HUKUM ADAT KETATANEGARAAN BENTUK DESA Hukum Adat Ketatanegaraan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat, bentuk-bentuk persekutuan (masyarakat) hukum adat (desa), alat-alat (perangkat) desa, susunan jabatan dan tugas masing-masing anggota perlengkapan desa, majelis kerapatan adat desa, dan harta kekayaan desa. Menurut UUNo.5/79 Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsug di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI.
Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa yang merupakan lingkunhan kerja pelaksanaan pemerintahan desa. Pada umumnya yang merupakan bentuk desa merupakan tempat kediaman penduduk yang terdiri dari perkampungan yang kecil-kecil yang hanya terdiri dari beberapa rumah dengan hak ulayat atas tanah perladangan dan hutan yang luas. Kampung-kampung tersebut ada yang setengah berdiri sendiri, mengatur pemerintahan rumah tangganya sendiri dengan raja-raja adatnya masing-masing. Kebanyakan letak perkampungan jauh dari pusat desa. Bahkan masih ada yang penduduknya tidak menetap, sesuai dengan kehidupan pertanian ladang atau penggembalaan ternak.
SUSUNAN MASYARAKAT DESA Susunan masyarakat desa dipengaruhi oleh latar belakanng sejarah terjadinya desa, harta kekayaan yang dimiliki / dikuasai oleh keluarga/kerabat tertentu, sehingga menimbulkan kebangsawanan desa.
Dikalangan masyarakat adat Jawa, susunan kemasyarakatannya dibedakan menurut harta kekayaan yang dimiliki setiap keluarga. Perbedaan itu adalah: Tingkat Pertama, disebut Kuli Kenceng, mereka yang keturunan pembangun desa, dengan memiliki bangunan rumah dan tanah pekarangan serta tanah pertanian yang luas. Keturunan mereka kebanyakan menjadi penyelenggara pemerintahan desa. 2. Tingkat Kedua adalah Kuli Gundul, yaitu mereka yang hanya mempunyai bangunan rumah dan tanah pekarangan saja. 3. Tingkat Ketiga adalah Tiang Numpang, adalah mereka yang tidak mempunyai hak milik apa-apa dan hanya menjadi buruh tani atau membantu kehidupan keluarga majikan yang ditumpanginya.
Di Minangkabau yang susunan masyarakat nagarinya dipengaruhi oleh sistem kekerabatan genealogis matrilinial dengan hukum adatnya yang bermamak-kemenakan dan terikat pada satu kesatuan rumah gadang (rumah kerabat). Tingkat kedudukan para kemenakan itu dibedakan antara: 1. Kemenakan batali darah. Kemenakan yang sekandung dari ibu asal yang berhak dan berperan sebagai mamak kepala waris dan penghulu. 2. Kemenakan batali adat. Kemenakan yang diangkat dari keluarga lain dan hanya dapat menggantikan kedudukan sebagai mamak atau penghulu apabila kemenakan batali darah sudah tidak ada lagi. 3. Kemenakan batali emas atau batali budi. Kemenakan yang diakui sebagai kemenakan karena baik budi. 4. Kemenakan di bawah lutut. Kemenakan yang asal-usulnya tidak jelas, diasuh karena diperlukan tenaganya.
Di Masyarakat Dayak perbedaannya: 1. Kaum bangsawan (utus gantong) 2. Kaum kaya (utus tatau) 3. Kaum miskin (utus rendah / utus pehebelum) 4. Budak / warga desa yang tidak merdeka (Rewar) 5. Budak yang mengabdi pada orang lain karena hutangnya belum lunas (japen) Di Sulawesi Selatan (Bugis & Makasar) 1. Golongan Bangsawan (anak karung / akan karaeng) 2. Golongan Menengah ( tomaradeka ) 3. Golongan Bawah ( ata ) Di lingkungan masyarakat yang beragama Hindhu: Brahmana Ksatria Waisya Sudra
PEMERINTAHAN DESA Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Indonesia yang dipilih oleh penduduk desa untuk masa jabatan 8 tahun. Jabatan kepala desa pada masyarakat Jawa yang lama disebut Lurah, Kuwu, Petinggi. Jabatan ini biasanya turun temurun. Kepala desa biasanya dipilih oleh warga karena dianggap berilmu tinggi, ahli agama, berilmu kebal, atau mempunyai banyak pengikut / murid. Dalam menjalankan pemerintahan Desa, Kepala Desa dibantu oleh Carik (juru tulis), kamituwa (kepala dukuh), amil (pejabat agama & pencatat sipil), petugas keamanan, dan ulu-ulu (petugas pengairan). Para pembantu desa ini disebut Perabot desa atau Kokolot.
Di Minangkabau: Untuk urusan pamong praja dibantu oleh manti Untuk urusan polisi dibantu oleh dubalang Untuk urusan agama dibantu oleh malim. Di Jawa: Wakil kepala (kamituwo) Panitera (carik) Pesuruh (kebayan) Petugas keagamaan (alim, ketib) Petugas kepolisian (jogo-boyo)
Kepala persekutuan adalah kepala rakyat dan bapak masyarakat, ia mengetuai persekutuan sebagai ketua suatu keluarga besar. Aktivitas kepala rakyat pada pokoknya meliputi: 1. Tindakan mengenai urusan tanah. 2. Campur tangan dalam perkawinan. 3. Pembinaan hukum secara preventif. 4. Pembinaan hukum secara represif. Peradilan perdamaian desa diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam UU Darurat No.1/51.
Untuk mengatur pemerintahan desa, kepala desa mengadakan kumpulan desa tiap 35 hari sekali bertempat di balai desa yang dihadiri oleh semua perabot desa dan para sesepuh desa. Begitu pula dalam melaksanakan peradilan desa. Kepala Desa dan staf pembantunya bertindak sebagai hakim desa. Untuk perkara yang menyangkut hukum adat, maka kepala desa bertindak pula sebagai kepala adat. Penghasilan kepala desa dan perabot desa bersalah dari pemerintahan atasannya (Asisten Wedana / Camat) atau dari tanah yang disediakan oleh desa (tanah bengkok / tanah pekulen)
HARTA KEKAYAAN DESA Sumber pendapatan desa terdiri dari: A. Pendapatan Asli Daerah itu sendiri, yang terdiri dari: 1. Hasil tanah-tanah kas desa 2. Hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat desa 3. Hasil dari gotong royong masyarakat 4. Hasil dari usaha desa. B. Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang terdiri dari: 1. Sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat 2. Sumbangan dan bantuan dari pemerintah daerah 3. Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan kepada desa C. Lain-lain pendapatan yang sah.
See You Latter