Technical Services Division (TSD) (Training Material PENGATURAN TINGGI PERMUKAAN AIR PADA LAHAN SULFAT MASAM potensial (smp) DI PT HINDOLI, ctp holdings (A Cargill Company) Di Susun Oleh : Heki Aprilyanto Technical Services Division (TSD)
Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Hal ini didukung oleh permintaan dunia terhadap produk hasil budidaya kelapa sawit baik dalam bentuk bahan mentah (CPO dan PKO) maupun produk turunannya (refinery) terus meningkat tajam.
Latar Belakang Peranan Indonesia sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia saat ini sangat besar. DESCRIPTION TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009 F Production (T) 14.100.000 16.050.000 17.270.000 19.100.000 20.600.000 Yield (T/Ha) 3,82 3,91 3,80 3,85 3,81 Area Mature (Ha) 3.690.000 4.110.000 4.540.000 4.960.000 5.400.000 Area Immature (Ha) 1.763.817 2.484.914 2.071.614 1.851.811 1.725.331 Area Total (Ha) 5.453.817 6.594.914 6.611.614 6.811.811 7.125.331 Sumber : OIL WORLD Berbagai upaya yang menyentuh faktor-faktor produksi terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit seperti aspek bahan tanam, tanah, kultur teknis, iklim, pemupukan dan pengelolaan panen.
Latar Belakang Upaya peningkatan produktivitas perkelapasawitan di Indonesia yang terkait langsung dengan aspek tanah adalah melalui ekspansi lahan. Cadangan lahan-lahan yang sesuai terbatas Lahan-lahan marjinal Gambut dan lahan pasang surut.
Tanah Marjinal dan Tanah Sulfat masam Tanah Marjinal dapat terbentuk secara alami, maupun karena antropogenik. Dari 12 ordo tanah di dunia (Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gleisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisol dan Vertisols) yang tergolong Tanah Marjinal antara lain adalah : Aridisols, Entisols, Gleisols, Histosols, Inceptisols, dan Ultisols. Luas lahan di Indonesia yang keseluruhannya berjumlah 162.4 juta ha, sekitar 39.4 juta ha berupa lahan rawa pasang surut (24.2 %) dan sekitar 123 juta ha adalah lahan kering (75.8 %). Menurut USDA 1998, tanah sulfat masam berada pada ordo Histosol, Entisol dan Dystropept. Tanah sulfate masam di Indonesia mencapai 2 juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Acid Sulphate Soil
Pengelolaan lahan pasang surut Tanah sulfat masam dengan kandungan pirit-nya, fluktuasi pasang dan surut, salinitas, kedalaman solum tanah dan kemasaman air yang menggenangi lahan. MUKUT, PT Hindoli, CTP Holdings (A Cargill Company). Diperlukan suatu kajian untuk menentukan metode pengelolaan lahan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik lahan pasang surut tersebut. Acid Sulphate Soil
ACID SULPHATE SOIL (ASS) Pertama kali dikenal dengan sebutan cat clay yang diambil dari asal kata katteklei (bahasa Belanda), yang diartikan sebagai lempung yang berwarna seperti warna pada bulu kucing, yaitu warna kelabu dengan bercak kuning pucat (jerami). Bercak kuning pucat ini merupakan senyawa hasil (produk) oksidasi pirit yang sering disebut dengan jarosit. Istilah tanah sulfat masam sendiri digunakan karena berkaitan dengan adanya bahan sulfida (pirit) dalam tanah ini yang apabila teroksidasi menghasilkan asam sulfat sehingga menyebabkan tanah menjadi masam sampai sangat masam (p-H 2-3). Tanah sulfat masam terbagi menjadi dua jenis yaitu Tanah sulfat Masam Potensial (Sulfaquents/Potential Acid Sulfate Soils) - Entisol dan Tanah Sulfat Masam Aktual (Sulfaquepts/Actual Acid Sulfate Soils) - Inceptisol. Tanah sulfat masam potensial biasanya berada di daerah pesisir dan berada pada lapisan dengan kedalaman ± 0,5 m berupa lempung laut ‘marine clay’. Pada kondisi anaerob, pyrite bersifat stabil dan akan menjadi labil jika berada pada kondisi aerob (teroksidasi). Acid Sulphate Soil
Indikator utama keberadaan tanah sulfat masam di lapangan 1 Indikator tanaman meliputi adanya jenis tanaman tea tree, smart weed, water couch, swamp couch, buffalo couch, water lilies, spike rush, umbrella sedge, phragmites dan maundia 2 Indikator air terdiri dari crystal clear, yellow-brown, iron flocs, blue-green water dan milky-white water. 3 Indikator tanah meliputi adanya iron monosulfides, salts crusts dan scalds Source : David Dent and Bryan Dawson on Site Assesment System for Acid Sulfate Soils Acid Sulphate Soil
acid sulfate soil or pyrite (FeS2) The Formation of acid sulfate soil or pyrite (FeS2) 4SO42- (aq) + Fe2O 3 (s) + 8 CH2O 3 (s,aq) + 1/2 O 2(aq) 2 FeS 2(s) 2+ + 8 HO3 + 8 CHO 3 (aq) + 4 H2O (aq) (sufate ions) (iron III oxide) (organic matter) (dissolved oxygen) (pyrite) Acid Sulfate Soils (ASS) are extremely acidic and sulfur rich soil Potential Acid Sulfate Soil (PASS) is the common name given to soil and sediment containing iron sulfide (usually pyrite) They can become Actual Acid Sulfate Soil (AASS) if they become exposed to air It requires : a supply of sulfur (usually from seawater-885 ppm) - anaerobic (oxygen free) condition - a supply of energy for bacteria Desulvofibrio(usually rotting organic matter e.g. mangroves leaves) - a system to remove reaction products (e.g. Tidal flushing of the system) - a system of Iron (geothit to FeS-mackinavit/FeOOH to FeS2-pyrite)- (most often from terrestrial sediments) - a temperatur greater than 100C - Source : David Dent and Bryan Dawson on Site Assesment System for Acid Sulfate Soils Acid Sulphate Soil
Asam sulfur (SO4) + komponen logam besi (Fe) Siklus Pirit Proses Oksidasi Pirit 2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O 2 Fe2+ + 4 H2SO4 Asam sulfur (SO4) + komponen logam besi (Fe) Menurunkan pH, salinitas tinggi dan logam beracun alumuniun (Al), mangan (Mn). Menghambat kehidupan tanaman dan organisme Kadar Al, Fe, Mn dan SO4 sangat tinggi dan terjadi kekahatan unsur P, Cu, Zn dan B. outotroph bacteria (Thiobacillus ferroxidants), Thiobacillus oxidizes Fe2+ to Fe3+ Unsur Besi Fero (Fe2+) akan mengikat oksigen menjadi unsur besi Feri (Fe3+) yang merupakan endapan pada dasar air atau tanah dengan warna kuning sampai kuning kecoklatan (yellow boy). Kondisi air dan tanah yang asam tersebut akan sangat besar kemungkinannya untuk melarutkan beberapa mineral logam berat (Cu, Zn, Pb, Cd) yang mana logam berat tersebut sangat beracun bagi manusia, biota dan tumbuhan lainnya. Acid Sulphate Soil
Pirit dapat teroksidasi (terkena udara) apabila : Siklus Pirit Proses Oksidasi Pirit Pirit dapat teroksidasi (terkena udara) apabila : Tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat saluran, atau membuat surjan). Masuknya oksigen melalui pori-pori atau retakan tanah, bekas akar tanaman, Bahkan melalui aliran air yang masuk serta permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau). Acid Sulphate Soil
Penampang Tanah Lahan Pasang Surut Water Surface before Reclamation Basement Materials PASS Oxidised Zones (AASS) Sedimenst (Soil Solum) Safety Zone for Water Surface Waterlogged 1 2 3 4 5 6 Depth (m)
Faktor Pembatas Pada Tanah Sulfat Masam Kemasaman Tanah, dapat menghambat petumbuhan : Kerusakan sel tanaman secara langsung akibat peningkatan konsentrasi H+, Penungkatan kelarutan Al, Fe , Mn dan Arsenik yang toksik terhadap tanaman, Penurunan konsentrasi kation hara makro (Defisiensi Mg, Ca dan K) Peningkatan kalarutan P dan Mn Terhambatnya pertumbuhan akar dan proses penyerapan air, Abnormalitas faktor biotik, Pasang Surut (pembentukan pirit-FeS2), wilayah yang langsung berbatasan dengan laut akan terendam, sedangkan wilayah yang menjorok ke pedalaman, air pasang hanya mamasuki alur-alur yang ada tapi masih terjadi intrusi air laut melalui pori-pori tanah. Acid Sulphate Soil
Lahan Pasang Surut (wetland, coastal land) Lahan yang dipengaruhi oleh fluktuasi pasang dan surut air laut. Berada di wilayah pesisir, pantai Sumatra Selatan : Lokasi Reklamasi Rawa Pasang Surut (garis merah), garis hitam adalah gambut tebal dan garis ungu adalah lahan kering . Lahan pasang surut dibagi menjadi beberapa golongan menurut tipeluapan air pasang, yaitu: Lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati), maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh). Lahan terluapi oleh pasang besar saja. Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm. Tinjauan Pustaka
Fenomena Pasang Surut Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu : Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide). Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide). Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal).
Faktor Pembatas Pada Tanah Sulfat Masam Salinitas, kadar garam dan konduktifitas elektrik (daya hantar listrik-DHL) sangat tinggi sehingga menghambat metabolisme sel tanaman. Daya dukung tanah, kandungan BO (gambut) dan tingkat kematangan tanah. Transportasi alat berat (saat LC) dan persiapan lahan menyebabkan penurunan gambut dan tanah (30-60 cm). Acid Sulphate Soil
Bahaya Acid Sulphate Soil (ASS) Bahaya di lapangan (on-site hazard) meliputi PH kurang dari 4 dapat membentuk konsentrasi logam-logam berbahaya seperti Al, Fe dan Arsenik Terhambatnya proses penyerapan air dan unsur hara oleh tanaman, Keracunan besi, Menghambat pematangan air sehingga terjadi salinitas pada lapisan tanah dangkal, Tanaman mudah terserang penyakit dan rendahnya produktivitas, Menyebabkan korosi pada bangunan sipil (pintu air, gorong-gorong, jembatan dan lain-lain). Sedangkan bahaya pada saluran drainase dan aliran air terdiri dari banyaknya organisme air yang mati seperti ikan akibat keracunan Al dan tercemarnya air dalam saluran air oleh logam-logam berbahaya seperti Al, Fe dan logam lainnya. Acid Sulphate Soil
Bahaya Acid Sulphate Soil (ASS) Gejala keracunan zat besi pada tanaman: Daun tanaman menguning jingga Pucuk daun mengering Tanamannya kerdil Hasil (yield) tanaman rendah. Ciri-ciri tingginya kadar besi dalam tanah: Tampak gejala keracunan besi pada tanaman Ada lapisan seperti minyak di permukaan air Ada lapisan merah di pinggiran saluran. Belerang menyebabkan air tanah menjadi asam, bahkan lebih asam daripada cuka. Akibat yang ditimbulkan adalah: Tanaman mudah terserang penyakit Hasil panen rendah Tanaman lebih mudah kena keracunan besi. Tanda-tanda morfologi akar tanaman yang mengalami keracunan Al adalah sebagai berikut: a. Membesarnya akar, sehingga garis-tengahnya menjadi lebih besar dari biasanya. Akar menjadi lebih pendek dan kaku seperti kawat. b. Akar mudah patah c. Membengkaknya ujung-ujung akar d. Akar tanaman tidak dapat berfungsi dengan sempurna dalam menyerap air dan unsur hara (pengaruh tidak langsung). Acid Sulphate Soil
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, sangat diperlukan adanya tindakan pengelolaan tanah dan air. Salah satu tindakan pengelolaan tanah dan air yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan tinggi permukaan air. Level air dijaga pada posisi diatas lapisan pirit sedapat mungkin untuk mencegah oksidasi pirit. Acid Sulphate Soil
Oil Palm On Acid Sulphate Soil (ASS) Pada lahan yang mengandung bahan sulfidik (pirit), pertumbuhan kelapa sawit kurang optimal dan produksi yang dicapai relatif rendah secara umum mulai nampak pada umur lima tahun. Hal ini ditandai oleh keringnya pelepah yang dibarengi dengan munculnya gejala-gejala stres lainnya. Tanaman kelapa sawit tumbuh kerdil dan terdapat beberapa pelepah muda yang tidak membuka. Gejala-gejala seperti ini lebih banyak dari pada tanaman yang tumbuh normal. Sistem drainase yang terlalu dalam dan intensif dapat memperbesar potensi terjadinya oksidasi. Ini telah dibuktikan oleh pengalaman terdahulu dimana telah mengakibatkan kerugian besar. Bahkan setelah pencucian, tanah akan tetap sangat asam dan total sulfur tetap bertahan. Ada kemungkinan juga kecenderungan horizon tanah permukaan mengalami kering tidak balik. Hal ini diperkuat oleh analisa Toh and Poon (1982) pada salah satu tempat di Malaysia, sistem drainase yang berlebihan pada lahan sulfat masam potensial telah menurunkan produksi kelapa sawit dari 22 ton/ha/tahun menjadi 6 ton/ha/tahun. Sebagai tindakan perbaikan, pintu pengontrol air dibuka pada saat musim hujan untuk membuang sisa keasaman yang terakumulasi selama musim kemarau dan permukaan air dipertahankan pada kedalaman 0,7 m dari permukaan tanah untuk menjaga kelembaban tanah dan menurunkan oksidai sulfida besi. Produksi selanjutnya meningkat dari 6 ton/ha/tahun menjadi 22 ton/ha/tahun. Acid Sulphate Soil
Management Oil Palm On Acid Sulphate Soil (ASS) Max Yield Nutrient Management Soil Management Water Management Oxidation prevention Tide prevention Tata Lahan dan air Infrastruktur hidrologi Ameliorase Leaching Drainage System Fertilizer Irigation System ASS Acid Sulphate Soil
Management Oil Palm On Acid Sulphate Soil (ASS) OBSERVATION Soil Management Water Management Nutrient Management Elevation Rainfall Pyrite Depth Tide Fluctuation Structure (evaporation, percolation, permeability, infiltration,etc) Water Quality (Nutrient, pH, etc) Acid Sulphate Soil
Water Management Tata air dilakukan dengan menjaga pirit tetap dalam kondisi tereduksi. Level air tanah tetap dijaga sehingga tidak terjadi over-drain yang menyebabkan oksidasi pirit. Pembuatan sistem drainase dengan dimensi yang tepat dan sesuai dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan air bagi tanaman, debit tersedia, flow system dan pencegahan oksidasi pirit itu sendiri. Pembuatan bounding untuk mencegah pengaruh pasang surut (intrusi air laut). Acid Sulphate Soil
Water Management Deep Shallow and Wide Acid Sulphate Soil Oxidation Drain Drain Pyrite Layer Shallow and Wide No Oxidation No Oxidation Drain Drain Pyrite Layer Acid Sulphate Soil
New Inovation Acid Sulphate Soil A B C A B Field Drain C Light Brown/Grey (Clay) ± 50 cm A 1,8 m Light Brown/Grey (Clay) ± 20 cm H2S Smell B Field Drain Black/Blue grey/Dark grey ± 50 cm H2S Smell C Collection Drain Main Drain Pada timbunan (bunding atau jaringan jalan) saat pembuatan sistem drainase, tanah sulphate masam (horizon C) harus berada di posisi paling bawah (tertimbun) oleh tanah lapisan atasnya untuk mencegah oksidasi yang berlebihan. Kembali pada posisi semula pada profil horison tanah alami. (Philip Mulvey). Acid Sulphate Soil
Water Management Pencegahan oksidasi terhadap pirit yang berada dalam blok pun akan dipengaruhi oleh jarak parit dengan pirit tersebut. Semakin cepat air meresap dan menutupi lapisan atas pirit, maka semakin efektif juga upaya kita untuk menciptakan kondisi anaerob (reduksi). Dengan demikian, mengetahui tingkat permeabilitas tanah di lapangan adalah hal yang penting untuk menentukan jarak antar parit (field drain) yang tepat. Ini dapat dilakukan dengan pembuatan sumur pantau di dalam blok untuk membandingkan level permukaan air tanah dalam blok dengan level air pada saluran drainase. Acid Sulphate Soil
Water Movement In Clay Soil Drain Drain Pada saat setelah hujan di lapangan, posisi level permukaan air di saluran drainase akan lebih rendah dari permukaan air di lahan (dalam blok). Begitupun sebaliknya. (Frederick R. Troeh and Louis Thompson, 2005). Exposed Drain Drain
Soil Management Jika oksidasi tidak dapat dicegah, maka perlu dilakukan pencucian (leaching) dan aplikasi bahan pembenah tanah untuk mengurangi keracunan dan kemasaman tanah. Meski demikian, pertimbangan ekonomis dalam aplikasi bahan pembenah tanah ini perlu diperhatikan. Acid Sulphate Soil
Contoh Observasi Lapangan di Lahan Sulfat Masam
Metodologi Perumusan Masalah Standar Kesesuaian Lahan Pasang Surut Penentuan Lokasi Standar Kesesuaian Lahan Pasang Surut Pengumpulan Data : Kedalaman pirit, fluktuasi pasang dan surut, pH air, curah hujan, soil map. Pengolahan dan Analisa Data Rekomendasi model pengelolaan tata air
Posisi/Letak Nol Tanah Pada Box Culvert (m) Observasi Elevasi Tanah (Blok) dan Box culvert Meskipun secara visual di lapangan memiliki topografi datar ternyata tetap memiliki elevasi berbeda pada setiap bloknya. Begitupun elevasi box culvert dapat memiliki perbedaan di setiap bloknya. Hal ini membuktikan kurang tepatnya sistem perencanaan pembangunan Box culvert yang semestinya memperhatikan pula kondisi topografi lahan yang tercakup No Blok Elevasi (m) Beda Tinggi (m) Posisi/Letak Nol Tanah Pada Box Culvert (m) Tanah (Blok) Box Culvert 1 D 27 10,000 10,401 0,138 -0,106 -0,401 2 D 28 9,862 10,507 -0,049 -0,078 -0,645 3 D 29 9,911 10,585 0,114 -0,164 -0,674 4 D 30 9,797 10,749 -0,184 -0,006 -0,952 5 D 31 9,981 10,755 0,276 0,491 -0,774 6 D 32 9,705 10,264 -0,177 -0,052 -0,559 7 D 33 9,882 10,316 -0,434 8 D 34 10,368 0,059 0,145 -0,486 9 D 35 9,823 10,223 0,158 -0,4 10 D 36 9,665
Curah Hujan Dan Tingkat Keasaman Air Observasi Curah Hujan Dan Tingkat Keasaman Air Dari tabel dapat disimpulkan bahwa kondisi air di lokasi penelitian memiliki tingkat keasaman yang tinggi (rata-rata p-H dibawah 3). Hal ini dapat diakibatkan oleh oksidasi pirit dan proses pembilasan (leaching). Oksidasi pirit dapat terjadi pada saat pembuatan parit dalam kebun, tepatnya pada gundukan-gundukan tanah galiannya di pinggir Main drain, Collection drain dan Field drain. Blok pH Air Main Drain Collection Drain Field Drain D27 3,02 2,73 3,13 D28 2,82 2,58 2,55 D29 2,63 2,71 2,61 D30 2,62 2,98 3,03 D31 2,6 3,11 3,22 D32 2,54 2,53 D33 2,37 2,32 D34 2,47 2,65 D35 2,64 2,42 D36 2,49 3,37 3,17 Rerata 2,67 2,79 Dari data curah hujan diatas, dapat disimpulkan bahwa lokasi Mukut memiliki iklim yang mendukung untuk budidaya kelapa sawit KET Tahun 2009 Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Total CH 38 139 182 81 342 363 116 185 179 142 2.131 HH 1 12 9 8 14 17 11 15 13 7 125 Rata 20 10 24 21 26 19
Level Air di Atas Pirit (jam) Level Air di Bawah Pirit (jam) Observasi Fluktuasi Pasang Surut Pengamatan pasang surut di lokasi penelitian dilakukan 4 kali, yaitu pada saat bulan purnama (spring tide/full moon), bulan mati (new moon) dan bulan tengah (neap tide). Mengingat lokasi penelitian yang luasnya ± 250 ha tercakup dalam satu hamparan dikelilingi oleh boundaries dan parit kebun yang berbatasan langsung dengan sungai alam (Sungai Mukut) hanya memiliki satu saluran (sebagai input dan out put) yaitu pintu air 3, maka lokasi pengamatan ditentukan pintu air tersebut. Pengamatan dilakukan selama 2 x 24 jam (2 hari) pada masing-masing periode pengamatan. Pengamatan Waktu (Tanggal) Mulai Selesai Neap Tide 1 18-Mar-09 19-Mar-09 Full Moon 07-Apr-09 08-Apr-09 New Moon 27-Apr-09 28-Apr-09 Neap Tide 2 14-Mei-09 15-Mei-09 Pengamatan Lama (jam) Level Air di Atas Pirit (jam) Level Air di Bawah Pirit (jam) Pasang Surut Neap Tide I 9 17 16 8 Full Moon 11 14 18 New Moon 15 Neap Tide II 13 Rerata Pengamatan fluktuasi pasang surut dilakukan dengan mencatat ketinggian air pada rambu ukur setiap 15 menit. Rambu ukur dipasang di sebelah luar pintu air dan diberi warna mencolok sehingga memudahkan pengamatan pada malam hari.
Fluktuasi Pasang Surut Observasi Fluktuasi Pasang Surut Tipe lahan pasang surut kelas A dan C dan pola pasang diurnal
Jumlah Titik Sampel Pada Beberapa Kedalaman Observasi Sebaran Kedalaman Pirit Posisi lapisan tanah mengandung pirit berada pada kedalaman yang beragam di setiap blok. Kedalaman yang paling dangkal berada pada posisi 40-60 cm atau tepatnya pada kedalaman 50 cm yaitu di blok D28, D29, D30, D32, D33, D34, D35 dan D36. Sebaran yang paling banyak terdapat di blok D32, D28 dan D36. Sedangkan blok D31 dan D27 berada kedalaman lebih aman yaitu 60-80 cm. Kedalaman (cm) Jumlah Titik Sampel Pada Beberapa Kedalaman Total Rerata D36 D35 D34 D33 D32 D31 D30 D29 D28 D27 0-20 - 0% 20-40 50 9 1 2 5 13 46 15% 60-80 24 16 17 18 3 21 7 14 10 148 49% 80-100 6 15 8 11 4 100 33% 100-120 3% > 120 39 26 305 % 0-20 % 20-40 % 50 23% 5% 13% 35% % 60-80 62% 41% 44% 46% 21% 54% 56% % 80-100 38% 79% 28% 31% 12% % 100-120 10% % > 120 100%
Sebaran Kedalaman Pirit Hasil & Pembahasan Sebaran Kedalaman Pirit
Penampang Horisontal Hasil Pengukuran Lapangan Observasi Penampang Horisontal Hasil Pengukuran Lapangan Elevasi box culvert tertinggi Box culvert Elevasi tanah terdalam Level pasang tertinggi Elevasi pirit terdangkal Permukaan tanah Level aman Level surut terdangkal Elevasi pirit terdalam Level surut terdalam
Rekomendasi Pengaturan Tinggi Permukaan Air Hasil & Pembahasan Rekomendasi Pengaturan Tinggi Permukaan Air Dengan karakteristik lahan yang beragam, maka beberapa alternatif pengaturan tinggi permukaan air dapat dilakukan melalui : Pengaturan global pintu air 3 (± 14 cm) di tentukan oleh elevasi terdangkal dari lapisan pirit Pengaturan di seluruh blok (pintu air dan box culvert) Pengaturan dengan pertimbangan pertumbuhan kelapa sawit (perkembangan akar) Blok Elevasi (m) Posisi/Letak Nol Tanah Pada Box Culvert (m) Rekomendsi Mencegah Oksidasi (m) Tanah (Blok) Box Culvert Pirit Elevasi di-BC Tinggi di BC Ideal Budidaya** D 27 10,000 10,401 9,300 -0,401 9,500 -0,901 < 0,50 0,20-0,50 D 28 9,862 10,507 9,362 -0,645 9,462 -1,045 < 0,40 0,20-0,40 D 29 9,911 10,585 9,411 -0,674 9,511 -1,074 D 30 9,797 10,749 9,297 -0,952 9,397 -1,352 D 31 9,981 10,755 9,281 -0,774 9,481 -1,274 D 32 9,705 10,264 9,205 -0,559 9,305 -0,959 D 33 9,882 10,316 9,382 -0,434 9,482 -0,834 D 34 10,368 -0,486 -0,886 D 35 9,823 10,223 9,323 -0,400 9,423 -0,800 D 36* 9,665 - 9,165
Penutup Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian termasuk lahan pasang surut tipe A dan C yang memiliki kondisi pasang surut harian (diurnal tide). Sekitar 15% dari lokasi penelitian memiliki kedalaman pirit 50 cm. Di beberapa tempat telah terjadi oksidasi pirit (Main drain, Collection drain dan Field drain). Dengan karakteristik lahan yang meliputi topografi lahan, sebaran lapisan tanah sulfat masam potensial dan infrastruktur yang telah ada, maka metode pengaturan tinggi permukaan air yang diduga tepat adalah sistem pengaturan disetiap blok dengan memanfaatkan infrastruktur water control secara maksimal. Pengaturan tersebut berpedoman pada rekomendasi level air aman untuk mencegah oksidasi (kondisi anaerob) yaitu selalu diatas pyrite layer atau < 40 cm untuk kedalaman pirit 50 cm dan perkembangan akar.
Sekian, Terima Kasih Saran dan masukan....
Waterlilies...
Pyrite Oxidation...
Jerosite...
Field Actvities...
Potential Acid Sulfate Soil Identification... View Potential Acid Sulfate Soil Identification...
Pengamatan reaksi pirit Pengeboran tanah Identifikasi menggunakan peroksida Pengamatan reaksi pirit
Levelling...
Tide Fluctuation... 07 April 09 (Full Moon)
Tide Fluctuation... 27 April 09 (New Moon) 18 Mei 09 (Neap Tide 1)
My Mukut...
Tanah Marjinal yang dimaksudkan adalah tanah yang terbentuk secara alami, bukan tanah yang menjadi marjinal karena antropogenik. Dari 12 ordo tanah di dunia (Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisol, dan Vertisols) yang tergolong Tanah Marjinal antara lain adalah : Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, dan Ultisols. Tanah produktif harus mempuyai kesuburan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif. Tanah subur akan produktif jika dikelola dengan tepat, menggunakan jenis tanaman dan teknik pengelolaan yang sesuai. Kesuburan tanah adalah kemampuan atau kualitas suatu tanah menyediakan unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa-senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman dan dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu dengan didukung oleh faktor pertumbuhan lainnya (Yuwono dan Rosmarkam 2008). Aryantha (2002) menjelaskan ada tiga konsep untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu yang berwawasan lingkungan atau berkelanjutan adalah Low External Input Agriculture (LEIA) dan Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), dan pertanian modren yang tergantung dengan bahan kimia adalah High External Input Agriculture (HEIA). Berdasarkan macam dan tingkat kendala dalam pengembangan dan pengelolaan, khususnya untuk pertanian, lahan rawa dibagi menjadi lima tipologi lahan, yaitu 1) lahan potensial, 2) lahan sulfat masam, 3) lahan gambut, 4) lahan salin atau pantai, 5) lahan rawa lebak.
Tanah Marjinal dapat terbentuk secara alami, maupun karena antropogenik. Dari 12 ordo tanah di dunia (Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisol, dan Vertisols) yang tergolong Tanah Marjinal antara lain adalah : Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, dan Ultisols. Dari luas lahan di Indonesia yang keseluruhannya berjumlah 162.4 juta ha , sekitar 39.4 juta ha berupa lahan rawa pasang surut (24.2 %) dan sekitar 123 juta ha adalah lahan kering (75 %) Berdasarkan macam dan tingkat kendala dalam pengembangan dan pengelolaan, khususnya untuk pertanian, lahan rawa dibagi menjadi lima tipologi lahan, yaitu 1) lahan potensial, 2) lahan sulfat masam, 3) lahan gambut, 4) lahan salin atau pantai, 5) lahan rawa lebak. (Madjid, A, R. 2009)