HUKUM WARIS ISLAM I MOH. SALEH ISMAIL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA 2009-2010
SEKILAS HUKUM WARIS ISLAM Hukum mempelajari Hukum Waris Islam (Faroidh) adalah fardhu Kifayah. Membagi harta peninggalan Pewaris yang beragama Islam dengan hukum waris Islam (Faroidh) adalah wajib ‘ain. Dasar : “Bagilah Harta warisan kepada para ahli waris menurut kitabullah” (HR. Muslim dan Abu Daud) Rujukan : Syaikh Fadhol ibnu Muhammad AL Hadhromy, Kholashotul Kalam, Saad Ibnu Nashir Nabhan, Surabaya, 1374 H. Afdol, Penerapan Hukum Waris Islam Secara Adil, Airlangga University Press, Surabaya, 2003. Kompilasi Hukum Islam
Harta Peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya (dalam keadaan brutto). Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama, setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pembarian untuk kerabat (dalam keadaan netto). Harta bersama (syirkah) adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
HARTA PERKAWINAN & HARTA WARISAN ISTRI SUAMI HARTA BAWAAN SUAMI HARTA PERKAWINAN (HARTA BERSAMA) HARTA BAWAAN ISTRI HARTA WARISAN SUAMI HARTA WARISAN ISTRI
Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman Jenazah selesai; KEWAJIBAN AHLI WARIS TERHADAP PEWARIS : Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman Jenazah selesai; Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang; Menyelesaikan wasiat pewaris; dan Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya (?).
SYARAT MENJADI AHLI WARIS : 1. Orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris; Kelompok ahli waris yang punya hubungan darah : (1) Gol. Laki-laki : ayah, anak laki-laki, paman dan kakek. (2) Gol. Perempuan : Ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Kelompok ahli waris menurut hubungan perkawinan : duda dan janda. Apabila semua ahli waris ada maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda dan duda.
2. Beragama Islam Jika non muslim maka tidak berhak mendapatkan harta warisan. Untuk memberikan keadilan, MA telah mengeluarkan Yurisprudensi No.51.K/AB/1999 Tanggal 29 September 1999 yang pada prinsipnya memutuskan bahwa anak kandung yang pindah agama mendapatkan wasiat wajibah.
3. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris Beberapa penyebab terhalangnya jadi ahli waris berdasar putusan berkekuatan hukum tetap dihukum karena : Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris. Dipersalahkan karena telah memfitnah dengan cara mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
MACAM-MACAM AHLI WARIS : 1. Zawil Fudud Dzawil Furud adalah mereka yang mendapatkan bagian harta warisan secara pasti, antara lain ayah, ibi, anak perempuan, janda atau duda. 2. Ashobah Mereka yang mendapatkan sisa harta warisan setelah dibagi kepada dzawil furud. 3. Mawali Mereka yang menjadi sebagai pengganti dari ahli waris asli yang telah meninggal sebelum pewaris.
DI ANTARA AHLI WARIS YANG SERING MENJADI ASHOBAH : Anak laki-laki, atau anak perempuan bersama anak laki-laki. Cucu laki-laki, atau cucu perempuan bersama cucu laki-laki. Ayah. Kakek. Saudara laki-laki, atau saudara perempuan yang bersama saudara laki-laki. Saudara laki-laki seayah, atau saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
DI ANTARA AHLI WARIS MAWALI (Pasal 185 KHI) : Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka terhalang karena hukum. Bagian dari ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari ahli waris bagian ahli waris yang sederajat yang diganti.
HASIL IJTIHAD PARA ULAMA INDONESIA DALAM KHI BAGIAN ANAK PEREMPUAN Surat AN NISA’ : 11 dan Pasal 176 KHI bahwa “bagian anak permpuan separuh dari bagian anak laki-laki”. KHI memberikan Alternatif dalam Pasal 183 “Para Ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”.
Dasar pada Ali Imron : 159 yaitu “Bermusyawarahlah engkau dengan Mereka dalam segala urusan”. Asy Syuro : 38 yaitu “dan (bagi) orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka”. Pembagian harta warisan berdasarkan musyawarah membuka kesempatan bagian anak perempuan sama dengan anak laki-laki Melahirkan teori RECOIN (Receptio Contextual Interpretatio).
PERMOHONAN PEMBAGIAN WARISAN YANG DIAJUKAN KE PA SURABAYA : TAHUN PEMBAGIAN WARIS ISLAM TEKSTUAL KONSTEKTUAL 1993 1994 1995 1996 25 143 76 97 59 283 130 74 JUMLAH 341 546 887 PERSENTASE 38,44 % 61,56 % 100 %
HAK JANDA Surat AN NISA’ : 12 dan Pasal 180 KHI bahwa “Janda mendapatkan 1/4 bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan jika meninggalakn anak, mendapatkan 1/8 bagian”. Persepsi yang salah bahwa Janda hanya mendapatkan 1/8 bagian saja. Setelah pewaris meninggal, maka hak janda adalah harta bawaan, separuh harta bersama, dan bagian warisan untuk janda.
HAK ANAK ANGKAT Anak angkat bukan ahli waris, maka untuk memberikan keadilan dapat melalui wasiat asal tidak melebihi 1/3 dari harta warisan atau tidak melebihi atau sama dengan bagian anak perempuan. Jika tidak ada wasiat dari pewaris, maka PA dapat memberikan wasiat wajibah bagi mereka yang berhak, termasuk terhadap anak angkat. Pasal 209 ayat (2) KHI : “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan orang tua angkatnya”.
IV. HAK ORANG TUA ANGKAT Orang tua angkat bukan ahli waris, maka untuk memberikan keadilan dapat melalui wasiat asal tidak melebihi 1/3 dari harta warisan. Jika tidak ada wasiat dari pewaris, maka PA dapat memberikan wasiat wajibah (Pasal 209 (1) KHI). Dasar pada Al Baqoroh : 180 yaitu “Jika seseorang dekat kepada maut dengan meninggalkan harta, maka diwajibkan baginya menentukan wasiat bagi ibu bapaknya dan keluarga dekatnya secara yang sepatutnya”.
V. HIBAH TERHADAP ANAK Hibah orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.