Universitas Wijaya Kusuma MALARIA Yoes Prijatna Dachlan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Situasi Malaria Beban Global 40% dari populasi dunia berisiko terkena malaria Lebih dari 90% penyakit ini membebani Afrika (Sub Sahara) 95% kematian malaria disebabkan Plasmodium falciparum Angka kematian 2 juta/tahun; 300 – 500 juta kasus/tahun Malaria di Afrika menimbulkan kematian 1 dari 5 anak 10 – 20% anak-anak di Afrika meninggal karena malaria serebral, ~ 7% dengan kerusakan neurologis permanen Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Beban Ekonomi Malaria mengakibatkan penurunan angka pertumbuhan ekonomi ~ 1,3% di negara-negara endemis malaria dalam jangka pendek, penurunan produk nasional kasar > 50% dalam jangka panjang Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Trends Malaria epidemis meningkat; strain Plasmodium falciparum yang resisten terhadap obat malaria berkembang dan menyebar dengan cepat Plasmodium vivax bangkit kembali di daerah-daerah yang sebelumnya malaria telah berhasil dibasmi Jumlah kasus malaria impor meningkat di negara maju dan di daerah non endemis UNDP/World Bank/ WHO, 2000 Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Malaria oleh WHO pada tahun 1996 dinyatakan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di daerah tropis dan subtropis Malaria kini digolongkan sebagai penyakit yang muncul kembali (emerging disease) oleh berbagai institusi kesehatan internasional dan nasional, karena meningkatnya insidens penyakit ini mendunia : Malaria global . Malaria kembali beraksi secara dramatis di daerah-daerah yang semula penyakit ini telah berhasil diberantas atau ditekan. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Enam faktor yang memainkan peran kunci atas terjadinya perubahan epidemiologi malaria Gagalnya pemberantasan malaria Resisten terhadap obat malaria Perubahan sosial Epidemi dan meningkatnya penularan malaria karena terjadinya perubahan iklim Lemahnya infrastruktur dan tidak memadainya Sumber Daya Manusia di bidang malaria Meningkatnya suhu bumi akan memperluas distribusi vektor Anopheles Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Gagalnya pemberantasan malaria Enam faktor .... Gagalnya pemberantasan malaria Hingga tahun 1970 upaya pemberantasan malaria dengan menggunakan penyemprotan insektisida DDT telah berhasil membebaskan 53% penduduk dunia dari resiko terkena malaria. Semenjak itu sasaran pemberantasan malaria yang ingin dicapai mulai menurun, karena : Meningkatnya resistensi vektor malaria ( Anopheles ) terhadap DDT Meningkatnya resistensi parasit malaria, Plasmodium falciparum, terhadap chloroquine. Tidak cukupnya Sumber Daya Manusia, lemahnya infrastruktur kesehatan, kurangnya pelatihan-pelatihan. Pendanaan nasional di bidang kesehatan tidak memadai untuk mendukung sarana penanggulangan vektor malaria dan manajemen kasus. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Pada periode 1970 – 1978, istilah pembasmian, pemberantasan diganti dengan penanggulangan; dan dengan beralihnya program pemberantasan malaria menjadi penanggulangan malaria, situasi malaria mulai memburuk. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Resisten terhadap obat malaria Enam Faktor ... Resisten terhadap obat malaria Pada akhir dasawarsa 1950-an telah muncul resistensi P. falciparum terhadap chloroquine . Pertama kali ditemukan di Vietnam (Indochina) dan Amerika Selatan dan kemudian menyebar ke seluruh daerah-daerah endemis. Di Indonesia, pertama kali parasit P. falciparum ditemukan resisten terhadap chloroquine di Yogyakarta pada tahun 1974. Dalam periode yang sama kasus resistensi ini ditemukan pula di Irian Jaya. Chloroquine adalah obat antimalaria yang relatif aman, efektif dan murah serta tidak mudah diganti oleh obat-obatan antimalaria yang ada. Dengan adanya masalah resistensi tersebut, mengakibatkan program penanggulangan malaria menghadapi kendala besar. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Enam Faktor ... Perubahan sosial Perpindahan penduduk dalam jumlah besar, seperti urbanisasi, deforestasi (pembabatan hutan), terjadinya konflik senjata/militer, kerusuhan sosial, bencana alam, arus wisata internasional, dan perjalanan udara ke daerah-daerah endemis malaria untuk meningkatkan kerjasama bidang dunia usaha, akan meningkatkan kontak antara hospes dan vektor malaria. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
ETIOLOGI Malaria adalah penyakit akut dan kronis, disebabkan oleh protozoa intraseluler obligata genus Plasmodium. Ditularkan melalui gigitan nyamuk betina: Anopheles (genus). Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Four species of Plasmodia infect humans AGENT DISEASE 1. Plasmodium falciparum Tertiana maligna; Malaria falciparum 2. Plasmodium vivax Tertiana benigna; Malaria vivax 3. Plasmodium ovale Tertiana ovale; Malaria ovale 4. Plasmodium malariae Malaria quartana; Malaria malariae 5 Plasmodium knowlesi Zoonotic Primates (Macaca species): P.knowlesi, P.cynomolgi, P.simioovale (Yoes Prijatna Dachlan 2013)
Humans acquire knowlesi malaria P. knowlesi is derived from ancestral parasite population that existed prior to human settlement in Southeast Asia, and underwent significant population approximately 30,000 – 40,000 years ago Knowlesi malaria is primarily a zoonosis with wild macaques as the reservoir hosts On going ecological changes due to the destruction of natural forests, may alter the parasite, macaque and mosquito population dynamics and lead the parasites to switch to human as the preferred hosts Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014 (Lee K-S, 2011; Kakilaya, B.S., 2011)
Family Plasmodidae juga didapatkan pada hewan Golongan burung : P.gallinaceum, P.lophurae Family Plasmodidae juga didapatkan pada hewan Golongan rodent / murine: P.berghei, P.vinckei, P.yoelii, P.chabaudi Golongan primata (Macaca species): P.knowlesi, P.cynomolgi, P.simioovale Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
SIKLUS HIDUP Siklus hidup spesies malaria pada manusia bersifat kompleks dan terdiri dari 2 fase: Fase asexual Fase sexual Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
SIKLUS HIDUP MALARIA Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014
Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2013
Fase asexual Pada manusia terdiri dari bagian : Sisogoni Ekso-eritrositik : dalam sel hati Sisogoni Eritrositik (fase eritrosit) : dalam sel darah merah Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Fase Sisogoni Ekso-eritrositik (sison jaringan) Sporosoit, stadium infektif plasmodia, yang berada di kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina ditularkan melalui gigitan nyamuk dan sporosoit melalui pembuluh darah kapiler subkutan, kemudian memasuki aliran darah manusia. Setelah 30 menit, sporosoit menghilang dari aliran darah karena sebagian besar sporosoit menembus organ hati dan masuk ke dalam parenchym hati ( hepatosit ). Sebagian sporosoit dirusak / dibunuh oleh sel-sel fagosit. Sporosoit tumbuh membesar kemudian multiplikasi dengan cara pembelahan inti dan sitoplasma menjadi ribuan merosoit. Setelah 6 – 16 hari masa infeksi, sel-sel hepar yang terinfeksi pecah dan merosoit memasuki sirkulasi darah dan segera menginvasi ke dalam sel darah merah. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Hipnosoit Fase Sisogoni Ekso-eritrositik Sejumlah kecil sporosoit P.vivax dan P.ovale tidak aktif mengikuti proses ini dan tetap tinggal di sel-sel hati beberapa minggu atau bulan atau sampai dengan 5 tahun. Jenis kelompok ini disebut hypnozoite ( hipnosoit ), atau dormant. Hipnosoit yang berubah aktif akan melakukan multiplikasi menjadi merosoit, selanjutnya merosoit akan memasuki aliran darah dan menginfeksi sel darah merah serta menimbulkan relapse pada fase sisogoni eritrositik (kekambuhan jangka panjang; long-term relapse). P. falciparum dan P. malariae tidak mempunyai bentuk hipnosoit, jadi tidak ada sporosoit yang tertinggal di jaringan hati. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Fase Sisogoni Eritrositik ( Fase Eritrositik ) Merosoit yang berasal dari fase sison jaringan memasuki sel darah merah. Proses invasi ini merupakan interaksi antara merosoit dan reseptor spesifik, yaitu glycophorin, dari sel darah merah, dibagi menjadi 4 tahap Fase eritrositik bertanggung jawab atas manifestasi klinis Proses invasi ini memerlukan waktu 30 detik Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Proses invasi yang merupakan interaksi antara merosoit dan reseptor spesifik dibagi menjadi 4 tahap : Pengenalan dan perlekatan awal antara ujung anterior merosoit dan membran (reseptor spesifik) sel darah merah yang masih bersifat kendor. Membran eritrosit menebal di bagian tempat perlekatan. Pembentukan ikatan (junction) antara bagian membran eritrosit yang menebal dan ujung anterior (apical end ) merosoit. Membran eritrosit melakukan invaginasi mengitari merosoit, dan Membentuk vakuol (Parasitophorous vacuole), dimana parasit berada didalamnya. Bagian membran eritrosit yang ditembus merosoit menutup kembali (resealing) tanpa ada distorsi. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Erythrocytic merozoite (Aikawa, 1988) Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014
The identification proteins of a malarial parasite (Marcus B, 2009) Marcus B. Deadly diseases and epidemics. Malaria,2009. Yoes Prijatna Dachlan,2014
MEROZOITE INVASION PROCESS (Yoes Prijatna Dachlan 2013)
Fase Eritrositik ... Trofosoit Proses siklus aseksual dimulai setelah berada di dalam sel darah merah. Parasit tumbuh dengan cepat di dalam sel darah merah, memproduksi massa khromatin dengan fungsi sebagai inti (nucleus) dan bentukan vakuol di bagian tengah sitoplasma parasit, yang kemudian berbentuk seperti cincin ( ring form; trofosoit muda ). Sitoplasma parasit menjadi “amoeboid” dan membentuk trofosit berinti satu. Hb, substansi eritrosit diserap oleh parasit kedalam vakuola makanan (food vacuole) dan dimetabolisasi menjadi peptida dan pigmen malaria mengandung zat besi (= hemozoin; hematin) Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Trofosoit ... Pigmen malaria berbentuk granula berwarna gelap tampak pada sitoplasma parasit. Parasit selama pertumbuhan menggunakan Hb stadium sison. Pertumbuhan trofosoit berikutnya menjadi kurang amoeboid. Inti membelah dengan cara mitosis selanjutnya tumbuh menjadi stadium sison dewasa yang mengandung sejumlah inti Setiap inti berkembang menjadi merosoit. Jumlah inti atau merosoit tergantung spesies plasmodium. Sel darah merah yang mengandung sison dewasa pecah melepas merosoit mencari sel darah merah baru. Siklus sisogoni eritrositik ini berulang-ulang terjadi, dan waktu yang diperlukan untuk menjalani 1 siklus disebut periodisitas sisogoni, yang berbeda-beda tergantung dari spesies plasmodium, serta bertanggung jawab atas serangan demam (febrile paroxysm). Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Fase sexual Fase pada manusia dalam sel darah, disebut : Gametogoni Fase pada vektor ( Anopheles ) Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Fase pada manusia dalam sel darah (Gametogoni) 3 sampai 15 hari setelah awal gejala klinis, subpopulasi merosoit diferensiasi menjadi bentuk seksual, yakni: makrogametosit = ♀ mikrogametosit = ♂ Morfologi kedua bentuk seksual berbeda-beda pada setiap spesies Gametosit-gametosit tersebut diambil oleh nyamuk Anopheles betina melalui gigitan nyamuk. Penderita dengan stadium gametosit merupakan sumber penularan. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Fase pada vektor Eksflagelasi Sporogoni Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014
Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014
Eksflagelasi Di dalam lambung (= midgut) nyamuk Anopheles , makrogametosit menjadi makrogamet dan mikrogametosit menjadi mikrogamet. Inti dari mikrogamet ( ) membelah hingga 4 sampai 8 inti. Setiap inti bergabung dengan sitoplasma membentuk flagela memanjang seperti benang, disebut eksflagelasi. Proses eksflagelasi membutuhkan waktu beberapa menit pada suhu yang memadai. Mikrogamet bergerak aktif mencari makrogamet dan melakukan fertilisasi. Fertilisasi tersebut menghasilkan sigot. Sigot dalam waktu 18-24 jam berubah menjadi ookinet yang aktif bergerak. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Sporogoni Ookinet penetrasi diantara sel-sel epitel lambung menuju permukaan luar lambung nyamuk dan membentuk stadium oocyst hingga mencapai jumlah ratusan. Oocyst membesar secara progresif hingga mencapai diameter 500 m, pecah dan membebaskan ribuan sporosoit yang bergerak aktif memasuki hemolymph, dan akhirnya migrasi ke kelenjar ludah nyamuk. Nyamuk Anopheles saat demikian menjadi infektif. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
DIAGNOSA PARASITOLOGIS ( Pengecatan GIEMSA) Diagnosa pasti malaria ditegakkan dengan penemuan parasit dibawah pemeriksaan mikroskopis pada hapusan darah tepi Pemeriksaan Tetes Tebal (Thick blood film) Pemeriksaan Hapusan Tipis (Thin blood smear) Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Pemeriksaan Tetes Tebal (Thick blood film) Teteskan pada glass microscope slide (slide kaca) satu tetes darah tepi (dari ujung jari tangan) Biarkan beberapa saat hingga tetes darah tsb. Mengering. Sel darah menjadi lysis. Sediaan tersebut dicat dengan Larutan GIEMSA. Sediaan yang telah dicat, diperiksa secara mikroskopis hanya untuk mendeteksi parasit saja, oleh karena sel darah merah lysis. Tampak : Sitoplasma parasit tercat biru Kromatin inti berwarna ungu kemerahan Sel darah merah yang telah rusak tidak tercat Inti lekosit : biru Platelet : kemerah-merahan halus Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Kegunaan : Skrining, yakni untuk menyatakan penderita terkena infeksi malaria dengan tampaknya parasit aseksual. Sel darah merah terkonsentrasi sampai 20-40 kali. Bila pada pemeriksaan yang tampak hanya stadium gametosit, maka infeksi telah berjalan minimal 3 bulan Untuk identifikasi spesies : sukar, oleh karena sel darah merah telah rusak dan morfologi parasit juga berubah. Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Pemeriksaan Hapusan Tipis (Thin blood smear) Hapusan darah pada sediaan kaca dicat dengan Larutan GIEMSA, kemudian difiksasi dengan Methyl Alcohol Pengecatan GIEMSA untuk hapusan darah ditujukan untuk pemeriksaan hematologis. Sel darah merah disini tetap intact (utuh). Dengan demikian sel darah merah dengan parasit didalamnya tercat. Identifikasi spesies parasit tergantung dari : Morfologi parasit Morfologi sel darah merah Terdeteksinya P.falciparum pada pemeriksaan mikroskopis, dari segi klinis mempunyai arti yang sangat penting Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Plasmodium falciparum Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2013
The most important initial distinction to make is whether P The most important initial distinction to make is whether P. falciparum is present, because this parasite is frequently life-threatening Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014
P.falciparum is suggested by criteria : A small ring size Accole forms Banana-shaped gametocytes Multiple parasites in a single erythrocyte Predominance of rings No schizonts Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2013
Fig.1. Ring forms of Plasmodium falciparum Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012 (Abdalla & Pasvol, 2004)
Fig.4. Mature schizonts of P. falciparum Fig.5. Gametocyte of P. falciparum Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012 (Abdalla & Pasvol, 2004)
Plasmodium vivax Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Plasmodium vivax Trofozoite Schizont Gametocyte Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012 (Abdalla & Pasvol, 2004)
Plasmodium ovale Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Plasmodium malariae Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2012
Fig. 14. Growing forms of P. malariae Fig. 15. Mature schizonts of P. malariae Yoes P. Dachlan/2012 (Abdalla & Pasvol, 2004)
MORFOLOGI SPESIES Plasmodium (8, 9) PERIODE P. vivax P. malariae P. ovale P. falciparum Trofosoit muda, atau cincin Sitoplasma tipis Diameter cincin relatif besar Inti kecil, bulat Biasanya : 1 chromatin dot Menyerupai P. vivax, hanya sitoplasma lebih tebal Bentuk cincin jarang 1 chromatin dot Cincin relatif besar Sitoplasma padat/kompak Double infection : hampir tidak pernah Kecil, tipis/halus Bisa didapatkan 2 chromatin dot Multiple infection : umum Appliquei form : sering Trofosoit dewasa Cincin membesar dalam beberapa jam Sitoplasma : amoeboid Vakuola jelas Butiran pigmen pada sitoplasma : coklat Inti membesar berbentuk oval, sitoplasma menjadi lebih padat, pigmen bertambah banyak, kemudian vakuola menghilang Sitoplasma semula amoeboid, kemudian berubah menjadi band forms Pigmen coklat gelap atau hitamm, terkonsentrasi di tepi band Vakuola menghilang / tidak jelas Pertumbuhan lambat Aktifitas amoeboid kurang Pigmen butiran padat coklat gelap Cincin membesar cepat Vakuola mengecil dan menghilang Pigmen : coklat/hitam pada sitoplasma Jarang ditemukan di darah tepi Yoes P. Dachlan/2013
Periode P. vivax P. malariae P. ovale P. falciparum Sison muda Inti membelah menjadi anak inti Sitoplasma memadat mengelilingi setiap inti dan kemudian tumbuh menjadi merosoit Pigmen : batang halus Massa kromatin : sedikit Pigmen berkelompok di bagian tengah Pigmen kasar Pigmen : kasar Massa kromatin : banyak Pigmen : granular Jarang ditemukan di darah tepi Sison dewasa Sel darah membesar dan pucat Rosette mengisi eritrosit Jumlah merosoit : 12-18, kadang- kadang mencapai 24 Sel darah merah tidakkk membesar Rosette dengan merosoit tersusun simetris Jumlah merosoit : 6- 12 (biasanya 8) Sel darah membesar, berbentuk oval dan ujungnya fimbriated Jumlah merosoit : 4- 166 (biasanya 8) Sel darah merah tidak membesar Jumlah merosoit : 8-32 (biasanya 8) Sel darah merah terinfeksi Sitoplasma : mengandung bintik-bintik kemerahan, disebut: Schüffner’s dots, muncul sejak ring forms Cenderung menyerang sel darah merah muda (retikulosit) Sitoplasma : mengandung bintik-bintik / stippling / granula eosinofilik kecil dan tidak teratur : Ziemann’s dots Hanya menyerang sel darah merah mature Sitoplasma : stippling, disebut : James’s dots, lebih sedikit, ukuran lebih besar dibandingkan dengan Schüffner’s dots Cenderung menyerang sel darah muda (retikulosit) Sitoplasma : stippling besar, disebut : Maurer’s dots Menyerang sel darah muda dan maturee (matang, dewasa) Yoes P. Dachlan/2013
Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014
Tes Diagnostik Cepat Mekanisme Kerja :Mendeteksi Ag parasit malaria Metode : Imunokromatografi Bentuk : Dipstick Kegunaan : Skrining cepat : - Field - Klinik HRP-2 (HISTIDINE –RICH PROTEIN 2 ) Produk trofosoit, skizon, gametosit muda P.falciparum p-LDH (parasite Lactate dehydrogenase ) Produk parasit aseksual dan Seksual (gametosit) dari 4 spesies Yoes P. Dachlan/Kuliah-S1/2014