HALANGAN KEWARISAN YANG DISEPAKATI ULAMA Para ulama sepakat ada tiga alasan yang dapat menghalangi seorang ahli waris untuk mendapatkan warisan, yaitu: Perbudakan Pembunuhan Perbedaan agama
1. PERBUDAKAN Macam-macam perbudakan: Qinnun : perbudakan sempurna Muba’adl : sebagian tubuhnya ada yang merdeka dan ada yang masih menjadi budak Mukatab : budak yang dijanjikan tuannya merdeka apabila membayar sejumlah harta Mudabbar : budak yang dijanjikan untuk merdeka apabila tuannya meninggal dunia Umm al-Walad : budak yang dikawini tuannya dan melahirkan anak, dia merdeka apabila tuannya meninggal dunia.
Ulama sepakat bahwa Budak qinnun, mudabbar, ummu al-walad dan mukatab (yang belum bisa melunasi harta yang dijanjikan tuannya sampai tuannya meninggal dunia) tidak bisa menerima warisan apabila muwaritsnya meninggal dunia dan dia juga tidak bisa mewariskan hartanya kepada para ahli warisnya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai budak mukatab (yang memiliki harta untuk melunasi harta yang diperjanjikan dengan tuannya sebelum tuannya meninggal dunia) dan budak muba’adl Mengenai budak mukatab yang memiliki harta untuk memerdekakan dirinya, Abu Hanifa dan Malik sepakat bahwa apabila hartanya banyak dan cukup untuk memerdekakannya, maka dia dianggap merdeka di akhir hayatnya dan sisa hartanya menjadi hak para ahli warisnya. Imam Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa budak mukatab yang memiliki harta, namun tidak membayarkannya, kemudian dia meninggal dunia, maka dia tetap menjadi budak dan hartanya menjadi milik tuannya.
Mengenai budak muba’adl Abu Hanifa dan Malik berpendapat bahwa posisinya seperti budak qinnun, tidak dapat mewarisi dan mewariskan, apabila ketika meninggal memiliki harta, maka hartanya menjadi milik tuannya. Imam Hanbali berpendapat bahwa budak muba’adl bisa mewarisi dan mewariskan, termasuk juga bisa menghijab, seperti seorang meninggal dunia meninggalkan: Suami : ¼ + 1/8 = 3/8 Sdr lk skd : 2,5/8 Anak lk muba’adl : 2,5/8
3. Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai apakah budak muba’adl dapat mewarisi dan apakah budak muba’adl dapat mewariskan? Mengenai apakah budak muba’adl dapat mewarisi, ada beberapa pendapat. Budak muba’adl sama sekali tidak dapat mewarisi (pendapat masyhur) Budak muba’adl dapat mewarisi dan menghijab sesuai dengan prosentase kebudakaannya dan kemerdekaannya (Pendapat Muzani)
Mengenai apakah budak muba’adl dapat mewariskan? Qaul qadim: budak muba’adl tidak dapat mewariskan sama sekali Qaul Jadid: Buda’ Muba’adl bisa mewariskan dan Para ahli warisnya dapat mewarisi hartanya Abu Sa’id al-Istikhari: Budak muba’adl tidak dapat mewariskan hartanya kepada ahli warisnya dan harta yang dimilikinya bukan milik tuannya, melainkan diserahkan ke Baitul Mal
2. PEMBUNUHAN Para ulama sepakat bahwa pembunuhan menjadikan seorang ahli waris tidak berhak mewaris harta yang ditinggalkan muwarisnya Para ulama berbeda pendapat mengenai jenis pembunuhan yang dapat menghalangi kewarisan. Jenis pembunuhan Pembunuhan tidak langsung dan ada kewenangan Pembunuhan langsung dan ada kewenangan Pembunuhan tidak langsung dan tidak ada kewenangan Pembunuhan langsung dan tidak ada kewenangan
Mengenai pembunuhan yang ada kewenangan (langsung dan tidak langsung), para ulama sepakat bahwa kedua pembunuhan tersebut pembunuhnya tidak diqishas, membayar diat dan membayar kafarat. Mengenai pembunuhan ketiga (pembunuhan tidak langsung dan tidak ada kewenangan). Hanafi, pembunuhnya tidak diqishas dan tidak membayar kafarat, tetapi dia harus membayar diat. Hanbali, pembunuhnya harus membayar kafarat dan membayar diat.
Pembunuhan keempat (pembunuahan langsung dan tidak ada kewenangan) ada tiga macam: pembunuhan sengaja pembunuhan semi sengaja, dan pembunuhan tidak sengaja (قتل الخطاء) Mengenai pembunuhan sengaja, menurut Hanafi dan lain-lain, pembunuhnya berdosa besar dan harus diqishas, namun tidak ada kafarat.
Mengenai pembunuhan semi sengaja Hanafi dan Hanbali, pembunuhnya berdosa, wajib membayar kafarat, dan wajib membayar diat Syafi’I, pembunuhnya tidak wajib membayar kafarat, namun wajib membayar diat Mengenai pembunuhan tidak sengaja, Hanafi dan Hanbali, pembunuhnya tidak berdosa, namun dia harus membayar kafarat dan diat Syafi’i, pembunuhnya wajib membayar diat, namun tidak wajib membayar kafarat
Dari jenis-jenis pembunuhan ini yang menjadi penghalang kewarisan adalah: Syafi’iyah, a) pembunuhan dengan ada kewenangan atau tidak (semua jenis pembunuhan), b) pembunuhan yang hukumannya qishas, diat, atau kafarat, c) pembunuhan yang diduga dalam membunuhnya ingin menyegerakan mendapat warisan.
Malikiyah, pembunuhan sengaja dan tidak ada kewenangan Hanafiyah: pembunuhan sengaja (qishas), pembunuhan semi sengaja (kafarat) dan pembunuhan tidak sengaja. Hanbali: pembunuhan yang pembunuhnya dihukum qishas, bayar kafarat, dan membayar diat, baik pembunuhan secara langsung atau melalui perantara, baik mukallaf atau belum mukallaf
Mengenai siapa yang mewarisi harta diat pembunuhan Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal: diat pembunuhan dibagi kepada semua ahli waris Maliki, suami dan isteri tidak bisa mewarisi harta diat apabila suami atau isterinya terbunuh.
3. BEDA AGAMA Ulama sepakat bahwa orang kafir tidak dapat mewarisi harta muwaritsnya yang muslim bila sebab kewarisannya adalah hubungan perkawinan atau hubungan nasab dan si kafir tetap pada kekafirannya hingga harta warisan dibagikan. Para ulama berbeda pendapat ketika penyebab kewarisannya adalah hubungan wala’ atau orang kafir tersebut masuk Islam ketika harta warisan belum dibagi
Perbedaan ulama tersebut sebagai berikut: Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i: orang kafir tidak dapat mewarisi harta muwaritsnya yang muslim, baik penyebab kewarisannya hubungan perkawinan, nasab, maupun wala’ dan baik dia masuk Islam sebelum harta dibagi atau tetap kafir sampai harta dibagikan. Ahmad ibn Hanbal: Tuan yang kafir bisa mendapatkan warisan dari mantan budaknya yang muslim. Orang kafir bisa mendapatkan warisan dari muwaritsnya yang muslim, apabila dia masuk Islam sebelum harta warisan dibagi
Al-Riddah Ikhtilaf al-darain Al-Daur al-Hukmi