Penyelenggara perguruan Tinggi Swasta Dalam Sistim Pendidikan Nasional ( Tinjauan Penyelenggaraan Pendidikan saat ini & Prospektif BHP ) oleh M.Sayuri Rustam
KRITERIA YAYASAN Kekayaan yang dipisahkan Kekayaan hanya dipergunakan untuk mencapai tujuan Tujuan Yayasan tertentu di Bidang Sosial, Keagaamaan dan Kemanusiaan. Tidak mempunyai anggota ( UU No 16 tahun 2001 Pasal 1 butir 1 )
Kebutuhan Penyelenggara AMANDEMEN PASAL 31 UUD 1945 Satu Sistem Pendidikan Nasional Tujuan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Kebutuhan Penyelenggara Pendidikan Nasional Menciptakan SDM : Handal Profesional
AMANDEMEN PS 31 UUD 1945 PEMBAHARUAN SPN PEMERINTAH UU No 2 /1989 Diubah UU No 20 /1990
AMANAT UU NO 20 TAHUN 2003 Memuat Paradigma Baru : Visi – Fungsi dan Tujuan - Prinsip Penyelenggaraan pendidikan - Penyelenggaraan pendidikan Formal Berbentuk Badan Hukum –
AMANDEMEN PASAL 31 UUD 1945 Satu Sistim Tujuan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Satu Sistim Pendidikan Nasional Kebutuhan Penyenggara Pendidikan Nasional Menciptakan SDM : - Handal - Profesional
Penyelenggaraan Pendidikan Saat ini Yayasan sebagai Penyelenggara ( Pola Lama ) Ditinjau dari sudut Pendiri Ormas , Keagamaan - Tokoh dan atau Pemuka Masyarakat - Perseorangan , Keluarga, Sekelompok Orang - Berakibat Pengelolaan Tidak Optimal
Kendala : HUBUNGAN YAYASAN DGN PERGURUAN TINGGI ( Pola Lama ) YAYASAN PENYELENGGARA Kendala : - Program Pengembangan - Kewenangan PERGURUAN TINGGI PENGELOLA
PERGURUAN TINGGI TIDAK DAPAT SECARA LANGSUNG MELAKUKAN KERJA SAMA DENGAN PIHAK LAIN ( KHUSUSNYA MASALAH DANA ) TIDAK ADANYA KONTROL MASYARAKAT
Pasal 53 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Dasar Hukum Pendirian BHP Pasal 53 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik Badan Hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan Ketentuan tentang badan hukum pendidikan di atur dengan undang-undang tersendiri
Badan Hukum Pendidikan BHP Yayasan sebagai Penyelenggara Pendiri Peran dan Fungsi Yayasan Wali Amanat Nirlaba - Setiap hasil usaha tidak dapat dibagikan - Hanya untuk diinvestasikan secara terus menerus BHP DAPAT DIDIRIKAN OLEH : PEMERINTAH YAYASAN PERSEORANGAN BADAN HUKUM LAIN
Pola Pikir Baru Pemerintah Pendiri Yayasan dll. BHP Penyelenggara (dh.penyelenggara) Yayasan dll. BHP Penyelenggara
Perlu adanya penegasan bahwa Yayasan/Pendiri mempunyai kewenangan sebagai berikut : - Hak prerogatif tentang penetapan visi dan misi BHP - Pembuatan,perubahan dan penetapan Anggaran Dasar - Pengangkatan dan penetapan anggota Majelis Wali Amanah ( MWA ). - Pengangkatan dan penetapan Pimpinan Majelis Wali Amanah ( MWA ). - Hak-hak Yayasan sebagai pendiri secara umum perlu di akomodasi
Definisi tentang pendiri BHP hendaknya diatur dan diuraikan secara jelas/rinci. Pemerintah,Yayasan,Perseorangan atau Badan Hukum lain dapat mendirikan BHP dan berkedudukan sebagai Pendiri. Badan Hukum Pendidikan ( BHP ) adalah subyek hukum Badan Hukum Pendidikan (BHP ) perlu dikelola secara professional dengan prinsip nirlaba, berarti Pendiri dan penyelenggara tidak memperoleh sisa hasil usaha. Jika ada sisa hasil usaha yang diperoleh hanya dapat diinvestasikan untuk meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan secara berkesinambungan.
Pasal 13 ayat 6 , diubah menjadi : “ Dalam penetapan seluruh kewenangan MWA ( tidak hanya pemilihan Pemimpin PT ) sebagaimana tercantum Pasal 9 yang didirikan oleh masyarakat , komposisi hak suara diatur oleh Pendiri dalam Anggaran Dasar , di mana Pendiri dapat memiliki hak suara 51 % atau lebih”. Berhubung Pasal 16 rancangan BHP ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat 8 , yang berbunyi : “ Anggaran Dasar adalah ketentuan dasar yang sekurang-kurangnya memuat tentang visi,misi ,asas,tujuan,fungsi ,pendiri,nama dan tempat kedudukan,jangka waktu pendirian, dan pokok-pokok organisasi BHP ” maka Pasal 16 agar diubah menjadi :
Ayat 1 : Ketentuan pokok lebih lanjut tentang MWA , Dewan Audit , Senat Akademik dan Pimpinan Perguruan Tinggi serta unit lain yang dipandang perlu diatur dalam Anggaran Dasar ( bukan peraturan pemerintah). Ayat 2 : Ketentuan rinci lebih lanjut tentang MWA , Dewan Audit ,Senat Akademik dan Pimpinan Perguruan Tinggi serta unit lain yang dipandang perlu diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ( bukan Anggaran Dasar ). Ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dapat diatur dalam peraturan pemerintah.
Pasal 20 ayat 1diubah menjadi : BHP PT diselenggarakan secara professional berdasarkan prinsip nirlaba , otonomi, akuntabilitas , jaminan mutu dan evaluasi yang transparan dan ditambah dengan penjelasan khususnya tentang prinsip nirlaba yang berisi sebagai berikut: Jika ada laba ( sisa anggaran ) yang diperoleh , maka laba tersebut tidak dapat dialihkan keluar BHP termasuk Yayasan/Pendiri dan Penyelenggara. Kecuali diinvestasikan untuk meningkatkan pelayanan, SDM dan mutu pendidikan secara berkesinambungan.
Kekayaan awal yang dialihkan pada BHP (khususnya Perguruan Tinggi yang sudah berjalan ) diatur sepenuhnya dalam Anggaran Dasar. Dalam Undang-Undang ini perlu diatur minimal kekayaan yang harus dialihkan kepada BHP. Lembaga Pendidikan Asing yang akan menyelenggarakan Pendidikan Tinggi di Indonesia perlu diatur lebih rinci dalam Undang-Undang ini Diusulkan pula agar dimungkinkan adanya BHP dengan struktur yang tidak harus sama dengan yang tercantum dalam draft RUU.
Yang ditetapkan sebagai Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah Satuan Pendidikan Tinggi atau dapat Badan Penyelenggara yang berkedudukan sebagai penyelenggara Perguruan Tinggi (mengacu pada Pasal 53 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga mengingat karena ada Yayasan yang mendapatkan wakaf dari masyarakat untuk kepentingan Pendidikan tersebut) Perubahan dari bentuk lama untuk menjadi BHP diperlukan masa peralihan yang cukup dan jangka waktunya ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi Yayasan yang beraneka ragam.
Terima Kasih