin dan sirkulasi darah pada anak dan dewasa berbeda. Untuk memahami implikasi anestesi pada penyakit jantung, seorang ahli anestesi harus mengenal sirkulasi fetal dan sirkulasi dewasa. Perubahan sirkulasi terjadi sangat cepat pada saat kelahiran. Periode ini dinamakan periode transisi di mana sirkulasi fetal akan berubah menjadi sirkulasi manusia normal atau dewasa. Darah yang mengandung karbondioksida dari tubuh bagian atas, memasuki ventrikel kanan melalui vena cava superior. Kemudian melalui arteri pulmonalis besar meninggalkan ventrikel kanan menuju aorta melewati duktus arteriosus.Darah ini kembali ke plasenta melalui aorta, arteri iliaka interna dan arteri umbilikalis untuk mengadakan pertukaran gas selanjutnya. Foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi sebagai saluran/ jalan pintas yang memungkinkan sebagian besar dari cardiac output yang sudah terkombinasi kembali ke plasenta tanpa melalui paru-paru. Sirkulasi Darah
2. Sirkulasi pulmonal Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui vena cava superior dan vena cavainferior kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan jantung kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan kiri). Jumlah darah yang mengalir dalam sistem sirkulasi pada orang dewasa mencapai 5-6 liter ( liter). Darah bersirkulasi dalam sistem sirkulasi sistemik dan pulmonal. Lanjutan 1. Sirkulasi sistemik Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah yang mengandung banyak oksigen yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri ke aorta, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui arteri-arteri hingga mencapai pembuluh darah yang diameternya paling kecil (kapiler).
Sekurang-kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan terhadap Streptococcus heta hemolitycus grup A sering negatif pada sant serangan RHD. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler Streptococus dapat ditunjukkan pada hampir semua kasus RHD dan serangan akut RHD sangat berhubungan dengan besamya respon antibodi. RHD mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptococus Beta Hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptococus Beta Hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis RHD. Etiologi rhematic heart desease
1. Manifestasi Klinis Mayor Manifestasi mayor terdiri dari artritis, karditis, khorea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Manifestasi klinis rhematic heart desease 2. Manifestasi Klinis Minor Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis RHD. Manifestasi klinis minor ini meliputi demam, atralgia, nyeri perut, dan epistaksis
RHD terjadi akibat sesitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolityeuS grup A di faring. Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus beta hemalityeus grup A ini terdiri dari dua jenis, yaitu hemolitik dan non hemolitik. Hubungan antara infeksi infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A dengan terjadinya RHD telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respon autoimun terhadap infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen histokompatibilitas mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang berkembung segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam patogenesis ini. Patofisologi
Lanjutan... RHD merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun. Sistem imun dalam keadaan normal dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut autoantibodi. Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis disebut fenomena autoimun.
Pathway
Komplikasi rhematic heart desease Hipertensi pulmonal Decompensatio cordis sinistra Decompensatio cordis dextra Congestive heart failure
1. Pemeriksaan laboratorium. 2. Radiologi 3. Pemeriksaan ekokardiogram 4. Pemeriksaan elektrokardiogram 5. Apus tenggorok Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan Medik 1.Terapi Antibiotik a.Profilaksis Primer Eradikasi infeksi Streptococcus pada faring adalah suatu hal yang sangat penting untuk mengindari paparan berulang kronis terhadap antigen Streptococcus beta hemolyticus grup A. Eradikasi dari bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring seharusnya diikuti dengan profilaksis sekunder jangka panjang sebagai perlindungan terhadap infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring yang berulang. b. Profilaksis Sekunder Rheumatic fever sekunder berhubungan dengan perburukan atau munculnya rheumatic heart disease. Pencegahan terhadap infeksi Streptococcus beta hematolyticus grup A pada faring yang berulang adalah metode yang paling efektif untuk mencegah rheumatic heart disease yang parah.
Lanjutan Terapi Anti Inflamasi Manifestasi dari rheumatic fever (termasuk karditis) biasanya merespon cepat terhadap terapi anti inflamasi. Anti inflamasi yang menjadi lini utama adalah aspirin. 2. Terapi Anti Inflamasi Manifestasi dari rheumatic fever (termasuk karditis) biasanya merespon cepat terhadap terapi anti inflamasi. Anti inflamasi yang menjadi lini utama adalah aspirin. 3. Terapi Gagal Jantung Gagal jantung pada rheumatic fever umumnya merespon baik terhadap tirah baring, restriksi cairan, dan terapi kortikosteroid, namun pada beberapa pasien dengan gejala yang berat, terapi diuterik, ACE inhibitor, dan digoxin juga bisa digunakan. 3. Terapi Gagal Jantung Gagal jantung pada rheumatic fever umumnya merespon baik terhadap tirah baring, restriksi cairan, dan terapi kortikosteroid, namun pada beberapa pasien dengan gejala yang berat, terapi diuterik, ACE inhibitor, dan digoxin juga bisa digunakan. 4. Diet dan Aktivitas 5. Terapi Operatif Terapi medis RHD pada pasien yang mengalami perburukan kondisi atau persisten. Operasi yang dilakukan untuk mengurangi defisiensi katup. 4. Diet dan Aktivitas 5. Terapi Operatif Terapi medis RHD pada pasien yang mengalami perburukan kondisi atau persisten. Operasi yang dilakukan untuk mengurangi defisiensi katup.
d. Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh lemah dan adanya nyeri akibat gangguan fungsi sendi dan kelemahan otot yakni dibantu oleh oranglain. E. Persepsi kesehatan pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya higienitas pasien sehari-sehari kurang baik. 5. Pengkajian pola Gordon ( pola fungsi kesehatan ) a. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. b. Pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan dan hemoglobin pasien. c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu adanya takikardia karena riwayat infeksi saluran nafas yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman 5. Pengkajian pola Gordon ( pola fungsi kesehatan ) a. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. b. Pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan dan hemoglobin pasien. c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu adanya takikardia karena riwayat infeksi saluran nafas yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman ASUHAN KEPERAWATAN Fokus pengkajian 1. Identitas pasien 2. Riwayat keperawatan 3. Riwayat kesehatan masa lalu 4. Riwayat psikososial keluarga 1. Identitas pasien 2. Riwayat keperawatan 3. Riwayat kesehatan masa lalu 4. Riwayat psikososial keluarga
Lanjutan.... Kognitif atau perceptual pasien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat dan dada berdebar- debar Peran hubungan pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan. 6. Pengkajian ADL ( Activity Daily Living ) 7. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan psikologis yakni keadaan umum yang tampak lemah kesadaran nafas, nyeri abdomen, mual, anoreksia, penurunan hemoglobin, kelemahan otot, akral dingin. 7. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan psikologis yakni keadaan umum yang tampak lemah kesadaran nafas, nyeri abdomen, mual, anoreksia, penurunan hemoglobin, kelemahan otot, akral dingin.
Next... b. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, dada berdebar-debar Perkusi : adanya distensi abdomen dan nyeri tekan sendi Palpasi : turgor kulit kurang elastis, denyut nadi meningkat. Auskultasi : terdengarnya suara bising katup, perubahan suara jantung. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang Pada anak RHD akan mengalami gangguan karena anak malnutrisi sehingga berat badan menurun. Pemeriksaan laboratorium Radiologi Pemeriksaan Echokardiogram Pemeriksaan elektrokardiogram 8. Pemeriksaan penunjang
(SDKI): Penurunan curah jantung (SLKI) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil : a. Palpitasi menurun b. Takikardi menurun c. Dipsneu menurun d. Tekanan darah membaik (SIKI): Perawatan jantung Observasi : a. Identifikasi tanda/gejala primer menurun curah jantung ( dipsneu, kelelahan, edema, ortopneu, paroxysmal nocturnal dypsneu, meningkatkan CPV ) 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung ( peningkatan BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria batuk, kulit pucat ) (SDKI): Penurunan curah jantung (SLKI) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil : a. Palpitasi menurun b. Takikardi menurun c. Dipsneu menurun d. Tekanan darah membaik (SIKI): Perawatan jantung Observasi : a. Identifikasi tanda/gejala primer menurun curah jantung ( dipsneu, kelelahan, edema, ortopneu, paroxysmal nocturnal dypsneu, meningkatkan CPV ) 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung ( peningkatan BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria batuk, kulit pucat ) Intervensi (SDKI,SIKI,SLKI) 3. Berikan diet jantung yang sesuai a. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% Edukasi a.Anjurkan aktivitas sesuai toleransi b.Anjurkan aktivitas fisik secara bertahap Kolaborasi a.Kolaborasi pemerian antiaritmia jika perlu b.Rujuk ke program rehabilitas jantung
Edukasi : a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu terapi oksigen. Terapeutik : a. Bersihkan secret pada mulut, hidung, dan trankea, jika perlu b. Pertahankan kepatenan jalan nafas c. Berikan oksigen, jika perlu Kolaborasi : Kolaborasi penentuan dosis oksigen (SDKI): Gangguan pertukaran gas (SLKI): Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapakan karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler dalam batas normal. (SIKI): Pemantauan respirasi Observasi : a.Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen b.Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas c.Monitor adanya sumbatan jalan nafas terapeutik (SDKI): Gangguan pertukaran gas (SLKI): Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapakan karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler dalam batas normal. (SIKI): Pemantauan respirasi Observasi : a.Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen b.Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas c.Monitor adanya sumbatan jalan nafas terapeutik
d. Longgarkan atau lepaskan pakaia e. Basahi dan kipasi permukaan tubuh f. Berikan cairan oral Edukasi Anjurkan tirah baring kolaborasi Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit IV jika perlu (SDKI): Hipertermia (SLKI): Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan temoregulasi membaik dengan kriteria hasil : a.Kulit merah menurun b.Takikardi menurun c.Suhu tubuh membaik (SIKI): Manajemen hipertemi observasi a.Identifikasi penyebab hipertemi b.Monitor suhu tubuh c.Monitor kadar elektrolit terapeutik
ANY QUESTION ??