By : Eko Wahyudi
Cikal bakal pemikiran HAM di Indonesia : 1.Surat-surat Kartini dalam karya : Habis Gelap Terbitlah Terang 2.Tulisan-tulisan politik Tiga Serangkai 3.Pledoi Sukarno yg berjudul Indonesia Menggugat dan Hatta yg berjudul Indoneisa Merdeka
Soekarno & Soepomo mengajukan pendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi Hatta & Yamin menyatakan sebaliknya, yaitu perlunya mencantumkan pasal mengenai kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan dgn lisan & tulisan di dalam UUD
Jaminan perlindungan hak warga negara, yg berasal dr revolusi Perancis, merupakan basis dari paham liberalisme& individualisme yg telah menyebabkan lahirnya imperialisme dan peperangan antara manusia dgn manusia. Soekarno menginginkan negara yg mau didirikan itu didasarkan pd asas kekeluargaan & kegotongroyongan, karena itu tdk perlu dijamin hak warga negara didalamnya
“…..saya minta & menangis kepada tuan-tuan & nyonya- nyonya, buanglah sama sekali faham individualisme itu, janganlah dimasukkan dalam UUD kita yg dinamakan right of the citizen yg sebagai dianjurkan oleh Republik Prancis itu adanya” “……buat apa kita membikin grondwet itu kalau tak dapat mengisi perutnya orang yg hendak mati kelaparan. Grondwet yg berisi droits de I’homme et du citoyen itu tidak bisa menghilangkan kelaparannya orang yg miskin yg hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkan tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dr padanya”
Didasarkan pd pandangannya mengenai ide negara yg integralistik (staatsidee integralistik) yg cocok dgn sifat & corak masyarakat Indonesia. Negara hrs bersatu dgn seluruh rakyatnya, yg mengatasi seluruh golongan- golongannya dalam lapangan apapun. Dalam negara yg demikian, tidak ada pertentangan antara susunan hukum staat dan susunan hukum individu, krn individu tdk lain adalah suatu bagian organik dr staat”. Makanya hak individu menjadi tdk relevan dalam paham negara integralistik, yg justru relevan adalah kewajiban asasi kepada negara.
Hatta setuju dgn penolakan terhadap liberalisme dan individualisme, tapi ia kuatir dgn keinginan untuk memberikan kekuasaan yg seluas-luasnya kpd negara, bisa menyebabkan negara yg ingin didirikan itu terjebak dlm otoritarianisme.
“ Tetapi satu hal yg saya kuatirkan kalau tdk ada satu keyakinan atau satu pertanggungan kpd rakyat dalam hukum dasar yg mengenai haknya untuk mengeluarkan suara, saya kuatir menghianati di atas UUD yg kita susun skrg ini, mungkin terjadi satu bentukan negara yg tdk kita setujui” “sebab itu ada baiknya dalam satu pasal, misalnya pasal yg mengenai warganegara disebutkan disebelah hak yg sdh diberikan jg. kpd. misalnya tiap-tiap warganegara rakyat Indonesia, supaya tiap-tiap warganegara itu jangan takut mengeluarkan suaranya. Yg perlu disebut disini hak buat berkumpul dan bersidang atau menyurat dan lain-lain. Tanggungan ini perlu untuk menjaga supaya negara kita tdk menjadi negara kekuasaan, sebab kita dasarkan negara kita kpd kedaulatan rakyat”
“Supaya aturan kemerdekaan warganegara dimasukkan dalam UUD seluas-luasnya. Saya menolak segala alasan-alasan yg dimajukan untuk tdk dimasukkannya. Aturan dasar tidaklah berhubungan dgn liberalisme, melainkan semata- mata satu kesemestian perlindungan kemerdekaan, yg harus diakui dalam UUD”
Oleh Liem Koen Hian : Perlunya dimasukkan hak kemerdekaan buat pers cetak, kebebasan mengeluarkan pikiran dgn lisan yg menyadari bahaya otoritarianisme, sebagaimana yg terjadi di Jerman menjelang PD II, bila dalam negara yg mau didirikan itu tdk diberikan jaminan thd hak-hak warganegara.
Hak warganegara yg diajukan diterima untuk dicantumkan dlm UUD dgn terbatas. Keterbatasan itu bkn hanya dlm arti bahwa hak-hak tsb lebih lanjut akan diatur oleh UU, tp juga dalam arti konseptual. Konsep yg digunakan “Hak Warga Negara” bukan “Hak Asasi Manusia”. Yg berarti bahwa secara implisit tdk diakui paham natural right yg menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak yg dimiliki manusia krn ia lahir sbg manusia. Konsekuensinya, negara ditempatkan sebagai regulator of rights bukan sebagai guardian of human rights sebagaimana ditempatkan oleh sistem Perlindungan Internasional Hak Asasi Manusia