Interaksi obat-obat sistem syaraf pusat

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Tentang Mineral Gizi tielumphd.
Advertisements

Farmakokinetika Oleh: Isnaini.
Pendahuluan Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa.
INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID (AINS)
Peningkatan metabolisme
Interaksi obat Buku teks yang dapat dipelajari : 1. Hansten, P.D, J.R. Horn, Drug Interactions Monograph Ivan Stockley, Drug Interaction, 5th.
Antidiabetika Obat antidiabetik digunakan untuk mengontrol diabetes melitus. DM : suatu penyakit dimana terjadi kegagalan total atau parsial dari sel beta.
Interaksi Obat – Makanan
DIABETES MELLITUS.
POKOK BAHASAN III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOKSISITAS.
Tiga dari hal2 yg ada dibawah ini terdapat pd klien
ASSALAMU ALAIKUM WW. 1.
II. MEKANISME KERJA OBAT A. FASE/NASIB OBAT DALAM TUBUH 1
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH
Diabetes Melitus Suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan.
RESUSITASI CAIRAN Ns. Herlina S.Kep.
HIPNOTIK SEDATIF REYMON, S.Si., Apt.
GLUKONEOGENESIS DAN KONTROL GLUKOSA DARAH
KELAINAN KLINIS KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA
ADRENOCORTICOSTEROID
Sistem Osmoregulasi Ikan
INTERAKSI OBAT-OBAT KARDIOVASKULAR
Pemberian intravena berulang
DIABETES MELITUS Kelompok 2.
PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KHASIAT OBAT
OBAT ANTIEPILEPSI/KONVULSI
Oleh : FERRYANSYAH ILHAM SYAH MELISSA MANDATASARI.
DIABETES MELLITUS “The Best Prescription is Knowledge"
PENGANTAR FARMAKOLOGI
HORMON Manusia menggunakan waktu dan usahanya untuk melakukan
Ninis Indriani,M.Kep., Ns.Sp.Kep.An
SYAFRIANI KESEHATAN MASYARAKAT
INTERAKSI OBAT Erlina Rustam.
ABSORBSI DAN ELIMINASI
Pengantar Farmakologi: Farmakodinamik
Aplikasi dalam Farmakoterapi Vivi Sofia, M.Si., Apt.
HIPNOTIK SEDATIF.
E P I L E P S I.
Farmakokinetika Oleh: Isnaini.
PENGGUNAAN OBAT PADA PEDIATRIK Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Univ. Muhammadiyah Purwokerto.
HEMATINIKA Ana Miftahul Jannah.
POKOK BAHASAN III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOKSISITAS.
DIABETES MELLITUS “The Best Prescription is Knowledge"
OBAT PADA PENYAKIT GINJAL
INTERAKSI FARMAKODINAMIKA
DIABETES MELITUS Oleh Firda ayuningtyas Farhaniatullael F.S
SISTEM HORMONAL.
NURUL HIDAYAH .A FARMASI A.
KELOMPOK 4 KELENJAR PANKREAS.
Silahkan untuk Mengumpulkan tugasnya
PENATALAKSANAAN DISLIPIDEMIA
INTERAKSI OBAT PYRAZINAMID COTRIMOKSAZOL
Nama: Franciska Danik Sandrayanti NPM:
ASPEK FARMASETIKA LANSIA
METOTREKSAT INDRA KURNIAWAN TENDEAN PSPA XXV C.
ABSORBSI DAN ELIMINASI
Awal P.Kusumadewi B2P2TOOT
NASIB OBAT/ RACUN DALAM TUBUH
TINJAUAN MEDIS PUASA TERHADAP BEBERAPA PENYAKIT
II. MEKANISME KERJA OBAT A. FASE/NASIB OBAT DALAM TUBUH 1
INTERAKSI OBAT ANTIDIABETIK OLEH KELOMPOK 3 RABIATUL MUSFIRAH JOHAN WIDYA SUMARNI ULFA YULIANINGSIH FENTY.
KERACUNAN STRYCHNIN KELOMPOK 2. Isep Ramdan Ayuni Stevia Nurul Febriana Safitri Ni Putu Devi W
PENYAKIT DEGENERATIF. Apa itu PENYAKIT DEGENERATIF?  Merupakan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan.
KIMIA MEDICINIAL ANTIDIABETIK ORAL HASTUTI MS. ROSA JUWITA MUNIFATUL LAILIA.
TUGAS HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS ANTI DIABETES Nama : Putra chandra Nim :
BIOFARMASETIKA By : Agus Winarso Nama: NIM :.
Applied Biopharmacetic
BIOFARMASETIKA Awal P.Kusumadewi B2P2TOOT MATERI KULIAH BIOFARMASETIKA.
Kiki Amelia, M.Farm, Apt FARMAKOKINETIKA KLINIK. PERBEDAHAAN FARKAKOKINETIKA FARMAKOKINETIKA KLINIK Mengetahui apa yang dialami obat dalam tubuh mahluk.
Transcript presentasi:

Interaksi obat-obat sistem syaraf pusat

Obat-obat Antiepilepsi Epilepsi adalah gangguan neurologik kronik yang ditandai dengan kejang berulang. Insiden epilepsi banyak terjadi pada neonatus dan anak-anak serta pasien diatas 65 tahun Epilepsi merupakan gejala gangguan aktivitas elektrik di otak yang dapat disebabkan berbagai stimulus. Gangguan aktivitas elektrik ini menyebabkan terjadinya kejang

Obat-obat Antiepilepsi Obat antiepilepsi bekerja di SSP dengan mengurangi gangguan elektrik yang patologis atau menghambat perkembangan aktivitas elektrik yang menyimpang. Hal ini dapat terjadi melalui efek spesifik terhadap kanal ion, inhibisi atau induksi neurotransmiter.

Fenitoin Fenitoin adalah suatu antikonvulsan hidantoin yang strukturnya mirip dengan barbiturat tetapi lebih lemah keasamannya sehingga lebih sukar larut dalam air. Fenitoin efektif mengurangi frekuensi dan keparahan kejang, tanpa menyebabkan depresi SSP.

Farmakokinetika fenitoin Farmakokinetika fenitoin sangat dipengaruhi oleh kelarutannya dalam air yang kecil dan metabolismeny aoleh enzim sitokrom P450 Fenitoin hanya sedikit diabsorpsi di lambung karena walaupun berada dalam bentuk takterion tapi kelarutannya sangat rendah. Absorpsi terjadi di duodenum

Farmakokinetika fenitoin Fenitoin terikat plasma 90% terutama dengan albumin. Ikatan dengan plasma tergantung kadar albumin dan dapat dipengaruhi berbagai kondisi klinis seperti kadar serum albumin yang rendah, gagal ginjal, penggunaan bersama obat lain yang juga terikat protein. Dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 ± 95% diekskresi lewat urin atau feses dalam bentuk metabolit.

Interaksi Fenitoin + amiodaron Kadar plasma fenitoin meningkat  terjadi toksisitas bila dosis fenitoin tidak dikurangi. Sebaliknya kadar plasma amiodaron menurun. Kasus klinis : 3 pasien menunjukkan peningkatan kadar fenitoin saat mendapat amiodaron (400-1200mg/hari). Satu pasien mengalami intoksikasi fenitoin (ataxia, lesu dan vertigo) selama 4 minggu pemakaian amiodaron. Kadar fenitoin meningkat 3x lipat. Kondisinya kembalinormal setelah dosis fenitoin dikurangi dari 400 menjadi 200 mg/hari.

Interaksi Fenitoin + amiodaron Studi terhadap 5 pasien yang mendapat 200 mg amiodaron/hari, setelah 5 minggu terjadi peningkatan kadar plasma. Saat diberikan fenitoin (3-4mg/ kg/hari) selama 2 minggu kadar amiodaron 32-48%. Mekanisme : Amiodaron menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme fenitoin sehingga terjadi peningkatan kadar plasma. Amiodaron juga terikat plasma sehingga terjadi pergeseran ikatan dengan protein. Fenitoin adalah penginduksi enzim  meningkatkan metabolisme  menurunkan kadar amiodaron.

Interaksi Fenitoin + antasida Antasid mengurangi kadar serum fenitoin  gagalnya kontrol kejang pada beberapa pasien. Kasus klinis : 3 pasien yang mendapat fenitoin diketahui kadar plasma fenitoin turun bila antasid diberikan bersama. Bila antasid diberikan setelah 2-3 jam, kadar fenitoin tidak terpengaruh.

Interaksi Fenitoin + antasida Mekanisme : Diduga diare dan peningkatan peristaltik saluran cerna karena antasid menyebabkan berkurangnya absorpsi fenitoin. Antasid juga dapat mengubah sekresi asam lambung sehingga mempengaruhi kelarutan fenitoin.

Interaksi Fenitoin + antikoagulan Kadar serum fenitoin ditingkatkan oleh dikoumarol dan warfarin. Fenitoin mengurangi efek antikoagulan dikoumarol tapi meningkatkan efek warfarin.

Interaksi Fenitoin + antikoagulan Kasus klinis : 6 subjek mendapat 300 mg fenitoin/hari setelah ditambah dikoumarol kadar fenitoin meningkat. Intoksikasi fenitoin tampak setelah hari ke-6 pemakaian dikoumarol. Seorang pasien yang mendapat 300mg fenitoin/hari menunjukkan intoksikasi segera setelah mendapat warfarin

Interaksi Fenitoin + antikoagulan Kasus klinis : 6 subjek yang diterapi konstan dikoumarol (40-160mg/hari) diberikan 300mg fenitoin/hr selama 1 minggu. Kadar dikoumarol turun pada hari ke-5 & meningkat lagi setelah warfarin dihentikan. Waktu pembekuan darah seorang pasien yang mendapat warfarin meningkat setelah diterapi fenitoin 300mg/hari, sehingga perlu penurunan dosis warfarin hingga 25%.

Interaksi Fenitoin + antikoagulan Mekanisme : Mekanisme interaksi kompleks. Dikoumarol menghambat metabolisme fenitoin di hati  mengurangi ekskresi. Fenitoin meningkatkan metabolisme dikoumarol, mengurangi metabolisme warfarin. Fenitoin juga mempunyai efek depresi pada hati yang menurunkan produksi faktor pembekuan darah.

Interaksi Fenitoin + barbiturat Perubahan kadar plasma fenitoin (meningkat atau menurun) dapat terjadi bila digunakan fenobarbital, tapi kontrol kejang baisanya tidak terlalu terpengaruh. Intoksikasi fenitoin tampak setelah pemutusan fenobarbital. Peningkatan kadar fenobarbital dapat terjadi bila ditambahkan fenitoin pada terapi dengan fenobarbital.

Interaksi Fenitoin + barbiturat Data klinis : Terapi fenitoin bila ditambahkan fenobarbital : Pada 12 pasien epilepsi yang diterapi dengan fenitoin, saat mendapat fenobarbital kadar plasma fenitoin turun. Pada hampir semua kasus, kadar fenitoin kembali meningkat setelah fenobarbital dihentikan.

Interaksi Fenitoin + barbiturat Data klinis : Terapi fenobarbital bila ditambahkan fenitoin : Peningkatan kadar fenobarbital terjadi pada 40 pasien epilepsi saat ditambah fenitoin. Pada 5 pasien peningkatan kadar plasma fenobarbital hingga 2x lipat.

Interaksi Fenitoin + barbiturat Mekanisme : Fenobarbital mempunyai 2 efek terhadap metabolisme fenitoin : Menginduksi enzim sehingga meningkatkan klirens fenitoin Pada dosis tinggi dapat menghambat metabolisme melalui kompetisi sistem enzim. Total efek yang terjadi tergantung keseimbangan antara kedua mekanisme ini.

Interaksi Fenitoin + benzodiazepin Benzodiazepin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar plasma fenitoin. Fenitoin dapat menurunkan kadar plasma benzodiazepin. Mekanisme : Inkonsistensi ini belum diketahui mekanismenya. Benzodiazepin menginduksi atau meng-inhibisi enzim yang memetabolisme fenitoin. Selain itu benzodiazepin mengubah volume distribusi fenitoin.

Interaksi Fenitoin + H2-bloker Kadar plasma fenitoin meningkat oleh simetidin. Toksisitas bisa terjadi kalau dosis fenitoin tidak diturunkan. Mekanisme : Simetidin adalah inhibitor enzim yang poten  akumulasi kadar fenitoin  mencapai MTC. Tapi famotidin, ranitidin dan nizatidin tidak. Simetidin juga menunda disolusi tablet fenitoin karena peningkatan pH lambung. Manifestasi : aganulositosis & trombositopenia (karena depresi sumsum tulang).

Interaksi antar obat-obat antiepilepsi Obat yang ditambahkan Efek Fenitoin Karbamazepin Asam valproat Fenobarbital << Fenitoin << fenitoin total << or >> fenitoin << Karbamazepin << karbamazepin << asam valproat

Interaksi Obat antiepilepsi dengan obat lain FENITOIN Obat yang mempengaruhi : Antasid : menurunkan absorpsi Fenitoin Simetidin : >> FNT (fenitoin) Kloramfenikol : >> FNT Disulfiram : >> FNT Flukonazol : >> FNT INH : >> FNT Warfarin : >> FNT

Interaksi Obat antiepilepsi dengan obat lain FENITOIN Obat yang dipengaruhi : Kontraseosi oral : penurunan efektivitas kontrasepsi oral Bishidroksikumarin : penurunan efek antikoagulan Asam folat : penurunan efek asam folat Kuinidin : penurunan efek kuinidin Vitamin D : penurunan efek vit. D

Interaksi Obat antiepilepsi dengan obat lain Karbamazepin : Obat yang mempengaruhi : Simetidin : >> CBZ (karbamazepin) Eritromisin : >> CBZ INH : >> CBZ

Interaksi Obat antiepilepsi dengan obat lain KARBAMAZEPIN Obat yang dipengaruhi : Kontrasepsi oral : penurunan efektivitas kontrasepsi oral Doksisiklin : << doksisiklin Teofilin : << teofilin Warfarin : << warfarin

Interaksi Obat antiepilepsi dengan obat lain ASAM VALPROAT : Obat yang mempengaruhi : Simetidin : >> asam valproat Salisilat : >> asam valproat bebas

Interaksi Obat antiepilepsi dengan obat lain ASAM VALPROAT Obat yang dipengaruhi : Kontrasepsi oral : penurunan efektivitas kontrasepsi oral

INTERAKSI BENZODIAZEPIN Benzodiazepin (BDZ) merupakan inhibitor reseptor GABA (gamma-aminobutyric acid). Pengikatan GABA pada reseptornya  pembukaan kanal Cl-  memungkinkan masuknya ion Cl melewati membran sel syaraf  meningkatkan potensial elektrik sepanjang membran sel  sel sukar tereksitasi.

INTERAKSI BENZODIAZEPIN Sedangkan ikatan BDZ dengan reseptor GABA  menyebabkan terbukanya kanal Cl  menghambat neuron  efek relaksasi/depresi. Efek depresi SSP BDZ meliputi : ansiolitik, relaksan otot, antiamnesia, antikonvulsan, dan sedatif.

INTERAKSI BENZODIAZEPIN Interaksi BDZ meliputi interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik terutama melalui inhibisi atau induksi enzim sitokrom P450 yang memetabolisme BDZ. Interaksi farmakodinamik terutama terjadi dengan obat-obat SSP yang lain (etanol, opiat, barbiturat, dll)

BDZ + Antasida Absorpsi klordiazepoksid ditunda pada pemakaian bersama antasid. Klordiazepoksida adalah suatu prodrug yang butuh suasana asam di lambung untuk dikonversi (melalui hidrolisis & dekarboksilasi) menjadi bentuk aktif  antasida menghambat konversi ini dengan meningkatkan pH lambung. Absorpsi diazepam juga ditunda pada pemakaian bersama antasida yang mengandung Al dan Mg.

BDZ + Antikonvulsan Klirens diazepam meningkat pada pemakaian bersama karbamazepin dan fenitoin, tapi tidak dengan fenobarbital. Efek hipnotik midazolam dikurangi oleh karbamazepin dan fenitoin  perlu dosis midazolam yang lebih besar. Mekanisme : berbeda-beda. Sebagian besar karena induksi dan inhibisi enzim.

BDZ + Antifungsi golongan azol Flukonazol, itrakonazol & ketokonazol secara bermakna meningkatkan serum midazolam & triazolam per oral  meningkatkan efek sedasi perlu penyesuaian dosis. Ketokonazol tidak merubah efek klinik klordiazepoksida secara signifikan, tapi meningkatkan efek alprazolam dan midazolam. Mekanisme : inhibisi enzim metabolisme oleh golongan azol  meningkatkan kadar plasma BDZ. Pemberian BDZ secara bolus iv dengan adanya itrakonazol atau flukonazol tidak meningkatkan efek sedasi pada dosis normal.

BDZ + penghambat kanal Ca Kadar serum dan efek midazolam dan triazolam meningkat oleh diltiazem atau verapamil  dosis BDZ perlu dikurangi hingga 50% Tidak ada interaksi bermakna antara diazepam-diltiazem,felodipin atau nimodipin, antara temazepam-diltiazem. Mekanisme : diltiazem & verapamil menghambat enzim sitokrom sehingga menghambat metabolisme dan meningkatkan kadar midazolam dan triazolam.

BDZ + Antagonis H2 Kadar serum alprazolam, klordiazepoksid, klobazam, diazepam, flurazepam, nitrazepam, triazolam ditingkatkan oleh simetidin, tapi secara klinis tidak bermakna (hanya pada beberapa pasien tampak peningkatan efek sedasi). Famotidin dan ranitidin tidak berinteraksi dengan sebagian besar BZD kecuali midazolam & triazolam. Mekanisme : simetidin menghambat enzim yang memetabolisme (N-dealkilasi) berbagai BDZ  mengurangi klirens & meningkatkan kadar.

BDZ + kontrasepsi oral Kontrasepsi oral dapat meningkatkan efek alprazolam, klordiazepoksid, diazepam, nitrazepam dan triazolam serta menurunkan efek oxazepam, lorazepam & temazepam  belum ada studi perlu/tidaknya penyesuaian dosis. Mekanisme : kontrasepsi oral mempengaruhi metabolisme BDZ melalui : mengurangi metabolisme oksidatif (untuk alprazolam, klordiazepoksid, dsb) dan meningkatkan metabolisme konjugasi glukuronida (untuk lorazepam, oxazepam, dsb)

BDZ + antibiotik makrolida Kadar serum dan efek midazolam & triazolam secara bermakna meningkat & diperpanjang pada pemakaian bersama eritromisin. Begitu juga antara midazolam – klaritromisin  perlu penyesuaian dosis. Roxitromisin memberikan efek yang lemah terhadap midazolam & triazolam, sedang eritromisin efeknya lemah terhadap diazepam, nitrazepam dan temazepam. Azitromisin tidak berinteraksi dengan midazolam. Mekanisme : antibiotik makrolida mengurangi metabolisme berbagai BDZ di hati dan/atau dinding saluran cerna  menurunkan klirens & meningkatkan kadar serum.

BDZ + Probenesid Probenesid mengurangi ekskresi lorazepam & nitrazepam (tapi tidak temazepam)  meningkatkan efek terapetik dan toksisitas. Probenesid menghambat klirens banyak obat dan metabolitnya di tubulus ginjal (termasuk BDZ). Probenesid juga menghambat metabolisme (glukuronidasi) nitrazepam dan lorazepam di hati  akumulasi BDZ  peningkatan efek  perlu penurunan dosis.

BDZ + Rifampisin Rifampisin meningkatkan secara bermakna ekskresi diazepam, midazolam, nitazepam dan triazolam (tapi temazepam tidak)  perlu peningkatan dosis BDZ. Mekanisme : rifampisin merupakan induktor enzim hati yang poten  meningkatkan metabolisme hati  meningkatkan ekskresi.

INTERAKSI OPIAT Opioid adalah senyawa baik endogen maupun sintetik yang menghasilkan efek mirip morfin. Morfin & sebagian besar opiat menunjukkan berbagai efek stimulasi atau inhibisi, dengan tempat kerja utama di otak dan saluran cerna. Alkaloid opioid (mis. Morfin) menghasilkan efek analgesik melalui aksi pada daerah di otak yang mengandung peptid mempunyai sifat farmakologi mirip opioid, yaitu endorfin (morfin endogen).

INTERAKSI OPIAT Ada 3 reseptor opioid (μ, δ, Ќ) dengan efek yang berbeda-beda berupa efek analgesik, depresi pernafasan, penurunan motilitas saluran cerna, kontriksi pupil, euforia, sedasi dan ketergantungan fisik.

INTERAKSI OPIAT Object drugs Precipitant drugs Interaksi Morfin MAO Inhibitor Peningkatan efek morfin, ansietas, konfusi, depresi saluran nafas, koma. Morfin, loperamid Kuinidin Peningkatan toksisitas opiat Morfin, metadon heksosa Penurunan potensi opiat

INTERAKSI OPIAT Object drugs Precipitant drugs Interaksi Morfin Fluoksetin Fluoksetin melemahkan efek analgesik morfin Narkotik Wanita hamil, perokok Retardasi pertumbuhan intrauterin yang fatal gingseng Gingseng menghambat aktivitas analgesik, menyebabkan toleransi & ketergantungan terhadap morfin

INTERAKSI OPIAT Object drugs Precipitant drugs Interaksi Codein glutetimid Kadar masing-masin gobat dapat meningkat  resiko toksisitas karena efek sinergis Pentazocin Amitriptilin Depresi pernafasan dapat meningkat Meperidin INH INH menghambat MAO menyebabkan hipotensi atau depresi SSP

OBAT-OBAT ANTIDIABETIK Obat antidiabetik (senyawa hipoglikemik) digunakan untuk mengontrol diabetes melitus, DM : suatu penyakit dimana terjadi kegagalan total atau parsial dari sel beta pankreas untuk mensekresi ke dalam sirkulasi sejumlah cukup insulin. Insulin : hormon yang berfungsi untuk memetabolisme glukosa

INTERAKSI dengan ACE inhibitor Pada sebagian pemakai insulin atau sulfonilurea yang diterapi juga dengan captopril, enalapril, lisinopril  terjadi hipoglikemia  bisa diatasi dengan menurunkan dosis antidiabet. Mekanisme : tidak diketahui, diduga terjadi peningkatan utilisasi glukosa & sensitivitas insulin.

INTERAKSI dengan ALOPURINOL Terjadi peningkatan t ½ klorpropamid dan penurunan t ½ tolbutamid selama pemakaian bersama alopurinol  tapi efek terhadap rspon hipoglikemia bervariasi pada tiap pasien. Terjadi hipoglikemia yang bermakna hingga koma pada pasien yang mendapat glicazida. Mekanisme belum diketahui. Pada kasus klorpropamid melibatkan kompetisi pada mekanisme tubular ginjal.

INTERAKSI dengan ANTIKOAGULAN Dikoumarol dan tolbutamid berinteraksi  peningkatan hipoglikemia (resiko koma) dan peningkatan efek antikoagulan (resiko perdarahan). Dikoumarol juga meningkatkan efek hipoglikemia klorpropamid. Peningkatan efek warfarin terjadi pada pasien yang mendapat glibenklamid.

INTERAKSI dengan ANTIKOAGULAN Mekanisme : Dikoumarol meningkatkan efek tolbutamid melalui penghambatan metabolismenya di hati, demikian juga pada klorpropamid. Peningkatan efek antikoagulan dikoumarol oleh tolbutamid disebabkan interaksi pada ikatan protein - plasma

INTERAKSI dengan kloramfenikol Efek hipoglikemia dari tolbutamid & klorpropamid dapat ditingkatkan bila dipakai bersama kloramfenikol  dapat terjadi hipoglikemia akut. Mekanisme : Kloramfenikol menghambat enzim hepatik yang terlibat dalam metabolisme tolbutamid & klorpropamid  akumulasi dalam darah  kadar glukosa <<  hipoglikemia.

INTERAKSI dengan klorpromazin Klorpromazin dapat meningkatkan kadar gula darah pada dosis 100 mg / >  mengganggu kontrol diabetes  perlu peningkatan dosis antidiabet. Mekanisme : Klorpromazin menghambat pelepasan insulin & meningkatkan pelepasan epinefrin dari adrenal  keduanya dapat meningkatkan kadar gula darah.

INTERAKSI dengan klofibrat Efek sulfonilurea dapat ditingkatkan oleh klofibrat pada beberapa pasien  kombinasi yang menguntungkan untuk kontrol diabetes yang sukar  perlu pengurangan dosis antidiabet. Efek antidiuretik dari klofibrat untuk terapi diabetes insipidus dihambat oleh glibenklamid. Mekanisme : diduga karena penggeseran sulfonilurea dari ikatan proteinnya, perubahan ekskresi renalnya dan penurunan resistensi insulin.

FAKTOR FISIOLOGI YANG MEMPENGARUHI INTERAKSI OBAT : Usia Berat badan Jenis kelamin Genetika Waktu pemberian Variasi diurnal Toleransi Suhu tubuh Kondisi patologis

1. Usia Bayi (balita)  fungsi metabolisme belum sempurna  keberadaan obat dalam darah >>  kemungkinan terjadi interaksi >> Lansia  fungsi metabolisme menurun  idem bayi.

2. Berat badan Kandungan lemak/protein dalam tubuh  berkaitan dengan distribusi obat, ikatan obat dengan protein plasma  mempengaruhi keberadaan obat bebas dalam darah atau mempengaruhi afinitas satu obat dengan obat lain terhadap protein plasma  pengusiran satu obat oleh obat lain  efek / efek samping yang mungkin terjadi.

3. Jenis kelamin Kondisi hormonal  perbedaan kepekaan pria & wanita

4. Genetika Contoh pada ras tertentu : defisiensi enzim asetilase  mempengaruhi obat-obat yang dimetabolisme asetilasi (ex INH, PAS, dll)

5. Waktu pemberian Perbedaan bisa terjadi antara obat diminum sebelum atau sesudah makan  untuk obat yang dipengaruhi asam lambung. Dosis dan interval pemberian  berkaitan dengan terjaganya kadar di atas MEC  untuk obat yang berinteraksi  beri beda waktu kurang lebih 2 jam.

6. Variasi diurnal Efek obat dapat dipengaruhi oleh aktivitas tubuh atau kondisi basal tubuh. Contoh : ACTH dari kelenjar pituitari  aktivitasnya paling tinggi pada pagi hari sehingga hormon kortison dari korteks adrenal kadarnya dalam darah paling tinggi pada pagi hari, terendah pada malam hari  jadi dosis untuk malam hari diturunkan (pada pasien asma & rematik) Obat-obat yang berkaitan dengan variasi diurnal : anti epilepsi, aspirin, nortriptilin, propanolol, litium, ketoprofen, teofilin.

7. Toleransi Adalah kondisi dimana untuk mencapai efek yang sama perlu dosis yang lebih tinggi. Mekanisme : Induksi enzim Toleransi seluler : peningkatan jumlah reseptor. Contoh pada obat-obat yang menimbulkan adiksi (morfin, barbiturat)

8. Suhu tubuh Suhu berpengaruh pada distribusi, ikatan, ekskresi dan aktivitas enzim. Contoh : percobaan dengan sulfonamida  metabolisme menurun saat hipotermia  karena aktivitas enzim asetilase hati menurun.

9. Kondisi patologik Efek obat / toksisitas obat dapat meningkat pada insufisiensi hati dan insufisiensi ginjal (terutama untuk obat yang diekskresi dalam jumlah besar melalui hati atau ginjal)

EVALUASI INTERAKSI OBAT Waktu terjadinya interaksi : Interaksi dari obat yang segolongan Urutan pemberian obat Dosis Faktor genetik Pentingnya indikasi dari obat yang digunakan

1. Waktu terjadinya interaksi Interaksi bisa terjadi segera, setelah beberapa hari atau beberapa minggu. Interaksi ada yang menghilang / mereda dengan berjalannya waktu (ex. interaksi kloral hidrat dengan warfarin) Kesalahan bisa terjadi bila pengamatan dilakukan terlalu cepat (ex. Interaksi antidepresan trisiklik – guanetidin  butuh 1-2 hari). Atau pengamatan terlambat (ex. Interaksi epinefrin- beta bloker  beberapa menit)

2. Interaksi dari obat yang segolongan Interaksi bisa sama untuk tiap jenis obat (ex. Golongan diuretik tiazid) atau tidak sama untuk tiap jenis obat, mis : golongan fluorokuinolon dalam menghambat metabolisme teofilin, golongan antagonis H2 dalam menghambat metabolisme sejumlah obat, golongan Ca antagonis dalam menghambat metabolisme digoxin

3. Urutan pemberian obat Urutan pemberian obat dapat mempengaruhi kejadian interaksi Istilah : object drug (obat yang efeknya diubah) dan precipitant drug (obat yang menyebabkan terjadinya interaksi) Contoh : pasien dalam terapi thiroid (kronis) diberi warfarin  tidak apa-apa. Pasien dalam terapi warfarin lalu hipotiroid  diberi thiroid  interaksi

4. Dosis Interaksi obat lebih terlihat pada dosis yang lebih besar. Beberapa interaksi obat tidak penting secara klinis kecuali bila obat diberikan dalam jumlah berlebih. Contoh : Omeprazol pada dosis 40 mg/hari menghambat metabolisme diazepam & fenitoin. Tapi pada dosis 20 mg/hari  efek penghambatan minimal.

5. Faktor genetik Misal : Interaksi obat A + B diamati pada 12 pasien. Pada 2 pasien terlihat interaksi yang bermakna, sedang pada 10 pasien lain tidak terlihat interaksi sama sekali. Jadi suatu interaksi obat yang biasanya menunjukkan perubahan efek besar, bisa tidak menunjukkan perubahan sama sekali pada pasien tertentu, atau sebaliknya. Contoh : eritromisin meningkatkan absorpsi digoxin dari saluran cerna dengan mengurangi bakteri yang menguraikan digoxin  terjadi hanya pada 10% populasi

6. Pentingnya indikasi dari obat yang digunakan Interaksi obat bisa terjadi bila suatu obat digunakan untuk tujuan tertentu tapi tidak terjadi jika untuk tujuan lain. Contoh : metotreksat untuk pengobatan kanker (dosis besar) + AINS  meningkatkan toksisitas metotreksat. Metotreksat untuk terapi rematik (dosis kecil) + AINS  tela berhasil digunakan, efek samping jarang terjadi.