BERACARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA zen zanibar m.z.
DOMAIN MK Pasal 24C Ayat (1) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yg putusannya bersifat final menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu Ayat (2) wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Hak uji materil: menguji substansi UU Hak uji formil: menguji prosedur pembentukan dan bentuk formal Pengujian oleh MK (court of law) dan pengujian oleh MA (court of justice)
Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Sengketa kewenangan yg pertama diperiksa oleh MK adalah sengketa kewenangan yg diajukan oleh DPD berkaitan dgn pengangkatan anggota BPK oleh Presiden. Sengketa kedua diajukan oleh Gubernur Lampung berkaitan dgn Keputusan DPRD Prov lampung utk tidak lagi berkerjasama dgn Gub Lampung (Prmohonan ini kemudian dicabut sebelum diperiksa). Kasus ketiga diajukan oleh Badrul Kamal dan Pasangannya dlm Pilkada Depok th 2005. Pokok persoalan adalah pengajuan PK oleh KPUD atas Putusan PT Jabar, yg memutus sengketa hasil Pilkada Depok. Kasus keempat diajukan oleh Saleh Manaf
PEMBUBARAN PARPOL Parpol dilindungi komnstitusi kewajiban konstitusional pemerintah memberi ruang hidup bagi Parpol. kalau pemerintah memiliki kemauan membubarkan Parpol hanya dimungkinkan bila pemerintah menempuh jalur peradilan dgn cara mengajukan permohonan kepada MK. haruslah jelas alasannya. menguraikan dengan jelas dalam permohonan tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan parpol ybs, yg dianggap bertentangan dgn UUD 1945.
Sebuah Parpol dapat saja membubarkan diri karena alasan internal Parpol. Dalam praktek parpol dapat pecah atau mekar menjadi dua atau lebih parpol. Parpol asal mungkin saja tetap bertahan akan tetapi dapt saja bubar karena syarat tidak dipenuhi lagi (bubar dgn sendirinya) Parpol juga dapat membubarkan diri jika dalam Pemilu tidak memenuhi threshold atau tidak berhasil memperoleh dukungan minimal yg disyaratkan
Sengketa hasil Pemilu Perselisihan hasil Pemilu adalah keberatan pemohon terhadap penetapan hasil Pemilu oleh KPU. Keberatan dapat diajukan jika pemohon memiliki alasan bahwa penghitungan hasil perolehan suara yg ditetapkan oleh KPU berbeda dgn penghitungan hasil perolehan suara menurut pemohon
Pemohon sengketa hasil Pemilu perorangan warga negara Indonesia calon anggota DPD peserta pemilihan umum; pasangan Capres dan Cawapres peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; Parpol peserta Pemilu.
permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil Pemilu yg dilakukan secara nasional oleh KPU yg mempengaruhi: terpilihnya calon anggota DPD; penentuan pasangan calon yg masuk pada putaran kedua pilpres serta terpilihnya pasangan capres dan cawapres; perolehan kursi Parpol peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan.
Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan hasil Pemilu secara nasional
Syarat penting dari permohonan uraian yg jelas tentang: kesalahan hasil penghitungan suara yg diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yg benar menurut pemohon. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yg diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yg benar menurut pemohon.
Putusan MK thd permohonan atas perselisihan hasil Pilpres wajib diputus paling lambat 14 hari kerja sejak permohonan diregister dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan atas hasil Pemilu legislatif diregister dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Isi putusan MK dalam perkara hasil Pemilu Dalam hal MK berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat, maka amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima, dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan beralasan, maka amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
Dalam hal permohonan dikabulkan MK menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yg diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar. Jika permohonan menurut MK tidak beralasan, maka amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
PROSEDUR BERPERKARA DALAM SENGKETA HASIL PEMILUKADA PMK No. 15/2008 PEMILUKADA =pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah KPU Provinsi =penyelenggara Pemilukada provinsi KIP Provinsi = Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh KPU Kabupaten/Kota = penyelenggara pemilukada Kabupaten/Kota
KIP Kabupaten/Kota = Komisi Independen Pemilukada Kabupaten/Kota di Prov Aceh Pasangan Calon = pasangan calon peserta Pemilukada Permohonan = pengajuan keberatan thd penetapan hasil perhituangan suara Pemilukada Pemohon = pasangan calon Pemilukada Termohon = KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP Kab/Kota sebagai penyelenggara Pemilukada Panitera = Panitera MK
PRINSIP PERADILAN PEMILUKADA Pasal 2 Peradilan perselisihan hasil Pemilukada bersifat cepat dan sederhana, sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat.
PARA PIHAK Pasangan calon sbg Pemohon KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP Kab/Kota Pasangan Calon selain Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait dapat diwakili dan/atau didampingi oleh kuasa hukumnya masing2 yg mendapatkan surat kuasa khusus dan/atau surat keterangan untuk itu.
OBYEK PERSELISIHAN Pasal 4 Objek perselisihan Pemilukada = hasil penghitungan suara yg ditetapkan oleh Termohon yg mempengaruhi: penentuan Pasangan Calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada; atau terpilihnya Pasangan Calon sBG kepala daerah dan wakil kepala daerah.
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 5 Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada diajukan ke Mahkamah paling lambat 3 hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pemilukada di daerah yBS; Permohonan yg diajukan setelah melewati tenggat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi.
Pasal 6 Permohonan diajukan secara tertulis dlm bahasa Indonesia sebanyak 12 rangkap yg ditandatangani oleh Pemohon atau kuasa hukumnya yg mendapatkan surat kuasa khusus dari Pemohon; Permohonan sekurang2nya memuat: a. identitas lengkap Pemohon yg dilampiri fotokopi KTP dan bukti sbg peserta Pemilukada; b. uraian yg jelas mengenai: 1. kesalahan hasil penghitungan suara yg ditetapkan oleh Termohon; 2. permintaan/petitum utk membatalkan hasil penghitungan suara yg ditetapkan oleh Termohon; 3. permintaan/petitum untuk menetapkan hasil penghitungan suara yg benar menurut Pemohon. (3) Permohonan yg diajukan disertai alat bukti.
REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG Pasal 7 Panitera memeriksa persyaratan dan kelengkapan permohonan; Panitera mencatat permohonan yang sudah memenuhi syarat dan lengkap dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK);
Pasal 7 (3) Dalam hal permohonan belum memenuhi syarat dan belum lengkap, Pemohon dapat melakukan perbaikan sepanjang masih dalam tenggat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) peraturan ini;
Pasal 7 (lanjutan) (4) Panitera mengirim salinan permohonan yg sudah diregistrasi kpd Termohon, disertai pemberitahuan hari sidang pertama dan permintaan keterangan tertulis yg dilengkapi bukti2 hasil penghitungan suara yg diperse-lisihkan; (5) Penentuan hari sidang pertama dan pemberitahuan kepada pihak2 dilakukan paling lambat 3 hari kerja sejak registrasi.
PERSIDANGAN Pasal 8 (1) Sidang untuk memeriksa permohonan dpt dilakukan oleh Panel Hakim dgn sekurang2nya terdiri atas 3 org hakim konstitusi atau Pleno Hakim dgn sekurang2nya 7 org hakim konstitusi; (2) Proses pemeriksaan persidangan dilakukan dgn tahapan sbb: penjelasan permohonan dan perbaikan apabila dipandang perlu; jawaban Termohon; keterangan Pihak Terkait apabila ada; pembuktian oleh Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait; dan kesimpulan.
(3) Untuk kepentingan pembuktian, Mahkamah dapat melakukan pemeriksaan melalui persidangan jarak jauh (video conference); (4) Untuk kepentingan pemeriksaan, Mahkamah dapat menetapkan putusan sela yg terkait dengan penghitungan suara ulang.
Pemakzulan Dalam sistem presidensial murni perkara impeachment yg mengajukan permohonan adalah DPR. DPR wajib menguraikan dg jelas dalam permohonannya ttg dugaan: a. Pres dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa: pengkhianatan thp negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau b. Pres dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat sbg Pres dan/atau Wapres berdasarkan UUD 1945.
PUTUSAN MK TERHADAP PENDAPAT DPR Jika MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti didakwakan DPR misalnya: pengkhianatan thp negara, atau korupsi, atau penyuapan (menyuap atau disuap), atau tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sbg Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan membenarkan pendapat DPR. Sebaliknya jika menurut MK tidak terbukti, maka MK menyatakan permohonan ditolak
PENGAJUAN PERMOHONANPENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 29 Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada MK. Ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.
SUBSTANSI PERMOHONAN Pasal 31 Permohonan sekurang2nya harus memuat: nama dan alamat pemohon; uraian mengenai prihal yg menjadi dasar permohonan hal-hal lain yg diminta untuk diputus. Permohonan harus disertai dgn alat bukti yg mendukung permohonan tersebut.
Dasar permohonan Legal standing: kedudukan hukum pemohon sesuai dengan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dalam Pasal 51 (1), misalnya sbg PNS, Konsumen, Pembayar pajak, Pemilih, Parpol peserta Pemilu, Calon DPD, Pasangan Capres-Cawapres dll Posita
Posita: alasan permohonan Misalnya Pengujian UUkerugian konstitusional baik yg sdh ada/dialami maupun kerugian konstitusional potensial (yg akan muncul)
Alasan pengujian UU pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU. pemohon adalah: perorangan WNI; atau kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yg diatur dalam undang-undang; atau badan hukum publik atau privat; atau lembaga negara.
PERMOHONAN PASAL 30 Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai, misalnya: Pengujian UU terhadap UUDNegara RI Tahun 1945; Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara RI Tahun 1945; Sengketa hasil Pemilu, pilpres atau Pilkada
Format Permohonan: Pasal 31 ayat (1) Permohonan sekurang2nya harus memuat: nama dan alamat pemohon; uraian mengenai prihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan hal-hal lain yang diminta untuk diputus. Pengajuan permohonan sebaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut
Dasar permohonan Legal standing: kedudukan hukum pemohon sesuai dengan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dalam Pasal 51 (1), misalnya sebagai PNS, Konsumen, Pembayar pajak, Pemilih, Parpol peserta Pemilu, Calon DPD, Pasangan Capres-Cawapres dll
Syarat kerugian konstitusional (Putusan MK 006/PUU-III/2005) Adanya hak konstitusional yg diberikan UUD 1945 Hak konstitusional pemohon tsb dianggap telah dirugikan olh UU yg diuji Kerugian konstitusoional bersifat spesifik dan katual dan setidaknya bersifat potensial yg menurut penalaran yg wajar dpt dipastikan akan terjadi; Ada causal verband antara kerugian dengan berlakunya UU yg diuji; Ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yg didalilkan tdk akan atau tidak lagi terjadi.
Alasan Permohonan Sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Contoh: pengujian UU terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 Misalnya hak sdr dilanggar oleh suatu UU (dalam pasal terentu) padahal dalam UUD Negara RI Tahun 1945 hak sdr tersebut dilindungi (Pasal 28A s.d. 28I)
HAL YANG DIMINTA Hal yang diminta atau potitum: mengacu kepada Pasal 56 ayat (2), (3) dan Pasal 57 ayat (1) maka potitum permohonan seyogyanya dirumuskan: Menyatakan permohonan pemohon dikabulkan; Menyatakan bahwa Pasal….ayat …. UU No…..tahun …… bertentangan dengan UUD Negara RI tahun 1945 Menyatakan bahwa Pasal….ayat….. UU No….tahun…. tidak mempunyai kekuatan mengikat.
HAL YANG DIMINTA (Potitum) Mengacu kepada Pasal 56 ayat (4), maka potitum permohonan dirumuskan : Menyatakan bahwa permohonan dikabulkan.
ALAT BUKTI Alat Bukti: Pasal 36 surat atau tulisan; misalnya Akte Yayasan, AD/ART Yayasan, Organisasi Profesi (Notaris, Advokat dll), UU, PP, Perda, BAP, Surat Panggilan, Surat Perintah Penahanan, Putusan Pengadilan dll. Keterangan saksi; [menerangkan apa yang dialami, dilihat, didengar] Contoh: dalam PUU KADIN, Adi Sasono, mantan Menkop UKM dihadirkan oleh Pemohon sebagai saksi karena pengalamannya sebagai anggota organisasi KADIN.
Keterangan ahli; [keterangan berdasarkan keahlian (pengalaman kerja/profesi atau ahli dalam bidang tertentu karena memiliki dasar-dasar keilmuan)] Keterangan para pihak; [termasuk pihak terkait (dalam perkara Pilkada diajukan oleh KPU prov/Kab/Kota, atas pasal-pasal dalam UU No.32/2004 KPU dipanggil oleh MK untuk memberi keterangan sebagai pihak terkait; dalam perkara PUU Kepailitan pihak KADIN merasa perlu hadir sebagai pihak terkait, keterangan yg disampaikan dalam persidangan lisan atau tertulis]
Petunjuk; Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu (ayat 1). Alat-alat bukti yg diajukan harus dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, Jika sebaliknya, maka alat bukti tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti. Sah atau tidaknya suatu alat bukti ditentukan dalam persidangan MK
Alasan Permohonan Alasan permohonan Contoh; Untuk menemukan rumusan hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon perlu menyusun secara runtut alasan. Untuk sekedar contoh soal dapat dikemukakan sebagai berikut: Bahwa kami pemohon adalah WNI bertempat tinggal di desa…. adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam wilayah Provinsi/ Kabupaten…….; Bahwa pemohon memiliki hak ulayat seluas kurang lebih….hektar;
Alasan permohonan: Bahwa sebagian hak ulayat pemohon tersebut sebagian (….hektar) diserahkan kepada PN …. Untuk dimanfaatkan bagi usaha produktif untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat; Bahwa PN…. Pada tahun 1994 telah diubah statusnya menjadi PTPN… berdasarkan UU….; Bahwa berdasarkan UU No. X/2004 PTPN…. diubah statusnya menjadi perusahaan swasta;
Bahwa setiap UU menurut sistem hukum positif Indonesia berlaku, berdasar dan bersumber pada UUD 1945; Bahwa Pasal 33 UUD 1945 adalah dasar pembentukan UU No.X/2004; Bahwa obyek yang diatur dalam UU No.X/2004 adalah kebutuhan semua warga negara yang diolah dari sumber daya alam; Bahwa oleh karena obyek yang diatur dalam UU.X/2004 tersebut diolah dari sumber daya alam termasuk ke dalam cabang produksi yang penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka obyek yang diatur dalam UU No. X/2004 tsb harus dikuasai oleh Negara;
Bahwa penguasaan oleh Negara dimaksudkan agar cabang-cabang produksi tersebut tidak dikuasai orang perorangan untuk menarik keuntungan bagi segelintir orang; Bahwa ketentuan Pasal…UU No. X/2004 yang menyatakan ”PN diubah bentuknya menjadi PT (Pesero) dst…..” bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 33 UUD 1945 dengan alasan-alasan: Bahwa ketentuan Pasal…UU No.X/2004 yang menyatakan “Sebagian wilayah kerja PN…diserahkan kepada PT…” bertentangan dengan Pasal 33 UUD Negara RI Tahun 1945 dengan alasan-alasan:
Bahwa ketentuan Pasal …. ayat…. menyebabkan obyek yang diatur dalam UU Bahwa ketentuan Pasal …..ayat…. menyebabkan obyek yang diatur dalam UU. No.X/2004 yang berada dalam wilayah hak ulayat pemohon beralih kepada dan untuk keuntungan sebesar-besar bagi swasta; Bahwa beralihnya obyek yang diatur dalam Pasal… UU No.X/2004 merugikan pemohon karena dengan diberlakukan Pasal …. tersebut hak ulayat pemohon dimanfaatkan oleh swasta dan menguntungkan bagi segelintir orang;
Pasal 58 Uu yang diuji oleh MK tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 59Putusan MK mengenai pengujian UU terhadap UUD1945 disampaikan kepada DPR, DPR, Presiden, dan MA. Pasal 60 Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA Pasal 61 Pemohon adalah lembaga negara yg kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 yg mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yg dipersengketakan. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang kepentingan langsung pemohon dan menguraikan kewenangan yg dipersengketakan serta menyebutkan dengan jelas lembaga negara yg menjadi termohon.
Pasal 62 MK menyampaikan permohonan yg sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Pasal 63 MK dapat mengeluarkan penetapan yg memerintahkan pada pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan MK.
Pasal 64 Dalam hal MK berpdt bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), MK menyatakan dgn tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yg dipersengketakan. Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 65 MK tidak dapat menjadi pihak dalam SKLN negara yg kewenangannya diberikan oleh UUD1945 pada MK. Pasal 66 Putusan MK yg amar putusannya menyatakan bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yg dipersengketakan, termohon wajib melaksanakan putusan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diterima. Jika putusan tersebut tidak dilaksana-kan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan kewenangan termohon batal demi hukum. Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 67 Putusan MK mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden.
PEMBUBARAN PARPOL Pasal 68 Pemohon adalah Pemerintah. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 69 MK menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada partai politik yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Pasal 70 Dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. Dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 71 Putusan MK mengenai permohonan atas pembubaran parpol wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Pasal 72 Putusan MK mengenai pembubaran partai politik disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
Pasal 73 Pelaksanaan putusan pembubaran parpol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah. Putusan MK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh Pemerintah dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diterima.
ALAT BUKTI Pasal 9 Alat bukti dalam perselisihan hasil Pemilukada dapat berupa: a. keterangan para pihak; b. surat atau tulisan; c. keterangan saksi; d. keterangan ahli; e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi dan/atau komunikasi elektronik.
(1) Alat bukti surat atau tulisan terdiri atas: Pasal 10 (1) Alat bukti surat atau tulisan terdiri atas: berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan suara dari TPS; berita acara dan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPS; berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah suara dari PPK; berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP provinsi atau kabupaten/kota;
e. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota; f. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP provinsi; g. penetapan calon terpilih dari KPU/KIP provinsi atau kabupaten/kota; dan/atau h. dokumen tertulis lainnya.
(2) Alat bukti sbgmn dimaksud pada ayat (1) adalah alat bukti yg terkait langsung dgn objek perselisihan hasil Pemilukada yg dimohonkan ke Mahkamah. (3) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibubuhi materai secukupnya sesuai dengan peraturan perundang2an yg berlaku.
RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM Pasal 12 (1) Rapat Permusyawaratan Hakim diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah pemeriksaan persidangan dipandang cukup; (2) Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara tertutup oleh sekurangkurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi; (3) Pengambilan putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara musyawarah untuk mufakat;
(4) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai mufakat bulat, pengambilan putusan diambil dengan suara terbanyak; (5) Dalam hal pengambilan putusan dengan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, suara terakhir Ketua Rapat Permusyawaratan Hakim menentukan.
PUTUSAN Pasal 13 Putusan mengenai perselisihan hasil Pilkada diucapkan paling lama 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dlm Sidang Pleno terbuka utk umum yg dihadiri oleh sekurangkurangnya 7 org hakim konstitusi;
(3) Amar Putusan dapat menyatakan: a. permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 peraturan ini; b. permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yg ditetapkan oleh KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota, serta menetapkan hasil penghitungan suara yg benar menurut Mahkamah; c. Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan.
(4) Putusan Mahkamah bersifat final dan mengikat; (5) Putusan Mahkamah disampaikan kepada Pemohon, Termohon, DPRD setempat, Pemerintah, dan Pihak Terkait; (6) KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota, DPRD setempat, dan Pemerintah wajib menindaklanjuti Putusan Mahkamah sebagaimana mestinya;